22. Wasiat Keempat

803 53 2
                                    

"Aku ingin hidup tenang, Josh."

"Jadi selama ini aku mengganggu hidupmu, Han?" tanya Josha dengan beban berat di hatinya. Dia tidak ingin Hanum mengangguk atas pertanyaannya. Tapi jika Hanum memang terganggu, tidakkah itu menandakan bahwa dirinya sangat egois?

Kenyataannya Hanum mengangguk. Dan hal itu sangat menyakiti hati Josha. "Kamu memang mengganggu hidupku yang tenang, Josh. Karena kamu berhasil mengusiknya," kata Hanum sambil menunjuk dadanya.

Kini Josha tahu yang dimaksud oleh Hanum. Gadis itu benar-benar mencintainya tapi tak sanggup menerima beban yang mungkin akan segera tercipta.

Josha mengecup bibir kekasihnya begitu lembut. Bukan ciuman penuh nafsu. Ini benar-benar ciuman cinta. "Beri aku kesempatan untuk menunjukkan kalau aku bukanlah Josha yang dulu, Sayang. Aku akan membahagiakanmu dengan caraku sendiri." Josha mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

Hanum melihat benda mungil berwarna merah itu. Samar-samar keningnya berkerut untuk apa Josha membelinya.

"Tadi aku beli di warung sebelah," ucap Josha kemudian memakaikan jepit rambut itu di rambut Hanum. "Selama kenal kamu, aku nggak pernah lihat kamu pakai jepit, pita, atau dikuncir. Waktu lihat cucunya Bu Minah yang masih SD itu, aku jadi bayangin kamu juga pakai jepit yang sama."

Hanum tersenyum pedih. "Aku bukan anak SD, Josh."

"Iya, kamu gadis milik Josha. Dan lelaki bernama Josha ini akan segera menikahimu."

Hanum membelai dada Josha. Sedangkan Josha masih begitu posesif memeluk erat pinggangnya. "Kamu tahu, Josh, kenapa aku nggak mempedulikan kedatanganmu untuk pertama kali waktu itu?"

"Karena kamu sudah punya insting kalau aku lelaki brengsek?"

Hanum menggeleng sambil tetap tersenyum seperti tadi. "Karena ayahmu pernah memintaku untuk menikah denganmu lima bulan sebelum kepergiannya."

Dahi Josha berkerut. "Papa?"

"Ayahmu khawatir dengan masa depanmu. Dia berpikir aku bisa mengubahmu menjadi lelaki yang bertanggung jawab dan meninggalkan masa-masa hura-huramu. Saat itu tentu saja aku menolak meski nggak kuucap. Aku jelas nggak mau berhubungan dengan lelaki manja seperti yang diceritakan ayahmu."

Tanpa menghiraukan perkataan Hanum, Josha menjawab, "Berarti permintaan papa terkabul. Aku berubah karena kamu dan akan menikahi kamu. Kamu mau menolak keinginan orang yang sudah meninggal?"

"Jangan jadikan keinginan ayahmu untuk melancarkan aksimu."

"Aku memang akan menikahimu sekalipun papa tidak memintanya."

"Tapi semua itu jelas sudah diatur oleh ayahmu. Bagaimana bisa kamu mengenalku jika tidak memberikan wasiat untuk datang kemari?" Hanum menghela napas panjang. "Pak Astar benar-benar menyayangimu dan memikirkan masa depanmu."

Ada secuil rasa bersalah setelah mendengar pernyataan Hanum. Rasa bersalah itu timbul karena ayahnya belum sempat melihat perubahannya menjadi lelaki yang lebih baik dan perlahan mulai meninggalkan dunia bebasnya. "Kalau saja waktu bisa diputar, aku ingin membahagiakan papa sebentar saja."

"Tidak perlu berandai-andai, Josh. Semua sudah terjadi." Kini tangan Hanum naik membelai anak rambut Josha. "Aku ingin kamu pulang."

"Jadi kamu menolak permintaan papa?"

"Jika permintaan itu nggak bisa kujalani, tanpa mengurangi rasa hormat, aku harus minta maaf. Kamu bisa mencari perempuan lain yang bisa menerima masa lalumu dan tidak akan pernah mengungkitnya lagi."

"Aku maunya kamu, Han. Dan aku akan menunggu sampai kamu bisa menerima kekuranganku." Josha menarik tangan Hanum kemudian mengecup lembut telapak tangan gadis itu dengan tatapan mesra.

Perkara Bang Josh (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang