5. Kecurigaan Awal

522 53 1
                                    

Setelah makan pada pukul dua siang, Josha memilih untuk beristirahat di kamar dari pada mengikuti Soni kembali ke kebun. Dia mengamati sekeliling kamar, khas kamar anak gadis. Dipenuhi dengan poster-poster artis korea dan didominasi warna pink.

Dia mengunci kamar tersebut kemudian berbaring dengan nyaman. Kedua tangannya diletakkan di bawah kepala sambil menerawang ke atas. Asing. Itulah yang dirasakannya saat ini. Dan dia harus bertahan dalam suasana asing ini entah untuk berapa lama. Dia hanya bisa berharap semoga wasiat ketiga dan keempat tidak membuatnya mati berdiri.

Dalam diamnya, pikirannya melayang ke mana-mana. Kenangan demi kenangan hilir mudik menguasai kepalanya. Terutama yang paling diingatnya adalah kejadian menyenangkan dan tentu saja nikmat yang selama ini dirasakannya bersama teman-teman dan para gadis pujaannya.

Argh! Josha bangkit untuk duduk. Mengingat kenangan itu hanya akan membuatnya semakin stres. Dia tidak bisa berada dalam ruang sepi seperti ini. Bisa-bisa dia betul-betul akan gila.

Akhirnya dia memilih untuk keluar dari dalam kamar. Berjalan-jalan di depan rumah sepertinya lebih baik untuk me-refresh otaknya yang sedang kalut. Dari pada menonton televisi berdua dengan Tante Reni, Tante yang sejak saat ini akan dijulukinya tante genit.

Kini Josha telah berada agak jauh dari pagar rumah. Pandangannya kembali menyapu luasnya hamparan tanaman teh. Tiba-tiba rasa penasaran menyeruak. Siapa yang akan mengelola kebun teh milik Papa setelah kepergian Papa? Apakah Papa sudah memiliki pekerja yang akan setia di sini? Ataukah Mama telah mempercayakan kebun ini kepada salah seorang pegawainya?

"Bang, kok sendirian aja?" sebuah suara dari belakang tubuhnya mengagetkannya. Seketika Josha berbalik. Kemudian tampang seorang pekerja yang tadi dia temui bersama Om Soni, kini ada di hadapannya.

"Oh, iya. Cari angin."

"Saya Rudi." Rudi mengulurkan tangannya dan segera disambut oleh Josha.

"Josha," jawab Josha malas.

"Kenapa nggak ikut Pak Soni aja ke kebun?"

"Tadi sudah," jawab Josha pendek. Dia malas untuk mengobrol.

"Apa benar Abang ini putranya Pak Astar?" Josha hanya mengangguk. "Oh, jadi Abang mau mengelola kebun almarhum Pak Astar di sini? Kebunnya luas lho, Bang. Bukan cuma sebagian warisan. Tapi juga pembelian dari beberapa tetangga di sini."

Josha tidak berniat untuk menjawab. Sejak beberapa jam yang lalu dia tiba, kini dia sudah mendapat informasi mengenai kebun warisan dari kakek neneknya. Ternyata selama ini dia tidak tahu apa-apa. Tahunya hanya menghabiskan uang saja.

"Saya akan coba," jawab Josha asal saja.

"Juga kebun almarhum Pak Setia?"

"Bukannya Om Soni yang akan mengelolanya?"

"Awalnya Hanum yang akan mengelola. Tapi..."

"Hanum?" potong Josha penasaran.

"Iya, Hanum. Hanum itu perempuan yang diangkat anak oleh Nenek Ismi yang saat itu tinggal dengan Pak Setia. Karena Pak Setia belum menikah meski usianya sudah lanjut, Pak Setia berencana mengangkat Hanum sebagai anak sahnya. Jadi Hanum bisa mewarisi kebunnya kelak. Sayangnya sebelum Hanum sah secara hukum jadi anak Pak Setia, Pak Setia keburu meninggal."

Berita baru, ucap Josha dalam hati. Sepertinya masalah warisan ini bukan masalah sepele. Terlalu pelik untuk diuraikan.

"Memang berapa usia Hanum? Masih anak-anak?"

"Neng Hanum sudah gede, Bang. Cantik pula. Sekarang masih kuliah."

Masih kuliah? Jadi Om Setia mau mengadopsi gadis dewasa? Apakah itu sebuah firasat kalau umurnya tidak akan lama lagi, sehingga Om Setia ingin Hanum menjadi anaknya yang sah secara hukum?

Perkara Bang Josh (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang