ɴɪɢʜᴛᴍᴀʀᴇ

3.2K 247 124
                                    

Setelah pertarungan dengan Retak'ka berakhir mereka semua hidup dengan damai. Mereka berhasil menang melawan Retak'ka yang sempat merebut kekuatan lima orang dari mereka bertujuh.

Para pecahan Elemental sempat terguncang untuk sementara waktu, tapi lambat laun semua itu hilang dan mereka melupakannya.

Sayang sekali hal itu tidak berarti untuk Halilintar. Retak'ka yang menyalahgunakan kekuatannya hanya memutar ulang memori buruk di otak Halilintar.

Ingatan dimana Ia lahir sebagai kekuatan, disalahgunakan, dibenci dan tidak diinginkan selalu muncul di dalam mimpinya.

Sudah genap satu bulan Ia mengalami hal yang sama, mimpi yang sama. Terbangun di tengah malam dengan nafas memburu dan tubuh yang dipenuhi keringat dingin bukanlah hal yang menyenangkan bagi Halilintar.

Belakangan ini Halilintar juga menjadi lebih tidak stabil. Dia lebih banyak membentak ataupun melemparkan tatapan tajam, bahkan kadang tidak sengaja menyerang pecahan Elemental lainnya.

Terkadang Halilintar akan mengurung diri di kamarnya dan tidak mau keluar selama beberapa hari. Bujukan pecahan Elemental lain tidak mempan, bahkan aroma masakan Gempa yang selalu menggugah selera juga tidak dapat membujuk Halilintar agar mau keluar dari kamarnya.

Setelah beberapa hari berlalu Halilintar akan keluar dari kamarnya dengan wajah pucat dan mata bengkak. Tatapannya yang kosong sukses menyadarkan pecahan Elemental lain kalau Halilintar sedang tidak baik-baik saja.

Walaupun sudah tidak mengurung diri lagi tapi Halilintar tetap tidak mau makan, bahkan menolak jika didekati oleh pecahan Elemental lainnya.

Halilintar sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia sudah melupakan masa lalunya, dia sudah menerima BoBoiBoy sebagai pemilik barunya. BoBoiBoy adalah anak yang baik, kenapa Halilintar merasa khawatir kalau kekuatannya akan disalahgunakan. Kenapa memori buruk yang sudah Ia lupakan kembali lagi setelah Retak'ka menyerapnya?

Hari ini Halilintar kembali mengurung diri di kamarnya. Ia menatap ke arah cermin, menatap refleksinya dengan tatapan kosong.

Kulitnya lebih pucat dari kemarin, mungkin efek belum menyentuh makanan selama beberapa hari. Matanya bengkak karena terlalu lama menangis, ditambah dengan kantung mata tebal karena tidak dapat tertidur selama beberapa hari. Ah˗˗ sekarang dia benar-benar terlihat seperti pecundang.

Halilintar menatap kedua tangannya yang mulai memercikkan listrik berwarna merah. Ia benci kekuatan ini, kekuatan yang hanya membawa bencana untuk orang lain.

Kalau boleh, Ia ingin memiliki kekuatan yang lembut seperti punya Taufan, kekuatan untuk melindungi seperti milik Gempa, kekuatan yang berguna seperti milik Blaze dan Ice, atau kekuatan yang memberi kehidupan pada makhluk di sekitarnya seperti milik Thorn dan Solar. Bukannya kekuatan untuk merusak dan menghancurkan segalanya seperti ini.

Dalam pertarungan melawan Retak'ka juga˗˗ Dia tidak membantu banyak, bahkan sempat memelas minta diampuni. Padahal Halilintar dikenal sebagai pecahan Elemental yang dingin dan pantang menyerah, kenapa dia menyerah semudah itu.

Kemenangannya juga tidak akan berarti kalau Solar tidak menyatukan kekuatan dengannya. Supra sendiri lebih banyak mengambil atribut elemen milik Solar, bukan Halilintar. Kalaupun Solar menyatukan kekuatan dengan Elemental lain hasilnya pasti akan setara, atau mungkin lebih kuat dari Supra.

Halilintar benar-benar hancur sekarang, seolah seluruh alasannya hidup sudah hilang dari dunia ini.

Pisau lipat yang tergeletak begitu saja di atas meja nakas mengalihkan perhatiannya dari kaca cermin. Bilah besi pisau itu sedikit ternodai oleh bekas darah, bukan cuma sekali Halilintar melakukan hal itu.

Dᴜɴᴄᴇ Cᴀᴘ! -BᴏBᴏɪBᴏʏ Oɴᴇ-ꜱʜᴏᴛꜱ Cᴏʟᴇᴄᴛɪᴏɴ-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang