Now Playing: Wendy - Return
***
"Kamu menggambar memori di otakku yang takkan pernah terhapus. Kamu melukis warna di hatiku yang takkan pernah terganti - Perry Poetry"
***
Hari Senin, entah kenapa selalu di mulai dengan hal menyebalkan. Buktinya saat ini, upacara yang harusnya sudah selesai 10 menit yang lalu masih belum usai. Penyebabnya, salah satu guru yang menjadi pembina upacara belum selesai juga menyampaikan amanat. Tak menyadari kalau waktu sudah berlalu cukup banyak.
Di salah satu barisan IPS, nampak Ochi yang sudah berkeringat dingin. Kedua tangannya ia remas, mencoba meredam rasa sakit yang seolah memutar organ dalam perutnya. Kakinya sedikit bergetar, tak sanggup lagi menahan rasa lelah dan sakit bersamaan. Tapi tak ada satupun keluhan yang keluar dari bibirnya.
"Kenapa Chi?" bisik Rainbow pelan berhasil mengalihkan atensi Ochi padanya. Teman sekelas Ochi nampak mengerutkan dahi melihat Ochi yang berkeringat cukup banyak. Walau berbaris di lapangan, posisi mereka cukup strategis untuk tak merasa panas. Ada yang tak beres pikirnya. "Lo sakit?"
"Enggak, gakpapa- Bow!"
Bisikan Ochi kontan berubah menjadi sedikit lebih nyaring, karena Rainbow tak memperdulikan ucapannya. Rainbow sudah memanggil salah satu anggota PMR untuk mendekat ke arah mereka, pemuda itu melirik ke depan menyadari kedua teman Ochi berada di baris terdepan. "Muka lo pucet Chi, gue gak mau ya kalau tiba-tiba lo pingsan terus gue yang nangkep. Cukup gosipin orang jangan jadi bahan gosip juga gue."
Ochi berdecak tak percaya, menatap tak habis pikir Rainbow yang sudah menyengir lebar. Bahkan ketika salah satu anggota PMR sudah mengamit lengan Ochi untuk memapahnya ke UKS, gadis itu memberi tatapan tak suka pada Rainbow. Dari senyuman Rainbow yang terkesan mengejek, Ochi tau kalau Rainbow paham dia tak pernah suka bau obat-obatan. Mengantarkan Ochi ke UKS sama saja mengantarnya ke mimpi buruk.
"Ada riwayat maag ya kak?" tanya anak PMR yang Ochi yakini salah satu adik kelas. Ochi mengangguk kecil, membiarkan sang adik kelas bergerak menuju rak-rak obat. Meninggalkan ia di salah satu brankar.
Dari tempatnya, Ochi bisa menyadari sudah beberapa murid yang 'menyerah' akan panasnya matahari. Dan hebatnya hal itu tak membuat anggota PMR yang sedang dijadwalkan berjaga nampak panik. Bahkan terlalu santai, karena salah satu anggota PMR yang berbadan paling besar justru duduk di dekat meja dokter bersama beberapa anggota lain. Bermain UNO, dan Ochi menyadari kalau sosok itu adalah Bagas. Si Social Butterfly Dream High School.
Seolah sadar diperhatikan, Bagas mengangkat wajahnya langsung bertatapan dengan Ochi yang tanpa sadar memperhatikan. Ochi buru-buru mengalihkan pandang, bertepatan dengan adik kelas tadi yang menghampirinya dengan sebuah obat dan roti. Untuk beberapa saat Ochi merebahkan diri berharap posisi itu dapat menghalau sakitnya.
Setelah memakan sedikit roti, Ochi menatap obat di tangannya gamang. Ia melirik air kemasan yang diletakkannya di atas meja. Helaan napas keluar dari celah bibirnya, Ochi tak bisa meminum obat jika ditemani air. Biasanya dia harus minum bersamaan dengan apel ataupun pisang, dan kedua buah itu tak ada.
"Pergi setelah minum obat lo dulu."
Bagas yang mendadak muncul, sukses menghentikan gerakan Ochi yang hendak turun dari brankar. Ia membulatkan mata, menatap Bagas yang meletakkan potongan apel di sebuah piring plastik ke nakas. Berdampingan dengan obat dan roti yang seharusnya Ochi sudah minum. Pemuda itu tersenyum lebar, santai menanggapi ekspresi kaget Ochi. "Kata Bu Dina, lo gak bisa minum obat kalau gak pakai apel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Recallove [Tamat]
Teen FictionAlwan Navindra, cowok perfeksionis dan berotak jenius. Kebanggaan Dream High School. Selalu menjadi orang pertama baik dalam prestasi ataupun sikap disiplinnya. Namun sayangnya, mulut pedasnya menjadi satu hal kekurangan yang membuat para perempuan...