Sepuluh: Another Think

8.6K 1.4K 37
                                    

Now Playing: Twice - Feel Special

***

“Kebencian sudah menjadi teman gue sejak kecil.”

***


Baru-baru ini ada agenda baru untuk Alwan dan Bagas tiap jam istirahat kedua datang. Entah bagaimana caranya, Nindi memaksa keras kedua sahabatnya untuk tetap berdiam diri di kelas. Bagas yang biasanya akan keluyuran entah kemana, menurut begitu saja ketika diiming-imingi akan dibuatkan bekal buatan tangan ayah Nindi sendiri. Kebetulan ayah Nindi memang terkenal dengan makanannya yang begitu lezat, meski bekerja sebagai hakim di sebuah pengadilan tinggi.

Kalau mau jujur, baik Alwan dan Bagas sama-sama dibuat bingung akan tingkah Nindi kali ini. Bukan karena permintaannya yang tergolong aneh, melainkan keheranan karena permintaan Nindi yang bisa dibilang normal. Selama bertahun-tahun bersahabat, ini pertama kalinya Nindi tidak mengajak sahabatnya untuk bertingkah aneh. Terakhir kali Nindi meminta kedua sahabatnya memenuhi permintaan, berakhir dengan Alwan dan Bagas sakit perut karena mencoba makanan buatan Nindi.

“Selamat siang warga DHS-zen. Kembali lagi dengan Oneiro Radio, dan kali ini bersama aku Tania yang akan menemani makan siang kalian selama 15 menit ke depan. Selamat menikmati makan siang semuanya.”

Musik ceria yang sempat terdengar selama beberapa detik disusul suara halus milik perempuan namun tetap terdengar semangat, muncul dari speaker sekolah. Alwan yang pada awalnya tak terlalu fokus dengan makanan di hadapannya, menyadari perubahan ekspresi dari Nindi. Senyum yang sempat merekah di wajah Nindi ketika lagu intro radio sekolah terdengar, luntur begitu saja ketika suara sedikit asing menyapa.

Kepala Nindi sempat tertoleh begitu cepat ke arah speaker. Keningnya berkerut dalam, tak bisa menyembunyikan perasaan kecewanya ketika bukan pemilik suara serak yang menjadi penyiar hari ini. Siapa lagi kalau bukan Mini, ketua ekskul jurnalistik yang mengatur radio sekolah. Penyiar tetap di sana yang tak pernah absen sekalipun, entah apa penyebab bukan suara serak khasnya yang mengisi radio kali ini.

“Kenapa lo tiba-tiba diem?” tanya Alwan penasaran juga akan respon Nindi yang begitu ketara kecewa. Bagas yang semula asyik memakan roti isi dari Nindi, lantas mengangkat kepalanya. Matanya mengerjap menyadari perubahan atmosfer yang menjadi serius.

“Apaan? Biasa aja kok.” Dengan ketus Nindi mengelak, berusaha bertingkah biasa namun perubahan moodnya semakin memperjelas ada hal aneh yang terjadi padanya.

Kalau Nindi sudah berbicara ketus seperti itu, mau tak mau Alwan mengalah. Ia menggelengkan kepala pelan, lantas melahap roti isi seraya mengerjakan laporan pertanggung jawaban akan pelaksanaan seleksi debat yang baru diminta pembinanya. Sesekali matanya bertabrakan dengan Bagas yang menunjukkan ekspresi bingung akan perubahan suasana hati Nindi. Apalagi sekarang, gadis itu memainkan ponselnya dengan ekspresi yang tak bisa dibilang ramah.

“Wan, masih sibuk?”

Suara serak yang mengintrupsi mereka, membuat ketiga sahabat itu serempak menoleh. Melalui sudut matanya, ia bisa melihat Nindi yang membeku di tempat. Menatap horror sosok yang mendadak menyeruak di antara mereka. Siapa lagi kalau bukan Mini, sosok yang seharusnya siara itu justru muncul di kelas 11 Ipa 1 dengan santai. Entah melupakan atau tidak fakta bahwa ia murid ips yang seharusnya tak sesantai itu.

 Entah melupakan atau tidak fakta bahwa ia murid ips yang seharusnya tak sesantai itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Recallove [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang