Enam Belas: Salam dari Masa Depan

7K 1.3K 80
                                    

Now Playing: (G)I-DLE -  Help Me

***

"Keluarga adalah orang-orang yang akan tetap menunggumu, selama apapun waktu bergerak."

***

"Kita mau kemana Gas?"

Alwan mengernyitkan dahi, karena Bagas memintanya untuk tak membawa sepeda ke sekolah seperti biasa. Akibatnya ia berangkat dan pulang dijemput langsung oleh sahabatnya itu. Tak tau saja kalau Alwan teramat malas, karena kemarin harus memasang wajah pura-pura selama menghadapi keluarga ayahnnya. Setelah memulangkan Nindi ke rumahnya, Bagas langsung membawa mobilnya ke arah berbeda menuju rumah Alwan.

"Ketemu sepupu gue," ucap Bagas sambil lalu seolah tak memperdulikan Alwan yang langsung menegakkan badan. Dia menoleh, lantas melotot ke arah sahabatnya itu. "Sinting lo?"

Bertemu dengan sepupu Bagas sama saja artinya dengan bertemu keluarga Dokter Aldi. Mengingat Dokter Aldi juga kekasih dari Mamanya, artinya dia akan segera bertemu dengan keluarga calon 'ayah' nya itu. Meski pada faktanya, Alwan belum memberikan restu sama sekali namun tak juga melarang hubungan keduanya.

"Ada anaknya Om Aldi?" tanya Alwan berusaha menahan umpatan yang terasa gatal di mulutnya untuk tak dilontarkan. Melihat anggukkan samar dari sahabat, reflek Alwan memukul punggung Bagas cukup keras. Tak peduli perilakunya bisa saja menimbulkan kejadian yang tak diinginkan.

"Anjir, apaan sih?"

"Gila! Gue bahkan gak tau namanya anak Om Aldi."

Kedua mata Bagas membola, meski pandangannya tetap fokus ke jalanan. Ketika mobilnya berhenti di lampu merah, Bagas gantian melayangkan jitakan di kepala Alwan. Cukup keras, hingga pemuda itu mengerang sakit lantas melirik tajam.  "Lo tuh, udah berapa tahun Om gue sama mama lo. Dia tau semua permasalahan lo, tapi lo bahkan gak pernah nanya nama anaknya? Lo yang gila."

"Bukan gitu, Gas. Gue cuman belum siap kenalan sama keluarga Om Aldi." Alwan berucap berusaha menjelaskan alasan dari sikapnya yang tak pernah menanyakan apapun tentang seluk beluk keluarga Dokter Aldi.

"Kalau lo gak ngerestuin Om gue dari awal, bilang. Biar Om gue gak habisin waktu dia, cuman buat menyakinkan calon anaknya yang bebal macam lo." Bagas berucap tajam. Pemuda itu jika sudah kelewat sebal, memang mulutnya menyerocos begitu saja tanpa takut. Baik Alwan, Bagas maupun Nindi memang memiliki mulut yang sama tajamnya dengan Alwan. Cuman bedanya, mereka lebih bisa menahan diri untuk tidak mengucapnya terlalu sering.

"Tau apa sih lo? Ini urusan-"

"Jadi urusan gue, karena yang lo bahas adalah Om Aldi. Keluarga gue sendiri."

Suasana dalam mobil seketika berubah tegang, Alwan yang menatap Bagas teramat dingin yang dibalas tatapan datar dari Bagas. Jika perihal keluarganya, Bagas bisa terbilang keras kepala. Apalagi jika yang dibahas adalah Dokter Aldi, Om tersayangnya.

"Lampu hijau, jalan." Alwan menjadi orang pertama yang memutus kontak mata, karena lampu hijau yang sudah menyala disusul suara klakson dari mobil di belakang mereka yang sudah tak sabaran. Bagas menurut, mulai melajukan mobilnya dalam diam.

"Nama anaknya Om Aldi, Hanan. Dia udah tau segala hal tentang lo, gak adil buat dia kalau lo bahkan gak tau namanya."

Lagi-lagi Alwan menghela nafas berat. Mengapa susah sekali untuknya memulai kehidupan bahagia?

***

"Jadi mau masuk mana?"

Tama mengetuk-ngetuk dagunya mencoba mengingat tawaran sekolah mana saja untuk melanjutkan pendidikannya. Ia menoleh ke arah Ochi yang duduk di belakang, "Belum tau, lagian berkas pindahan gue belum selesai di sana. Jadi gue pengangguran selama seminggu ini."

Recallove [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang