Tiga: Alwan dan Mulut Pedasnya

10.2K 1.8K 184
                                    

Now Playing: I Thinking of You – one more chance

***

"Titik terendah dalam kepercayaan diri adalah ketika kita ikut tertawa pada candaan yang menjadikan kita badutnya."

***

Alwan teringat adegan drama korea yang pernah ditonton Nindi. Sebuah adegan dimana seorang malaikat maut menangis di depan seorang wanita, yang ternyata adalah orang yang ia cintai di masa lalu. Kenangan yang merasuk kembali dalam ingatan, membuat malaikat maut yang digambarkan tak memiliki perasaan itu. Justru menangis di pertemuan pertama mereka.

Waktu itu Alwan hanya mencibir, merasa adegan dalam drama terlalu dilebih-lebihkan. Apalagi ketika melihat Nindi dan Bagas berhasil menangis ketika kedua pasang kekasih itu berpisah. Tapi, hari ini Alwan memahami perasaan malaikat maut itu.

Air mata yang tanpa sadar menetes dari matanya, membuatnya kebingungan setengah mati akan sosok perempuan bernama Ochi di depannya. Seseorang yang ia yakin 100 persen, tak pernah mengambil bagian apapun dalam kehidupannya.

Alwan punya ingatan yang kuat. Dia mengingat semua orang yang pernah ada di kehidupannya, meski hanya sebatas memperkenalkan nama. Bahkan dia mampu menyebutkan semua nama teman-temannya saat TK bahkan mengenalinya dalam foto.

Sementara Alwan dibuat pusing oleh kelebatan ingatan yang merangsek masuk ke dalam otaknya melalui kemampuannya. Ochi dibuat bingung. Ia tau betul siapa pemuda yang tiba-tiba muncul ketika ia curi-curi kesempatan menikmati cemilannya. Sosok yang selalu dijadikan kebangaan oleh semua guru. Bahkan berhasil menjadi anak emas dari Bu Myria yang terkenal menyebalkan itu.

Yang Ochi tau, Alwan adalah murid teladan yang tak memiliki sifat ramah. Alih-alih bersikap seperti itu, ia justru memiliki mulut pedas bahkan selalu kritis akan hal-hal kecil di sekitarnya. Kata Erik, anak-anak debat bahkan belajar lebih giat untuk seleksi tim nanti. Hanya karena tak mau disemprot oleh ketuanya, karena dianggap memalukan ekskul yang menyumbangkan piala terbanyak itu.

"Chi, buku sosionya udah-"

Ochi membulatkan matanya, dengan cepat memasukkan bungkus makanan di tangannya ke dalam saku rok. Ia menahan napas ketika cowok berambut kribo muncul diantara rak-rak buku dengan wajah menyebalkannya. Rainbow.

Ucapan Rainbow terhenti ketika dia menyadari bukan hanya ada Ochi saja di sana. Ia sedikit tersentak, ketika sadar ada sosok Alwan di sana. Seingatnya Ochi tak pernah dekat dengan laki-laki manapun selain anak kelas, tapi bagaimana bisa tiba-tiba ia melihat Ochi berdua saja dengan murid emas? Apa ada berita yang ia lewatkan begitu saja?

"Lo berdua-"

"Udah,udah. Ayo balik ke kelas, gue udah dapet bukunya kok." Ochi dengan terburu-buru bangkit, mendorong tubuh Rainbow untuk beranjak dari bagian ensiklopedia. Sedikit melirik Alwan yang sudah mengontrol ekspresinya, kembali memasang wajah datar andalannya.

Tepat ketika keduanya pergi meninggalkan Alwan. Pemuda itu memegang kepalanya, merasakan bagian kepalanya kembali berdenyut menyakitkan. Sesaat pandangannya mengabur, hingga membuatnya harus berpegangan sebentar sebelum pandangannya kembali fokus.

Lagi-lagi, perempuan itu meninggalkan Alwan dengan ribuan pertanyaan.

***

"Gue udah bilang kan, diet, diet. Bisa gak sih lo berhenti makan?"

Ochi mengigit bibir bagian dalamnya, mencoba tetap mempertahankan senyum lebar yang terpatri di depannya. Hari ini cheers memutuskan untuk melakukan latihan singkat setelah pulang sekolah. Tapi sayangnya, ketika Ochi menjadi orang yang akan diangkat teman-temannya itu langsung melepaskannya begitu saja. Tak kuat untuk mengangkat perempuan itu.

"Ya gimana ya, makan kan hobinya Ochi hahaha" celetuk salah satu anak cheers mencoba membuat keluhan mereka terdengar sebagai candaan. "Ochi mah mana bisa tanpa makan, dia aja gak suka cowok. Tapi sukanya makanan."

"Lo bener,"ucap Ochi membalas candaan temannya itu meski dalam diam hatinya terluka begitu saja. Ini bukan pertama kalinya dia dijadikan ledekan oleh anak cheers karena tubuhnya yang lebih berisi ketimbang anggota lain.

"Lo gak cape dijadiin bahan tertawaan terus?" Kali ini Yona angkat bicara, sedikit menyeka sudut bibirnya yang basah ketika ia meminum air. "Walaupun lo yang buat koreografi, tetap aja gue bisa bilang pelatih untuk gak nurunin lo jadi tim inti lagi."

"Maaf ya Yon, percuma sih lo bilangin Ochi. Dia mah bodo amat jadi aib cheers, yang penting selalu makan." Devina berujar pelan, sedikit terkekeh kecil sehingga ucapannya itu terdengar sebagai candaan.

"Iya bener, gue aib cheers. Hahaha. Gue kan gak seterkenal kalian, apalagi sampai punya pacar cowok gantengnya anak DHS. Hahaha, gue kan kentang." Ucapan Ochi berhasil membuat anggota cheers tertawa kencang.

"Iya lo sih gede badannya."

"Makanya kurusan dikit dong."

"Jangan lupa sering pakai skincare juga biar gak buluk banget."

"Ekskul ini gak pernah berubah ya, selalu mementingkan fisik." Ucapan tajam itu, sukses membuat anggota cheers bungkam. Mereka semua menoleh ke arah tempat duduk yang tersedia di lapangan indoor, mendapati sosok Alwan bersama beberapa anggota debat sedang menatap ke arah mereka. Entah apa yang sedang dilakukan ekskul yang biasanya mendekam di ruang lab bahasa ataupun auditorium itu.

"Apaan sih lo Wan? Masalah hidup lo tuh apa sih?" celetuk Devina kesal kini berkacak pinggang dan memberi tatapan tajam ke Alwan. Pemuda itu hanya tersenyum menyebalkan, "Yang gue bilang fakta."

"Lo tau kenapa cheers sampai saat ini gak punya prestasi selain ikut tampil di setiap lomba basket?" tanya Alwan tenang, bahkan tak terlihat seperti hendak menyindir. "Karena fisik buat kalian lebih penting ketimbang kemampuan."

"Lo-"

"Gue bakal buktiin ke lo, cheers bisa bikin bangga DHS. Bahkan ngumpulin piala seperti ekskul debat lakuin." Yona memotong ucapan Devina yang mulai terpancing emosi, kini balas menatap cowok yang tak pernah diragukan mulut pedasnya itu.

"Buat apa buktiin ke gue? Kalau kalian bahkan gak tau bagaimana cara diakui, jangan pernah bersikap kayak gitu. Rasa percaya diri yang berlebihan justru bisa jadi bumerang buat kalian sendiri."

Seluruh anggota cheers berdecak, menatap sebal cowok yang disebut 'jenius' itu. Bahkan Devina sudah menyumpah serapahi Alwan ketika pemuda itu beranjak keluar dari lapangan indoor. Hanya Ochi yang dibuat terheran-heran akan sikap Alwan yang entah kenapa suka sekali mencari kebencian dari orang-orang karena mulutnya.

Murid aneh,pikir Ochi.

***

a/n: Halo semua, aku benar-benar minta maaf karena sebelumnya tidak bisa update tepat waktu. Jujur aja chapter ini juga belum buat aku puas, tapi apa daya secara terpaksa aku harus publish ini dulu untuk sementara. Aku minta maaf banget

Aku sedang ada fase-fase berat saat ini. Ada hal-hal yang menghantam ku dan membuat aku harus membuat beberapa keputusan yang memberatkan. Restu orang tua terutama ibu aku, membuat aku dalam fase harus rela berhenti nulis. Eit, tenang aja aku gak bakal berhenti kok cuman diam-diam aja.

Terus dukung aku ya kawan-kawan. Semoga ada titik cerah buat aku untuk ngeyakinin orang tua kalau mimpi yang sedang ku jalani ini akan menjadi kenyataan. Jangan lupa baca 9 karya yang lain ya

Recallove [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang