Now Playing: Produce X 101 - Boyness
***
"Terkadang senyuman bukanlah arti kebahagiaan."
***
Bagi Alwan, kesepian adalah teman sejatinya. Sudah menjadi hal biasa untuknya mendapati rumahnya gelap gulita saat pulang. Walau sebenarnya rumahnya tak pernah sepi, karena banyak pekerja yang mengurusi rumah besar itu. Rumah yang sudah kehilangan arti untuk pulang sejak lama.
Alwan menyalakan saklar lampu, menerangi setiap sudut rumah yang semula gelap. Ia merebahkan badannya ke atas sofa, hanya mengangguk singkat ketika salah satu pekerja rumahnya baru saja keluar dari arah dapur. Sedikit terkesiap mendapati 'tuan muda'nya sudah pulang.
Hanya segelintir orang di sekolah yang mengetahui kalau Alwan adalah orang kaya raya. Fakta bahwa dia terlalu tergila-gila akan lomba-lomba semakin menguatkan penilaian orang tentangnya. Seorang penerima beasiswa yang mati-matian mempertahankan beasiswanya agar tidak di cabut.
Padahal itu semua salah.
Ibunya adalah CEO dari perusahaan teknologi yang sedang berkembang di kawasan Asia. Menyebabkan beliau lebih sering berpergian ke luar negeri, melanjutkan usaha suaminya yang telah dibangun susah payah. Membangun perusahaan itu semakin besar, setelah kepergian sang ayah.
Mata Alwan terbuka, menatap langit-langit ruangan berwarna krem. Dia mengigit bibir, memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sesak karena rasa sepi yang menyeruak. Secepat kilat ia membuka ponselnya, menyetel lagu rock dengan suara paling kencang. Berusaha memenuhi isi kepala dan hatinya, menyingkirkan rasa sepi itu. Ia tak pernah bisa berdamai dengan kesepian.
Semenjak kepergian ayahnya saat dia kelas 1 SD, Alwan seolah kehilangan segalanya. Kehangatan keluarga, pelukan sang ibu, dan jati dirinya. Merubah sosok Alwan menjadi tak tersentuh, dingin, dan memiliki mulut tajam.
Setiap kesepian, rasa sesak selalu membuatnya kepayahan. Dan jika diteruskan, ingatan saat kecelakaan itu akan memaksa masuk dalam ingatan. Alwan membenci itu.
Lantas bagaimana selama ini Alwan mengatasinya? Apalagi kalau bukan dengan belajar. Seolah-olah kerasukan, Alwan menjadikan soal-soal sebagai pelarian. Berbagai macam les dia ikuti, membuatnya ahli dalam berbagai hal. Alasan kenapa dia menjadi tak terkalahkan.
Drt drt drt
Getaran dari ponselnya, penanda telpon masuk mengalihkan perhatian Alwan. Pemuda itu meraih ponselnya mendapati nama 'Si Bodoh 1' tertera di layar. Siapa lagi kalau bukan Bagas.
"Kenapa?" tanya Alwan datar, bahkan tak ingin repot-repot mengucapkan salam.
"Jalan yuk bos, gue sama Nindi udah depan rumah lo. Besok gak ada PR ini."
"Gue-"
"Cepat keluar, atau lo gue seret."
Ucapan Nindi menjadi penutup panggilan itu. Alwan berdecak, selalu malas mengikuti kedua sahabatnya yang senang berjalan-jalan mengitari kota. Masih tak mengerti apa bagusnya pemandangan ibukota saat malam, hingga mereka menjadi penggilanya.
Diam-diam Alwan menipiskan bibir. Sahabatnya memang selalu tau waktu yang tepat untuk bersamanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Recallove [Tamat]
Roman pour AdolescentsAlwan Navindra, cowok perfeksionis dan berotak jenius. Kebanggaan Dream High School. Selalu menjadi orang pertama baik dalam prestasi ataupun sikap disiplinnya. Namun sayangnya, mulut pedasnya menjadi satu hal kekurangan yang membuat para perempuan...