Satu: Genius Boy

16.9K 2.2K 521
                                    

Now Playing: Izone - La Vie En Rose

***

" Ada perpisahan yang dipaksa terjadi melalui waktu. Memisahkan dua raga, menghapus memori yang tercipta. Merubah keduanya menjadi orang asing. "

***

Hari senin, selalu menjadi momok menakutkan bagi para murid sekolah. Termasuk murid Dream High School. Walaupun terkenal sebagai salah satu sekolah swasta terbaik di Jakarta, tak serta merta membuat murid di dalamnya ikut rajin. Seperti kali ini, bel sudah berbunyi sejak tadi tapi upacara belum juga dimulai. Penyebabnya tentu saja para murid yang masih riuh sana-sini.

Pengurus OSIS dan anggota FPSH –Forum Pelajar Sadar Hukum- yang bertugas mengatur barisan dibuat kewalahan sendiri oleh tingkah laku teman-teman mereka. Tapi tak seperti yang lain, kali ini kelas 11 Ips 3 nampak sudah lebih tenang. Beberapa dari mereka hanya saling berbisik, dengan posisi badan sudah tegap. Penyebabnya tentu saja anggota OSIS yang bertugas menjaga barisan mereka hari ini.

Alwan Navindra. Cowok paling galak,dingin sekaligus bermulut pedas. Jika kalian beranggapan semua murid teladan pasti ramah, ucapkan selamat tinggal penilaian kalian ketika berhadapan dengan Alwan. Karena cowok itu takkan segan-segan menegur dengan mulut tajamnya.

"Ngapain nengok belakang? Tiang bendera ada di depan. Berisik banget kayak ayam kehilangan induk."

Ucapan Alwan, sukses membuat murid 11 Ips 3 kembali fokus ke depan. Bahkan murid lelaki dari kelas itu cuman bisa mengumpat pelan, karena diejek seperti itu. Tapi dari sekian banyak murid 11 Ips 3 yang merutuki kehadiran pemuda itu, hanya ada satu orang yang mengernyit heran.

"Emang siapa sih Rik?"

Erik, ketua kelas 11 Ips 3 menoleh singkat ke arah teman sekelasnya itu. Posisi mereka yang berbaris tepat di tengah-tengah, sedikit membuat mereka terhalang dari pandangan Alwan. Cowok itu nampak membulatkan matanya, menatap kaget temannya itu.

"Lo gak kenal dia, Ci? Demi apa?" tanya Erik tak habis pikir, menatap Ochi yang kini mengerjap-ngerjap bingung. "Bukannya kalau anak cheers otomatis kenal semua orang di sekolah ya?"

"Gue anggota cheerleader bukan petugas sensus." Ochi berdecak malas. Ia melirik singkat cowok yang ada di belakangnya. "Seriusan deh siapa sih? Nggak suka gue, sikapnya otoriter banget dih. Ketos bukan, ketua FPSH juga bukan."

"Tapi jangan salah, Ci. Dia termasuk yang ditakutin kalau ada razia selain si Altair. Mulutnya pedes, udah itu galak banget anjir. Biasanya juga dia jaga di barisan kelas 12, makanya pada kaget dia jaga disini. Belum la-"

"Upacara tuh tenang, bukan ngegosip."

Mulut Erik seketika bungkam, kembali berdiri tegap di barisannya. Ia melirik ke belakang, mendapati Alwan yang sudah menatapnya dengan tatapan tajam. Erik menarik senyum tipis, sebelum menatap ke depan. "Tuh kan. Jangan sampai berurusan sama dia deh."

Ochi menaikkan sebelas alisnya tak lagi angkat bicara. Dia mencibir pelan, menilai tingkah teman-temannya terlalu alay. Dia melirik ke belakang, mendapati cowok itu sedang mengisi sesuatu di kertas penilaian.

Cih, ngapain juga Ochi berurusan sama dia.

***

"Buset dah Wan. Berhenti dulu kenapa, makan dulu gitu."

Dua sahabat karib Alwan, sama-sama mengelus dada capek melihat Alwan yang kini larut membaca sesuatu di kertas yang baru saja diberikan pembinanya tadi. Bahkan mie kuah yang dipesan cowok jenius itu, sudah mengembang dan menyisakan sedikit kuah di sana.

Recallove [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang