Now Playing: Universe – EXO
***
"Not all the wishes comes true. But, even if i could turn back time. I'd still wish the same."
***
Alwan meletakkan ponselnya ke atas nakas, menghela napas berat setelah meyakinkan sang ibu untuk tidak pulang hanya karena ia sakit. Dia menatap langit-langit UKS dengan kepala yang berat, belum lagi napasnya yang terasa panas karena suhu badannya yang memang meningkat. Sebenarnya sakit tanpa dirawat oleh siapapun sudah menjadi hal biasa untuk Alwan semenjak ibunya mengambil alih perusahaan sang ayah.
Ia harus menyerah akan fakta kali ini. Dia terlalu memforsir dirinya habis-habisan, hingga jatuh sakit. Memforsir diri untuk belajar, bahkan mulai mempelajari sistematika perusahaan meski ibunya tak meminta. Umurnya sudah 17 tahun, dan dirinya yang dipublikasikan beberapa hari yang lalu menandakan kalau ia tak boleh bermain-main lagi. Walau faktanya, sejak awal dia tak pernah bersenang-senang menikmati masa mudanya sendiri.
Alwan hanya tak ingin, orang-orang menilai ia sebagai pewaris dengan kemampuan minim. Dia tak mau menjadi bumerang yang akan menjatuhkan bisnis ibunya hanya karena kurang kompeten. Itulah kenapa dia terus memantapkan diri, tak henti belajar seperti orang kesetanan agar tak ada seorang pun yang bisa melihat celanya dan memanfaatkan itu. Karena setelah ayahnya meninggal, dunianya sudah berpusat pada satu hal. Dan itu kebahagiaan sang ibu.
Bicara soal keluarga, Alwan terlalu malas untuk membahas latar belakang keluarga dari pihak sang ayah. Keluarga yang punya kuasa besar, namun tak punya empati. Bagaimana bisa di hari ayahnya meninggal, dan ia jatuh koma. Neneknya justru meminta semua kekayaan sang ayah untuk diserahkan padanya. Menolak mentah-mentah wasiat yang dituliskan sang ayah, kalau perusahaan yang masih amat kecil itu akan diwariskan pada ibunya hingga ia dianggap layak untuk memimpin.
Hari itu juga, pandangan Alwan mengenai keluarga berubah. Walaupun hanya berdua saja, karena ibunya hanyalah anak tunggal. Alwan percaya kalau keluarganya hanya cukup seperti ini. Tak perlu ada siapapun, karena mereka berjanji takkan mengecewakan sang ayah yang telah tiada untuk melanjutkan impiannya. Landasan yang membuat ia dan ibunya lebih kuat setelah kehilangan, hingga mempunyai kekuasaan sebesar ini.
"Sakit apa?"
Suara itu berhasil membuat Alwan terkesiap. Ia menoleh cepat, hampir saja melemparkan air gelasan yang belum ia buka di tangannya ke asal suara. Dia berdecak, mendapati Ochi yang mengintip melalui tirai yang membatasi bilik.
"Ngapain lo disini?" tanya Alwan cukup ketus, kembali memejamkan matanya yang terasa berat. Menyentuh pelan kain basah karena air hangat, yang digunakan Bu Dinar untuk menurunkan demamnya. Ia bisa merasakan tirainya disibak, bersamaan langkah Ochi yang terdengar mendekat.
Hening cukup lama, hingga Alwan dibuat penasaran sendiri. Kebingungan karena cewek yang ia tau amat sangat cerewet itu hanya diam saja. Dia hampir saja membuka matanya untuk melihat apa yang dilakukan Ochi, hingga sebuah tawa kecil terdengar mengalun dari gadis itu.
"Ternyata si nomor 1 DHS, bisa sakit juga." Ochi tertawa meledek, mengambil satu buah kue balok sebelum menutup kotak yang sedari tadi ia pegang.
Mata Alwan terbuka sempurna sekarang, ia menyingkirkan kain basah di dahinya sebelum merubah posisi menjadi duduk.Ikut duduk berhadapan dengan Ochi di kasur masing-masing. "Gue juga manusia, lupa?" gumam Alwan balik seraya menunjukkan ekspresi malasnya.
"Dengan lo selalu menang di tiap perlombaan aja, bikin gue ragu lo manusia. Kepintaran lo di luar nalar untuk orang Indonesia," balas Ochi santai setelah menelan kunyahannya tadi. "Mau kue nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Recallove [Tamat]
Ficțiune adolescențiAlwan Navindra, cowok perfeksionis dan berotak jenius. Kebanggaan Dream High School. Selalu menjadi orang pertama baik dalam prestasi ataupun sikap disiplinnya. Namun sayangnya, mulut pedasnya menjadi satu hal kekurangan yang membuat para perempuan...