Now Playing: Marion Jola - Rayu
***
"Jangan pernah berpikir inilah akhirnya. Bisa saja ini adalah akhir dari bagian awal."
***
Ochi bisa merasakan degup jantungnya terdengar begitu keras. Entah karena memang suaranya yang keras, atau karena sunyi senyap ketika pintu audisi tertutup. Di depannya ada 3 orang pria dan 1 wanita. Mereka semua berpakaian santai, namun tidak dengan ekspresi . Tak ada senyum ataupun tatapan hangat disana. Keempatnya sontak mendongakkan wajah dari kertas formulir di tangan ketika ia sudah berdiri di tanda silang berwarna putih.
"Bisa perkenalkan diri dahulu?" pinta pria yang duduk di ujung sebelah kanan. Wajahnya terlihat sekali seperti orang Indonesia, tidak seperti rekan-rekannya yang berparas khas asia timur.
"Selamat siang! Nama saya Orchidia Alena, umur 17 tahun." Ucapan Ochi lantang, begitu percaya diri. Ia sempat melihat kernyitan di dahi 3 juri lain, jadi ia buru-buru berucap kembali. "Good Afternoon, my name is Orchidia Alena. I'm17 years old."
"Before we start, can i know why you join this audition? Beside you get invitation from our company? (Sebelum kita mulai, bisakah saya tau kenapa kamu mengikuti audisi ini? Disamping kamu mendapat undangan dari perusahaan kami?)" tanya satu-satunya juri wanita dengan ekspresi penuh minat.
"Actually, i come here without any preparation. I join this audition, to increase my confidence about my dance. (Sebenarnya, saya datang kesini tanpa persiapan apapun. Saya ikut audisi ini, untuk meningkatkan percaya diri akan tarian saya.)" jawab Ochi tenang, menyadari ekspresi beberapa juri berubah drastis. Entah berubah menuju hal baik ataupun buruk.
"So that's mean, you will be fine even you fail? (Jadi itu artinya, kamu akan baik-baik saja meski gagal?)" Tatapan juri yang mengajukan pertanyaan terdengar angkuh. Sudut bibirnya semakin melengkung ke bawah, dan jelas itu bukan pertanda baik.
"No, i still want to pass this audition. (Tidak, saya tetap mau lolos audisi ini.)" Ochi menegakkan kepalanya, memberi senyum kecil yang terkesan ramah namun penuh keyakinan. Seolah memberi tunjuk kepada dewan juri, seberapa percaya dirinya ia saat ini. "Because i believe, you can't find other dancer like me. (Karena saya percaya, anda tidak bisa menemukan penari lain seperti saya.)"
Satu-satunya juri yang sedari tadi memilih bungkam, terlihat menarik sudut bibirnya sedikit ke atas. Membentuk sebuah senyuman, dan mulai bersandar pada kursi. Menunjukkan rasa tertarik akan peserta di depannya.
"Okay, we start."
Ketika musik diputar, Ochi meyakinkan dirinya sekali lagi. Ia harus menyelesaikan ini dengan sebaik-baiknya, untuk seseorang yang sedang menunggu di luar sana.
***
"Kak, seriusan deh ini Mama diserbu sama kolega bisnisnya."
Alwan terkekeh ketika Hanan menyerbunya dengan sederet keluhan ketika ia menelpon. Samar-samar ia bisa mendengar suara cempreng Tama yang sepertinya sedang menyanyi di atas panggung. Entah kebodohan apalagi yang dilakukan para sahabatnya saat ini.
"Ya kamu bantuin lah, bilang Kakak kecapekan atau apa gitu," balas Alwan begitu tenang, mengabaikan tatapan beberapa orang yang menatapnya aneh. Sedikit menyesali tidak memberi tau Hanan akan rencana dadakannya tadi. "Gue punya urusan lebih penting, daripada ketemu mereka."
"Yaampun pusing banget, ternyata kakak ku bucin." Di ujung sana Hanan mengejek, sudah mulai berani. Alwan tau betul kalau adiknya itu selama ini menunjukkan sisi lembutnya saja pada Alwan, berbanding terbalik dengan sepupunya yang sudah tau sisi 'setan' dari seorang Hanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Recallove [Tamat]
Ficção AdolescenteAlwan Navindra, cowok perfeksionis dan berotak jenius. Kebanggaan Dream High School. Selalu menjadi orang pertama baik dalam prestasi ataupun sikap disiplinnya. Namun sayangnya, mulut pedasnya menjadi satu hal kekurangan yang membuat para perempuan...