3. Rapat

1.9K 279 21
                                    

Note: Setiap dialog yang menggunakan bahasa daerah akan langsung aku kasih translate di bawahnya.

Banyak terdapat kata-kata kasar.

***

"Pulang sama Echan?" tanya Adel pada Gladys, setengah berteriak karena jarak mereka yang cukup jauh. Adel masih duduk di bangkunya, dan Gladys sudah berjalan mengambil helmnya.

"Heem. Duluan, Del!" Gladys segera melangkahkan kakinya menuju pintu kelas, setelah menyempatkan diri mematut diri sebentar pada cermin kelas.

"Dys."

Gladys menoleh. Berjengit kaget ketika mendapati Farel berdiri sendirian di depan kelasnya.

"Pulangnya sama aku, Dys. Chandra ada halangan, katanya."

"Halangan apaan?!" Perempuan itu segera mengeluarkan ponsel dari kantong rok seragamnya. Mengetikan sesuatu, kemudian mengarahkan ponsel itu ke telinganya.

"Heh!" Kata pertama yang keluar dari mulut Gladys ketika seseorang di sebrang sana telah mengangkat panggilannya.

"Apa?!"

"Halangan apaan?!"

"Motor nih gak bisa keluar!"

"Sengaja kan?!"

Tut...

Panggilan diputuskan sepihak oleh Chandra.

Gladys mendengus kesal. Diliriknya lelaki yang sedari tadi masih menunggu, dan juga memandanginya. "Yaudah. Ayo, Rel," ucapnya pasrah pada akhirnya.

Berjalan mengikuti Farel menuju motor yang lelaki itu parkirkan di parkiran lantai satu tetapi yang berada di belakang sekolah, Gladys jadi teringat perdebatannya tentang parkiran dengan Chandra tadi pagi.

"Chandra tuh udah aku kasih tau, parkir di atas suka susah keluarnya, tapi ngotot," dumel Gladys tiba-tiba.

Farel menengok. Sempat sedikit kaget karena Gladys yang akhirnya mengeluarkan suara, setelah akhir-akhir ini perempuan itu tampak terlihat kikuk apabila berada di sekitarannya.

"Parkir di atas lebih enak sebenernya, Dys, bener kok Chandra," sahut Farel.

"Masa?"

"Cuman di atas suka telat dikit dibukain gerbangnya. Aku juga kadang suka markir di atas."

"Kok sekarang di bawah?"

"Biar bisa nganterin kamu pulang."

Gladys langsung merapatkan kedua bibirnya. Kembali memfokuskan diri untuk berjalan mengikuti Farel. Mengalihkan pandangannya asal, ke mana pun asalkan tidak mengarah pada lelaki itu.

"Parkir di bawah enakan di belakang, ya, Rel?" Gladys mencoba membuka obrolan lagi, walau masih membahas masalah parkiran yang rasanya sudah basi.

Begitu lebih baik, dibanding diam-diaman seperti tadi, pikirnya.

"Iya. Kalo yang depan susah ngeluarinnya, susunan motornya mepet banget! Kadang, juga ada yang ngehalangin jalan," jawab Farel tampak bersemangat, dengan nada yang menunjukan kekesalan.

Sepertinya lelaki itu teringat akan kejadian-kejadian ketika motornya terjebak karena ulah beberapa motor yang menghalanginya untuk keluar.

"Eh, iya, bener! Temen aku, si Oca, biasanya suka parkir di sana, kadang kalo mau berangkat les jadi telat," sahut Gladys dengan nada tidak kalah kesal, teringat ia juga sering terjebak bersama Oca di sana.

"Bilangin, parkir di belakang aja, kata Farel," ujar Farel disusul kekehannya.

Gladys kembali diam, bingung harus menyahut apa lagi. Ia masih belum terbiasa dengan obrolan-obrolan bersama Farel seperti ini. Biasanya kalau ia ikut nongkrong bersama Chandra, yang mana pasti terdapat Farel di sana, ia dan Farel hampir tidak pernah benar-benar berbicara berdua. Hanya sesekali saling sahut-sahutan, itu pun hanya obrolan lewat. Tidak pernah yang seperti ini.

Clouds and SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang