00.07

139 16 0
                                    

Key menatap rumahnya dengan hampa setelah tadi ia membolos dan pulang ke rumah.

Dulu, rumah ini adalah syurga dunia baginya. Semua terlihat baik-baik saja kala itu. Key punya segalanya, Key bahagia.

Tapi sayang, itu dulu, sebelum Papa dan Mamanya bercerai.

“Arrrgghhh!” erangnya tertahan, mengacak rambut frustasi. Dia berlari ke kamar, melempar tas begitu saja ke ranjang.

Ia bersiap pergi tapi melihat dompetnya yang kosong membuatnya melempar dompet ke lantai dengan bibir mengerucut sebal. Ia beranjak, mengambil tas selempang dan memasukkan ponselnya.

Gadis itu melangkah, memasuki kamar Mamanya. Di sana ia melihat sebuah jam tangan emas dan memasukkannya dalam tas.

Tangannya kini membuka laci, menemukan kartu kredit di sana.

Tapi pandangannya terpaku pada sebuah surat di bawah karti kredit tadi.

Undangan Pertunangan? Batinnya.

Dahinya mengernyit, mengambil surat itu dan segera membacanya.

Matanya berubah merah padam, nafasnya memburu. “Arrrggghhh!” teriaknya frustasi lalu memporak-porandakan semua yang ada di meja rias sang Mama.

Dia keluar dengan surat undangan di tangannya, ia menelusuri rumah. Rupanya sang Mama belum pulang.

Gadis itu lantas duduk di kursi dengan wajah datar dan pandangan kosong namun tersirat kemarahan begitu besar.

Ponselnya bergetar membuatnya melirik. Sang Papa rupanya tidak capek menghubunginya. Dengan malas, gadis itu memutuskan sambungan telepon.

“Ada apa?” tanya Linda ketika mendapati sang putri duduk menunggunya dengan raut wajah yang menahan amarah.

Key melempar undangan itu ke meja membuat wajah Linda seketika memucat.

“Apa ini?” tanya Key dingin.

“Key...”

“Kapan mama akan kasih tahu Key!?” teriaknya.

“Mama akan kasih tahu kamu besok,” jawab Linda begetar.

“Undangan itu dikirim seminggu yang lalu. Dan Mama berniat ngasih tahu Key besok!?” teriaknya lagi. Key bertepuk tangan. “Wow hebat sekali, Nyonya. Saya tidak menyangka, anda setega itu. Hebat sekali,” katanya dengan senyum sinis.

Key beranjak begitu saja meninggalkan Linda yang terus meneriaki namanya menyuruhnya berhenti. Linda tak mampu berbuat apa pun. Tubuhnya ia dudukkan di kursi dengan lemah.

“Key benci mama! Key benciiiii!!!” teriaknya sepanjang perjalanan.

Langkah kakinya memasuki sebuah kelab. “Bawain semua yang ada di menu ini,” perintah Key ketika pelayan datang.

Pelayan itu terkejut. “Semuanya?” tanyanya ragu.

Key melirik. “Lo tuli?”

Pelayan itu menggeleng, meninggalkan Key untuk menyajikan pesanan.

Key mengeluarkan sebungkus rokok dan pematik api. Dinyalakan rokok lalu dengan santai menghisapnya. Ia memejamkan mata, mencoba melupakan semuanya. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Ingatan-ingatan itu hanya membuatnya mengepalkan tangan dan mengeram pelan.

Ia membuka mata, melihat berbagai makanan dan minuman sudah tersaji di depannya.

Gadis itu beranjak, menuju meja kasir. Dia mengeluarkan kartu kredit Mamanya.

Saat penjaga kasir memberinya bon, ia tak kesulitan menirukan tanda tangan Mamanya. Key tak merasa bersalah ketika meninggalkan makanan yang ia pesan tanpa di sentuh olehnya.

11.11 (Sebelas kembar) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang