00.12

102 14 0
                                    

Ini adalah rekor baru. Gadis itu bisa bertahan di sekolah ini selama tiga minggu. Kemajuan yang bagus. Pak Ruhul juga Linda tak menyangka, gadis itu mulai rajin, walau secara penampilan, belum ada yang berubah. Tapi itu tidak masalah, lambat laun dia pasti bisa merubahnya.

“Lo kenapa sedih gitu?” tanya Key ketika melihat Allan duduk termenung. Gadis itu menghampiri Allan di kelasnya ketika istirahat pertama.

“Ada yang enggak beres?” tanya gadis itu lagi setelah sedari tadi tak mendapat jawaban. Ia jadi melihat sekeliling, jangan-jangan ada yang membuat Allan seperti ini, jika benar, Key akan menghajarnya.

Allan menghela napas, menoleh, menatap gadis itu. “Gue berantem sama papa tadi pagi,” kata Allan mulai bercerita.

“Kenapa?” tanya Key. Ia jadi menghadap Allan sepenuhnya, menunggu cowok itu untuk terbuka padanya.

“Papa nyuruh gue jalani pemeriksaan lagi nanti sepulang sekolah. Tapi gue nolak, gue udah enggak mau lagi kaya gitu.”

Key tersentak. “Bukannya lo mau sembuh?” tanyanya kini dengan nada lembut.

“Tapi gue harus pemeriksaan seumur hidup gue. Itu semua pun enggak ada kemajuan. Rasanya sia-sia dan buang-buang tenaga,” jawabnya tak bersemangat.

Hati Key berdesir, seperti perasaan sedih atas menyerahnya Allan. Gadis itu ingin melihat Allan sembuh, agar mereka bisa bersama-sama seperti ini. “Jadi ... lo nyerah?”

Ruangan itu lengang sejenak. Hanya ada beberapa orang saja di kelas Allan, itu pun sibuk dengan laptop sedang menonton film.

“Gue capek, Key.” Allan termenung sejenak. “Gue capek pura-pura kuat kaya gini.”

Baru kali ini Key melihat Allan tak bersemangat. Cowok itu selalu ceria, terlihat baik-baik saja. Kemana Allan yang biasanya akan mengejek dan cerewet pada Key?

“Allan ...,” kata Key pelan. “Gue enggak tahu apa yang lo rasain saat ini, gue juga enggak tau seberapa capeknya lo ngejalani pemeriksaan ini. Tapi, apa lo enggak ada keinginan buat sembuh?”

“Siapa sih orang yang enggak mau hidup normal? Bisa lakuin apa aja yang mereka pengen, bisa bebas kemana aja. Tapi gue enggak mau ngejalani pemeriksaan yang enggak ada habis-habisnya,” kekeuhnya masih tak mau.

“Apa lo enggak kasihan sama papa mama, lo? Mereka pasti juga sedih liat lo kaya gini.” Perlahan tapi pasti, Key akan membujuk cowok itu. “Seenggaknya jangan bikin mereka sedih. Mereka naruh harapan kalau lo pasti bisa bertahan,” lanjutnya.

“Ada saatnya gue capek, Key. Kali ini gue bener-bener nyerah, gue enggak bisa lagi.” Jawabannya masih sama.

Key jadi sedih, rasanya tak rela jika Allan menyerah begitu saja. Memang, awalnya ia tidak suka dengan cowok tengil ini. Tapi kali ini rasanya berbeda, ia benar-benar tidak sanggup membayangkan sesuatu hal buruk terjadi pada Allan.

“Jadi ... lo enggak mau periksa lagi nanti siang.”

Allan menggeleng lemah.

“Ck ck ck, sayang sekali,” kata Key seolah menyayangkan sesuatu membuat Allan menoleh.

“Kenapa?”

“Tadinya gue mau nemenin lo periksa,” kata gadis itu sontak membuat Allan tersenyum.

***

Sepulang sekolah sesuai janjinya, Key menemani Allan ke rumah sakit.

Selama di perjalanan, Allan dan Key banyak bercerita. Allan terbahak ketika dulu Key mengerjai guru BK di sekolah lamanya. Tentang Key yang membawa kantung kresek berisi kecoa lalu menaruhnya di meja BK ketika guru BK menghukumnya.

11.11 (Sebelas kembar) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang