Tamu undangan sudah membubarkan diri sejak tiga puluh menit yang lalu, namun Key masih disana. Tadi Allan berjanji mengajak Key keliling, melihat rumah besar milik keluarga Allan.
“Jadi, rumah ini peninggalan kakek buyut lo? Bagus juga ya,” tanya Key manggut-manggut setelah mereka menyelesaikan tour keliling.
“Ya begitulah. Tapi ini udah beberapa kali di renovasi, kaya perluasan taman, perluasan area belakang rumah buat gazebo, penataan ruang juga, sih.”
Key berseru kagum dalam hati. Ia melihat jam di tangannya. “Udah larut, 'ntar kalau gue berubah disini bahaya, nih!” celetuk Key asal.
“Gue anter, ya?” tawar Allan.
“Udah malem, lo istirahat aja, deh. Gue bisa minta sopir buat jemput, kok,” tolak Key sehalus mungkin. Ia tidak mau melihat Allan kelelahan karena pesta tadi.
“Enggak pa-pa, gue anter ya. Gue mau pastiin lo sampe rumah dengan aman,” pintanya, mengerling berharap.
Key bingung, ia benar-benar tidak ingin merepotkan atau lebih tepatnya tidak ingin membuat Allan lelah. Ia takut jika kesehatan Allan menurun.
Kebetulan Papa dan Mama Allan hendak turun. Kening mereka berkerut melihat dua remaja itu masih berdiri di sana.
“Pa, Allan mau nganterin Key, ya?” pinta Allan.
“Eh, enggak usah,” tolak Key, mengibaskan tangannya.
“Tapi ...”
“Please, Ma. Allan mau anterin Key.” Potongnya ketika Mama akan menyela, menolak permintaannya.
Mama Allan menatap suaminya. Papa Allan mengangguk. “Hati-hati, ya. Jangan sampai kelelahan, ya, Nak,” ucap Mama dengan nada berat.
Mata Allan berbinar. “Iya, Ma,” jawabnya.
Mereka berdua berpamitan.
Selama perjalanan, tidak ada yang membuka suara. Entah karena canggung ada Pak An yang menyetir mobil atau mereka berdua memang lelah.Sesekali Pak An melirik mereka berdua dari kaca depan. Mereka berdua saling menatap ke arah luar melalui jendela yang setengah terbuka. Benar-benar hening. Hanya terdengar suara ban yang bergesekan dengan aspal.
Sesampainya di rumah, Key buru-buru keluar dari mobil Allan. Ia malu mengenakan sandal berbulu dari Allan tadi. Rupanya Allan benar-benar tidak memberikannya sandal ganti yang lebih bagus dari itu.
“Eum, Thanks, ya, udah anterin gue pulang,” ucap Key tulus dengan seulas senyum kecilnya.
Allan juga tersenyum, tapi lebih lebar. “Sama-sama. Thanks juga udah mau datang ke ultah gue.”
Key mengangguk. Dia jadi berpamitan singkat dengan Pak An juga dengan Allan. Tangannya membuka gerbang, mendorong gerbang pelan sampai Allan memanggil namanya. Dia jadi berhenti, menoleh begitu saja. “Ada apa?”
“Sepatu lo ketinggalan,” ucap cowok itu menenteng heels milik Key yang tadi di pakai.
Key jadi memandangi kakinya kembali, melepas sandal milik Allan. “Gue lupa. Nih sandal ajaib lo.”
“Pake aja enggak pa-pa, gue ikhlas.”
“Yeee, guenya yang enggak mau,” ucapnya mengembalikan sandal.
“Good night, Key. Have a nice dream.”
“Night too.”
Allan benar-benar pergi ketika Key sudah masuk ke dalam rumah. Sepanjang jalan ia tak hentinya tersenyum, bahkan tertawa membuat Pak An bingung.

KAMU SEDANG MEMBACA
11.11 (Sebelas kembar) [End]
JugendliteraturPart lengkap *** "Emang kenapa sama jam sebelas kembar?" "Katanya bisa kabulin permohonan. Lo nggak tahu?" "Nggak. Nggak suka percaya gituan." Keysha Aileen adalah seorang gadis urakan. Dia tidak peduli dengan apa pun semenjak papa nya pergi meningg...