00.04

173 16 7
                                        

Key perlahan membuka matanya yang terasa berat setelah menangis semalaman. Gadis itu melirik jam di nakas samping tempat tidur.

Pukul sembilan kurang lima belas menit.

Sekolah sudah mulai beberapa jam yang lalu.

Key bangkit dari tempat tidur, mengucek matanya sesaat kemudian meraih handuk.

Tak butuh waktu lama bagi gadis itu mandi.

Di pakainya seragam sekolah dengan model sama. Baju dikeluarkan dan dasi yang hanya tersampir di lehernya. Rambut hitam-merahnya di biarkan tergerai begitu saja dengan dua jepit rambut lidi di pasang di sisi kanan.

Ia meraih tas lalu bergegas ke sekolah.

Sesampainya di depan gerbang, rupanya gerbang sudah di tutup. Ia menggoyangkan gerbang dengan keras. Tapi tetap saja gerbang itu tidak mau terbuka dengan sendirinya atau pun roboh.

Key jadi mencak-mencak tak jelas, melemparkan sumpah serapah pada gerbang itu yang tak mau terbuka.

Jika di panjat, gerbang ini tinggi dan juga besar. Terlalu sulit untuk Key.

Dua tangannya di pinggang, menoleh kanan kiri. Sesekali ia menggigiti kukunya sambil berpikir bagaimana membuka gerbang tanpa ketahuan?

Dia tidak memiliki bakat mencuri atau membobol gembok, jadi sia-sia saja jika dia mencoba memakai jepit rambut. Tidak akan berhasil.

Tapi gadis itu tak kehabisan akal. Ia baru sadar ada sebuah pohon di dekat dinding. Ia berjalan ke trotoar di sebelah kanan gerbang sekitar lima meter.

Key rasa cukup sulit, tapi setidaknya di coba saja dulu.

Dengan hati-hati, Key memanjat pohon yang tak terlalu tinggi agar bisa melompat pagar. Dengan susah payah serta semangat empat lima, ia berhasil melompat ke pagar.

Setelahnya gadis itu duduk sebentar di pembatas tembok yang kemudian melompat.

Setelah kakinya turun, seorang pria paruh baya dengan seragam satpam menghampiri Key.
“Selamat pagi,” sapanya tersenyum.

Key terdiam, ia perlahan berbalik dengan kaku. Ia menggigit lidahnya sesaat.

“Apa kamu gak tau, kalau gerbang sudah di tutup siswa-siswi dilarang masuk tanpa persetujuan guru?” tanya satpam itu ramah.

“Saya tau kok,” sahut Key. “Pertama-tama Bapak akan menanyakan nama saya, kemudian bapak melaporkan pada guru piket hari ini dan guru piket lah yang menentukan hukuman untuk saya,” jelasnya sembari memainkan tangannya, tersenyum menikmati setiap penjelasan dirinya.

Pak satpam mengernyit, menatap lekat gadis itu. “Sebentar,” katanya teringat wajah familiar gadis itu. “Kamu murid baru itu, kan?” tanyanya.

Key mengangguk tenang. “Gini aja, Pak. Untuk hari ini bebaskan saya, bapak pura-pura tidak tau tentang kejadian ini. Sebenarnya saya sih gak masalah kalau di hukum, tapi karena perut saya sudah lapar jadi saya gak mau basa-basi lagi,” katanya membujuk Pak satpam.

“Baiklah,” ujarnya pasrah. “Kali ini bapak memaafkan kesalahan kamu. Tapi ingat, jika di ulang lagi kamu gak bisa mengelak,” peringat Pak satpam menunjuk kecil wajah Key.

Key tersenyum penuh arti. “Saya jamin, kejadian ini akan terulang dan bapak boleh melaporkan saya. Saya sama sekali tidak keberatan,” katanya sebelum beranjak meninggalkan Pak satpam yang melongo.

“Ada-ada saja anak ini. Perempuan kok bandel,” gumamnya menggelengkan kepala merasa frustasi sekaligus takjub. Baru kali ini ada murid seperti Key yang ia temui di sekolah sebagus ini.

11.11 (Sebelas kembar) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang