Nadien menggendong tasnya dan keluar kelas menuju parkiran. Pikirannya masih terngiang dengan kata kata Kevin siang tadi.
Berulang kali Nadien memutar kalimat itu di kepalanya. Rasanya memang benar apa yang di katakan Kevin tadi. Tapi bukankah bagus jika Nadien berubah dari sikapnya yang beku.
"Din." Sapa Alif dengan senyuman manisnya
"Eh ngapain?."
"Jemput kamu."
Perempuan yang sedang bimbang itu hanya mengangguk dan menaiki motor Alif. Suasana kota yang hari itu cukup tenang. Tak membuat pikiran Nadien tenang.
"Tumben diem." Kata Alif saat menyadari bahwa Nadien tak seperti biasanya.
"Din denger gue gak." Ucap Alif karena tak ada jawaban
"Iya bang denger kok."
"Jawab dong masak diem mulu."
"Gapapa."
"Ih kok sekarang cuek gini sih."
"Engga kok bang. Cuma lagi gak mood aja."
"PMS nih?."
"Hem."
Motor Alif berhenti tepat di depan gerbang rumah Nadien. Nadien turun dari motor dan memberi senyuman kecil untuk Alif dan Alif membalasnya dengan senyuman yang lebih.
"Et bentar bentar. Aku mau tanya sesuatu." Ucap Alif membuat langkahnya terhenti
"Apa?."
"Sheva kan?."
"Sheva apa?."
"Ya udah lah ga usah di jelasin aku juga ngerti kok."
"Ya udah bang aku masuk ya."
Alif tau dari Rico dan Donny tentang perdebatan antara Sheva dan Nadien. Sekarang waktunya untuk Alif menyelesaikan semuanya.
"Don !."
"Paan?."
"Sheva masih di sekolah?."
"Iya nih lagi makan di kantin."
"Oke thanks."
"Yoi cuy."
Motor Alife benar benar melaju sangat cepat. Ingin segera menghajar nenek lampir itu. Rasanya Alif sudah kehilangan kendali kali ini. Kesabaran Alif telah hilang entah kemana.
Setelah beberapa menit akhirnya Alif sampai di sekolahnya itu. Ia langsung berlari menuju kantin.
Mata Alif menyorot Sheva yang sedang menikmati bakso dan lemon teanya. Tanpa pikir panjang, Alif menghampiri Sheva dan mengambil mangkung berisi kuah bakso panas itu lalu melemparnya asal. Emosi Alif semakin memuncak kepada orang gila di depannya itu.
"Kenapa lif?." Tanya Sheva sedikit panik.
"Sekali lagi lo gangguin Nadien ! Gue gak segan segan buat hancurin elu !."
"Gu...e.. ga.." Jawab Sheva sedikit tersendat lali dipotong oleh Alif
"Cuih, gak usah bicara lagi. Mulut lo itu udah gak berguna buat gue." Mata Alif benar benar menyeramkan
"Li-ii..f.. gue... m...in..ta.. maa..af..!" Dengan memberanikan diri, Sheva mengeluarkan suaranya walaupun sedikit serak
"Ga perlu ! Gue gak butuh !." Lagi lagi Alif menatap tajam wanita itu
"Dengerin baik baik ! Jangan ganggu Nadien lagi atau..."
"Apa apaan sih lif. Gak seharusnya lo kasar sama Sheva kek gitu. Dia juga punya hati."
"Vin lo apaan sih !" Kali ini mata Alif menatap tajam Kevin dan membuat mulut Kevin bungkam seketika.
"Lo denger kan apa yang gue omongin tadi ! Camkan baik baik." Lanjut Alif kembali menatap Sheva yang sedang tertunduk.
---------
Sore itu Nadien memutuskan untuk pergi ke makam abangnya. Ia ingin mengenang kembali semua kisah kisahnya. Serta menunjukkan bagaimana dia sekarang, bagaimana senyumnya sekarang dan bagaimana dirinya yang abangnya harapkan.
"Nadien rindu banget sama abang. Liat deh Nadien sekarang udah sering senyum." Ucap Nadien di sebelah kuburan Daniel.
Air mata Nadien telah membasahi pipinya. Gemetar suara tangis Nadien juga cukup keras mampu membuat gema di sekeliling makam. Mungkin karna kerinduan pada abangnya sudah mulai perlahan menyakitinya.
Ingin rasanya menunjukkan sebuah perubahan besar pada abangnya yang telah lama tiada itu. Mungkin Nadien hanya belum terbiasa dengan ketiadaan yang tiba tiba.
Berkali kali ia di uji dengan sebuah kematian dan membuat hatinya sesak.
"Kak Nadien." Sapa seseorang di belakangnya. Dia Bresy yang baru saja datang karna ada acara di sekolah.
Nadien menghapus air matanya lalu tersenyum sempurna ke arah Bresy yang sedang berdiri sambil membawa kue bernuansa cokelat lengkap dengan angka 18 ditambah tulisan "Happy Birthday Daniel Tris Soekarno"
Tangis Nadien kembali pecah detik itu juga. Begitu juga dengan Bresy yang tak sanggup lagi menahan bendungan air mata yang siap meluncur itu.
"Happy birthday to you. Happy birthday to you.. happy birthday happy birthday.. happy birthday bang Daniel." Bresy menyayi sambil sesegukan.
Nadien dan Bresy meniup lilinnya lalu saling berpelukan.
Mungkin sekarang Daniel sedang tersenyum sambil bersorak haru disana. Mendengar kedua adik tercintanya sedang bersorak atas hari kelahirannya.
"Happy birthday abang.. abang bahagia ya disana. Bresy kangeeen banget sama bang niel. Walaupun ngeselin tapi tetep aja abang tu ganteng.. hehe." Bresy tersenyum lugu dengan air mata yang masih belum berhenti.
Sedangkan Nadien, sibuk dengan air matanya yang terus mengalir membasahi pipinya. Air matanya sudah seperti air terjun. Sampai ia tak mampu mengatakan apapun. Biarkan semesta yang mengirim semua pesan di hatinya untuk Daniel.
Ia benar benar tak sanggup.
Sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadien [Completed]
Teen FictionSebuah cerita mengenai berubahnya sifat seseorang karena sebuah konflik masa lalu. Konflik yang melibatkan sebuah hal di kehidupannya sekarang ini. Misteri dari kehidupan wanita dengan dendamnya. Entah akan ia balaskan atau akan terus dipendam dan...