27

793 88 5
                                    

"Kamu pacaran s-sama Min seonssaengnim?"
Sakura menatapku tidak percaya. Tapi dia kelihatan senang sekali.

"Uhm. Iya. Kemarin. Baru kemarin." Jawabku sambil menggaruk telingaku.

"ASTAGA ASTAGA ASTAGA. Aku- chukkae! selamat! Banget! Aku bangga padamu Yewonie. Menyenangkan sekali! Kamu bahkan belum bilang kalau kamu menyukainya tapi kamu langsung bilang kalau kalian jadian! Apa ada yang lebih baik dari itu? Sini, sini! Peluk dulu peluk!" Sakura memelukku hingga aku kehabisan nafas. Aku kesusahan untuk melepaskan pelukan kami.

"B-baiklah, tapi lepasin dulu-" mendengarku Sakura langsung melepaskan pelukannya.

"Maaf, kelewat seneng! Tapi kenapa kamu agak sedih Yewonie? Bukannya ini berita baik? Senyum lah! Ini mimpi yang menjadi kenyataan kan?" Tanya Sakura.

Aku mengangguk lalu menjawab, "Ada hal lain yang membuatku kesal. Sangat kesal."

"Apa?"

"Appaku menyuruhku masuk kuliah kedokteran. Aku nggak mau. Lalu ketika ia tahu bahwa Min seonssaengnim S1 kedokteran ia langsung menyuruhnya mengajariku."

"Dia apa? S1 kedokteran? Tapi kan dia guru sejarah?"

"Lintas minat. Katanya dia lebih suka sejarah meski memiliki potensi menjadi dokter."

"Lalu?"

"Ya, dia mengiyakan tanpa bertanya padaku."

"Kamu yakin? Memangnya yang dia bilangnya gimana?"

"Aku akan mengajarimu kalau kamu mau."

Sakura menyadarkanku.
Astaga-
Aku baru inget kalau dia bilangnya gitu.
Bukan sepenuhnya mengiyakan appa.
Tapi dia meminta pendapatku.

"Kamu... marah?"

Sialan aku pake marah kemarin!
Aduh.
Bisakah kita menyelesaikan masalah kedokteran ini dulu?
Aku capek.
.
.
.
"Kamu nungguin aku? Kenapa belum pulang?" Tanya Yoongi yang agak terkejut ketika melihatku masih di sekolah jam 4 sore.

Aku mengangguk.
"Aku mau ngomong."

Ia menatapku bingung dan menunggu lanjutan ucapanku.

"Aku nggak mau masuk jurusan kedokteran."

Ia tidak langsung merespons. Ia terdiam dulu.

"Ayo kita bicarakan di jalan pulang-"

"Aku mohon, aku nggak mau masuk kesana."
Yoongi menghela nafas mendengarku.

"Baiklah, kalau kamu maksa ngobrol disini. Kenapa kamu nggak mau kesana? Kamu pintar, pasti mudah untuk diterima disana."

"Aku punya mimpi, kenapa aku nggak boleh meraihnya?!" Aku mulai ngegas. Mungkin air mataku sudah mau keluar.

"Jiya-"

"Dia maksa aku sama Aera masuk kuliah kedokteran meski kami berdua nggak mau. Aku mohon Min Yoongi, aku nggak bisa masuk kesana, aku nggak akan bisa menikmatinya." Dan air mataku benar-benar keluar dengan deras.

Yoongi mulai tak tahan melihatku menangis, ia langsung menarikku ke dalam ruang kelas terdekat. Untung hari itu sekolah sudah sangat kosong. Memang hanya tersisa kami berdua dan satpam.

Ia menghapus kedua air mataku dan memelukku singkat.
"Dengar Umji-ya, aku mau kamu melawan dulu ego mu untuk kali ini. Biarin aku ajarin kamu ilmu kedokteran sekali dan aku bakal ngasih tau kamu kedepannya harus gimana.
Kalau kamu cocok, kamu harus bisa pertimbangin lagi, ya?"
Aku terdiam mendengarnya.
Mungkin lebih tepatnya cemberut.

"...Baiklah. Tapi hanya sekali."

Yoongi tersenyum lebar kemudian mengangguk.

"Kita mulai besok aja ya, sekarang udah sore. Kasian kamu capek." Ia mengacak rambutku gemas. Sementara aku merengek.

"Jadi ini alesan kamu marah kemarin? Lucu banget sih." Ia memainkan kedua pipiku dengan satu tangannya.
"Apaansih." Aku menghentikan aktivitasnya.

"Dia ayahmu lho, jangan lupa. Meski kamu marah, tetep hargai dia ya. Jangan marah ke aku tanpa alasan yang jelas juga, aku nggak mau bikin kamu marah. Jadian baru kemarin lho, masa kamu udah marah lagi sama aku."

"Terserah aku dong."

"Jangan nyebelin dong Ji."

"Nyebelin juga seonssaengnim tetep suka." Aku menjulurkan lidahku dan membuat Yoongi menganga.
"Aku nggak pernah menyangka kamu bakal bilang kayak gitu, Umji-ya, ternyata diem-diem kamu kepedean ya?" Aku cengengesan mendengarnya.

"Oh iya, bukannya kita bikin peraturan ya?" Kataku ketika Yoongi dengan asyik memainkan tanganku. Dengan sekejap ia langsung melepas pegangannya dan pura-pura tak mendengar.
Aku berdeham untuk menyadarkannya.

"Oh ayolah Jiya, udah nggak ada orang, aku rasa nggak masalah." Ucapnya.

"Aku nggak mau dikeluarkan karena mu ya, seonssaengnim, sampai bertemu besok!" Pamitku pergi dan menutup pintu kelas.

Dari dalam terdengar Yoongi yang berteriak mengajakku pulang bersama tapi tak kuhiraukan.

1 km dari sekolah aku kira dia menyerah mengejarku tapi ternyata tidak.
Aku mendengar langkah kaki nya yang berlarian mengejarku.
Aku menengok ke belakang dan mendapatinya yang kecapean.

"Tunggu- astaga Jiya." Aku tertawa melihatnya yang rusuh.

"Udah capenya?" Tanyaku ketika ia mulai stabil.

Ia mengangguk dan langsung mengambil tanganku ke dalam genggamannya.

"Ayo, pulang, Umji-ya."

She loves to imagine
With Stars by her side
She glads to meet you.
Thanks for reading 🥰

Quiescent ✔️ •Umga//sumji• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang