Masa lalu itu selalu menghantuiku, bahkan bisa di katakan terkadang mencekikku di saat itu pula.
Gelap, itu yang Olivia lihat saat ini. Matanya kini terbuka lebar tapi satu sinar pun tak ada yang nampak sama sekali. Ia linglung, kenapa dia ada di sini? Apa yang telah terjadi sebenarnya? Perlahan kakinya melangkah menyusuri tempat ini.
Anehnya, ia berjalan tanpa alas kaki di atas ubin yang tak nampak warnanya pun yang memberi hawa dingin saat itu. Langkahnya tetap berpacu, hingga retina Olivia kini menangkap sinar temaram tak jauh di hadapannya.
Jalan keluarkah?
Perlahan tapi pasti, langkahnya menggiringnya menuju sinar temaram hadapannya. Di ikuti feeling yang pikirnya tak mungkin membuatnya tersesat. Tak lama setelahnya, akhirnya ia di hadapkan dengan pintu berdaun 2 yang terbuka lebar. Samar-samar sinar temaram itu masih berada 5 langkah dari hadapannya. Kembali ia yakinkan hatinya, ia melangkah masuk lalu mulailah terdengar beberapa riak air memecah keheningan.
"Ayah janji kan ulang tahun ini, ngajak aku liburan?" suara riang yang bisa di perkirakan adalah suara anak perempuan usia 8 tahun. Suara menggemaskan itu bersamaan dengan siluet yang di lihat Olivia di hadapannya.
Tapi, siluet di hadapannya ini seolah berupa klise masa lalu. Olivia merasakan tubuhnya kaku, tersentak dengan apa yang di lihatnya. Seolah tayangan ulang dari masa lalu seseorang yang di kenalnya.
Gelap kembali. Olivia celingak-celinguk kembali mencari cahaya itu. Tapi beberapa detik kemudian klise itu kembali dengan adegan yang berbeda.
"Aku lebih pandai kan yah? Di banding Olivia?" ucap seorang anak gadis berusia 12 tahun yang sama seperti klise pertama. Bedanya kini dia sudah berusia 12 tahun. Olivia tahu itu siapa, tapi pertanyaannya apa tujuan masa lalu ini di tayangkan di hadapannya?
Mata Olivia memanas, dadanya bergemuruh tak karuan. Apa sebenarnya ini? Gelap lagi. Olivia menjambak rambutnya frustasi. Ia tak tahan, cukup! Dia tidak mau lagi melihat klise masa lalu itu.
Kembali, klise adegan berikutnya kembali tertayang. Namun kali ini berbeda. Klise itu menjelma seolah saat itu kini terjadi sekarang. Seorang anak gadis terbujur lemah di atas aspal dengan kepala yang bersimbah darah. Kerumunan mulai mengkerubungi si gadis itu.
"Bertahan nak!" terdengar nada kecemasan di ucapam lelaki paruh baya yang kini menangis memangku kepala gadis bersimbah darah itu.
"A-ku sa-yang sa-ma A-yah. Li-bu-ran ki-ta ter-tun-da, ta-pi gak apa-apa. Aku ma-afin A-yah!" ujar anak gadis berusia 15 tahun itu terbata-bata dan menghembuskan nafas terakhirnya. Seorang anak gadis yang kini berdiri di samping lelaki paruh baya itu menangis sejadi-jadinya.
Mata Olivia memanas, dadanya sesak. Ia tak tahan.
"CUKUP, BERHENTI! JANGAN TAYANGIN APA PUN LAGI!" histeris Olivia yang kini mermas dada kirinya yang sesak. Perlahan cairan bening hangat itu meluruh membasahi pipinya. Klise itu hilang kembali dengan ruangan gelap dan hampa tadi.
Olivia terduduk ia menangis, sayangnya suara tangisnya tak terdengar. Seolah pita suaranya tak berfungsi. Tapi ia tak perduli, ia masih meremas dada kirinya yang kian menyesak seiring dengan tangisannya.
Cetek!
Bunyi tersebut bersamaan dengan sorot lampu jauh di atas kepala Olivia. Lampu itu hanya menyorot dirinya, Olivia mendongakkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLIVIA (Selesai)
JugendliteraturCOMPLETED, SUDAH DI REVISI Di sini bukan hanya kisah Olivia yang di rangkai. Kisah orang terdekat Olivia juga yakni ; teman, sahabat, saudara, keluarga, bahkan cinta pertama. Ini kisah Olivia dan orang terdekatnya. Memperjuangkan cinta mereka serta...