Kelas XI IPS 1 SMA Pembangunan sudah ramai di hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang. Milo -cowok tinggi pengoleksi hadiah paket Happy Meals melangkah memasuki kelas dengan santai, membenarkan posisi airpodsnya sembari mengamati siapa saja teman sekelasnya. Tak ada yang perlu diwaspadai.
Sudah jadi tradisi di SMA Pembangunan setiap murid wajib duduk sesuai nomor urut. Jadi tak ada istilah pilih-pilih teman. Milo meletakkan tasnya di atas mejanya lalu duduk tanpa memedulikan teman-teman di sekitarnya.
Cowok dengan tinggi 177 cm itu malas berinteraksi dengan lawan jenis. Baginya cewek itu berisik. Dia lebih suka bergaul dengan sesamanya yang tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam. Karena itu dia mengabaikan cewek berambut panjang di sebelahnya yang diam menatap ponsel.
Milo terlonjak kaget saat mendengar lengkingan suara keras yang meneriakkan namanya. Cewek di sebelahnya kini heboh melihatnya. Milo melepas airpodsnya, mengerutkan kening, dan menutup telinganya.
"Ya ampun, mimpi apa gue semalam. Beneran dong gue duduk sebelahan sama Milo. Ya Tuhan, ya Tuhan!" seru Mauve, teman sebelah sekaligus penggemar Milo.
"Hai, gue Mauve. Panggil aja Vee," ucap Mauve lagi sembari menjulurkan tangan, mengajak berjabat tangan. Tapi Milo justru bangkit dan memilih mendekati gerombolan cowok-cowok di pojok ruangan yang sudah lama dia kenal.
Dalam hati Milo mengutuk hari pertama sekolahnya. Tak bisa membayangkan selama setahun harus bersebelahan dengan cewek aneh. Dia melirik ke arah Mauve yang masih menatapnya dengan senyuman, seketika bulu kuduknya berdiri.
"Hai," sapa Milo yang menghampiri teman-temannya. Meski Milo terkenal cuek tapi dia bisa banyak bicara saat bersama teman-teman cowoknya. Tipikal cowok baik-baik yang terkesan cool tapi sebenarnya ramah.
"Itu Mauve, kenapa?" tanya Saka, cowok kurus tinggi dengan kulit pucat saking putihnya untuk ukuran cowok.
"Nggak tahu." Milo menaikkan bahunya.
"Kayak nggak tahu Vee aja. Dia kan emang heboh kaya cacing kepanasan." Kali ini Bimo yang tengah memegang gitar menyahuti.
"Lo kenal?" tanya Milo.
Segerombolan cowok yang Milo hampiri menatapnya dalam diam, heran.
"Kenapa?" tanya Milo, bingung. Ini memang pertama kalinya dia melihat Mauve. Lebih tepatnya dia memang tak pernah memperhatikan murid cewek di sekolahnya kecuali Shaleta -teman cewek satu-satunya.
"Lo nggak kenal Mauve?" tanya balik Bimo yang punya perawakan tinggi besar dengan ekspresi heran dan dibalas gelengan Milo.
"Ya udah, lo kan duduk di sebelahnya nanti juga lo kenal," ucap Bimo lagi.
"Emang dia siapa? Anak olimpiade?" Milo mulai penasaran karena melihat ekspresi teman-temannya yang mengisyaratkan seolah dia makhluk planet lain sampai tak mengenal Mauve.
"Dia artis youtube, suka cover dance Kpop gitu. Pengikutnya aja udah banyak."
"Oh." Hanya itu ekspresi yang Milo tunjukan. Baginya informasi itu sudah cukup, cukup untuk tak membuatnya penasaran lagi.
"Oh doang?" Saka semakin heran. Pasalnya Mauve itu terkenal cantik, imut, dan bikin cowok-cowok berdebar kalau sudah lihat Mauve menari.
"Nggak penting," ucap Milo.
Saka yang akan membuka mulutnya tak jadi bicara karena tepukan Bimo dan isyarat muka yang mengatakan bahwa lebih baik kamu diam.
"Lo kayak baru kenal Milo aja. Dia itu tahunya Leta doang. Cewek lain mah lewat," ucap Bimo -cowok gembul dengan rambut keriting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taken Slowly
Teen FictionMAUVE Diawali dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Di atas bus pada suatu sore sepulang latihan tari. Aneh rasanya, gue yang suka nge-cover dance K-Pop di media sosial dan cuma buka buku pelajaran kalau besok ada ujian, naksir cowok yang selal...