30. All About My Feeling

9.9K 867 55
                                    

Selamat membaca ^.^

***

Draco berdiri di bawah pancuran shower, berusaha mendinginkan kepalanya. Ia memikirkan hal yang telah ia lewati selama ini.

Ia sudah membuat Hermionenya sedih.

Well, dunia ini mungkin sudah gila. Bagaimana perasaannya pada si rambut coklat semak yang dulu sangat ia benci?

Masih segar di pikiran Draco saat pertama kali ia mengibarkan bendera perang kepada gadis itu dengan mengatainya darah lumpur.

Sejak saat itu mereka selalu saja terlibat percekcokan. Belum lagi masalah Hermione yang mendukung Harry Potter, yang notabene adalah musuh besar Voldemort.

Namun saat semua perang kejam itu usai, ia malah menaruh hati pada si Bungsu Greengrass.

Ia sama sekali tidak merasakan apapun pada Hermione sebelumnya.

Namun hatinya merasa kalut tatkala mantra itu menyerangnya pada hari kejadian kemarin. Ia takut tak dapat melihat Hermione lagi.

Ia takut kehilangan senyumnya.

Ia takut tak dapat lagi merasakan tubuh itu terbaring di sampingnya

Ia takut.

Dan saat tersadar dari ingatan anehnya, kepalanya serasa dihantam palu raksasa melihat Hermione terkena lecutan mantra.

Belum lagi saat Mrs Weasley memberitahunya bahwa Hermione tengah mengandung anaknya.

PRANG!

Ia tinju cermin di hadapannya.

Pecahan kaca itu berhamburan di wastafel.

Darah mulai mengucur dari tangannya.

Tanpa menghiraukan darah itu, ia segera mengambil handuknya, dan bergegas ke kamar untuk mengganti baju.

Ia menatap cermin di kamarnya.

"Aaarghhh!!!!"

Draco menyapu bersih semua barang di atas meja riasnya.

PRANG!

Ia tinju kembali cermin itu menggunakan tangannya yang masih mengucurkan darah, membuat luka itu semakin menganga lebar.

Dan bagaikan robot yang bergerak kaku, ia menuju ke Aula Besar. Untuk mengisi perut sekenanya.

***

Harry, Ginny, dan Ron menyantap sarapan mereka dengan tidak berselera.

Pikiran mereka melayang pada sahabat mereka.

"Harry, aku benar benar tidak tahan. Ayo kita menyelinap ke St. Mungo" kata Ginny pada Harry.

"Ehm, maaf, apakah aku boleh ikut?"

Serempak ketiga kepala itu menoleh dan mendapati Lavender tengah berdiri di sebelah Harry.

"Tentu, Lav." Jawab Ron tersenyum.

Lalu Lavender mengakui niatannya untuk meminta maaf kepada Hermione.

Mereka bertiga kontan lega mendengarnya.

Lalu mereka memutuskan untuk langsung pergi ke St. Mungo setelah mereka menyelesaikan sarapan mereka.

Pintu aula terbuka lebar.

Tampaklah pria pirang itu berjalan dengan tatapan tak fokus.

Jejak nya meninggalkan tetesan darah di lantai, membuat semua orang ngeri menatapnya.

Ia tak menghiraukan darah yang terus mengalir dari telapak tangannya.

Masih terlihat beberapa beling menancap disana.

Semua orang langsung mengerti melihat keadaannya.

Mereka mengerti karena mereka tahu bahwa istri dari pria itu sekarang tengah berada di St. Mungo dalam keadaan tak menentu.

Meskipun merasa kasihan, tak ada satupun yang berinisiatif menolongnya. Mereka tetap bergeming di tempat mereka. Melanjutkan makan seolah Draco hanyalah angin lalu.

Hanya Harry yang mendekatinya.

"Malfoy, berhentilah bersikap seperti ini. Hermione tak akan senang melihat keadaanmu seperti ini." Kata Harry sedikit meringis melihat luka Draco.

Draco lalu mengikuti Harry ke meja Gryffindor.

Disana, lukanya di bersihkan lalu diperban oleh Ginny.

Bahkan Ron dan Harry memaksannya untuk sarapan sebelum nanti mereka akan menjenguk Hermione.

Karena terus dipaksa, Draco menelan sesendok demi sesendok makanannya dengan pahit. Makanan yang dia telan terasa seperti duri.

Ia merasa semakin menyedihkan.

***

Sesuai rencana mereka, Harry, Ron, Ginny, Lavender, serta Draco langsung berangkat ke St. Mungo seusai sarapan.

Mereka langsung menuju ke kamar rawat Hermione.

Dan terlihatlah disana Narcissa yang sedang menjaga Hermione sembari menatap perkembangan cucunya.

Ya, janin Hermione diletakkan pada sebuah gelembung transparant yang memungkinkan semua orang untuk melihat perkembangannya.

Di dalam gelembung itulah janin itu berkembang.

Draco segera mendekat ke anaknya.

"Hei, buddy.. Kau mungkin kemarin berbentuk seperti kecebong dan sekarang seperti ini, tapi aku yakin kau akan tumbuh sehat. Kau tau, sekarang kau sudah punya tangan dan kaki setidaknya. Well, cepatlah besar. Aku tidak sabar melihat mu" Kata Draco membuat seisi ruangan tersenyum mendengarnya..

"Kalau kau cermati dengan baik, maka kau akan mendapatkan empat buah tangan mungil disana. Omong omong, sudah mencari nama?" tanya Ginny.

"Sudah sempat kupikirkan. Tapi aku akan bertanya pada Mione lebih dulu" Jawab Draco.

Ia pun berjalan mendekati istrinya yang masih terbaring lemah

"Cepatlah bangun, mione. Kita harus mencari nama untuk mereka bersama sama." Kata Draco sambil mengusap lembut kepala Hermione.

"Mungkin aku terlalu bodoh karena terlambat menyadarinya. Tapi aku akan mengatakan padamu sekarang juga. Aku mencintaimu bodoh" ucap Draco di kening hermione.

Setetes air matanya jatuh mengenai mata Hermione.

"Draco..."

Panggilan itu terdengar lemah namun dapat menyentak dengan keras.

Membuat semua pasang mata menatap langsung pada sumber suara.

Jemari Hermione terangkat lemah, dan Draco menatap tak percaya ke arahnya.

"Mione!! Bagaimana keadaanmu, mione?!" kata Draco. Rasa senang bercampur haru mendatanginya.

Hermione terisak.

"Gelap.... Kenapa lampunya mati..."

***

See u next chap

[END] Dramione-Because of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang