Yohan menghentikan motornya di depan sebuah bangunan kecil seperti rumah yang sudah cukup usang.
Disinilah tempat biasanya Kim Jibeom dan kawanannya berkumpul.
"Bangsat! Keluar lo!" teriak Yohan dari luar.
Sesaat kemudian keluarlah Kim Jibeom dan kawanannya, bertepuk tangan mengejek.
"Wah wah wah ada tamu," ujar Jibeom mengejek.
Yohan menatap nyalang Jibeom, laki-laki itu segera bergerak maju dan menarik kasar kerah baju Jibeom.
Melihat pimpinannya diancam, teman-teman Jibeom tentu saja tidak tinggal diam, tapi saat mereka akan maju, Jibeom memberi isyarat teman-temannya untuk berhenti dan tidak ikut campur.
"Gue udah berulang kali memperingati lo jangan pernah melibatkan orang-orang yang nggak tau apa-apa kedalam masalah lo sama gue," ujar Yohan. "Tapi kenapa lo gangguin Yeri!!" lanjutnya penuh emosi.
"Itu karena masalah kita belum selesai! Lo pikir gue bisa terima gitu aja lo nyakitin dan ninggalin adek gue dan abis itu bahagia sama orang lain?!" ujar Jibeom tidak kalah emosi. Ia melepas kasar tangan Yohan yang bertengger di kerah bajunya.
"Itu udah lama banget dan lo masih ngungkit-ngungkit itu?"
"Itu bukan masalah sepele! Adek gue sampe stress gara-gara lo!"
"Gue udah minta maaf! Gue bahkan udah berusaha buat bahagiain dia dengan jadi pacarnya walaupun cuma sebentar,"
"Tapi abis itu lo ninggalin dia!"
"Setidaknya gue udah berusaha menebus kesalahan gue! Lagian adek lo stress bukan cuma karena gue aja asal lo tau, dia banyak masalah dan lo nggak pernah tau!"
"Brengsek!!"
Dengan secepat kilat Jibeom melayangkan tinjuan pada Yohan yang untung saja bisa dihindari oleh Yohan.
Mereka berdua saling melawan tanpa ada yang mau mengalah.
Walaupun Yohan memiliki skill taekwondo, bukan berarti dia bisa menumbangkan Jibeom dengan mudah. Karena Jibeom juga memiliki skill bela diri.
Tapi meskipun begitu Yohan tetap berusaha untuk melawan Jibeom.
Akhirnya dengan satu tendangan di perut, Jibeom jatuh terduduk dan tidak mampu berdiri. Melihat Jibeom yang sudah menyerah, kini giliran kawan-kawannya yang maju untuk menghadapi Yohan.
Tiga lawan satu.
Tentunya tidak mudah untuk bahkan hanya menyelamatkan diri. Tapi Yohan tau, ia tidak boleh mundur, ia harus memberi orang-orang ini pelajaran walaupun ia juga memiliki kesalahan di masalah ini.
Mendapat tinjuan keras di wajah dari satu-satunya teman Jibeom yang masih sanggup melawan membuat Yohan yang sudah jatuh ke tanah menjadi semakin sulit bangun. Rahangnya terasa nyeri, sudut bibirnya berdarah, badannya terasa remuk.
Yohan mencoba bangkit walupun tertatih-tatih, ia harus menyelesaikan ini dan segera menemui Yeri untuk melihat keadaanya dan meminta maaf.
Tanpa membuang waktu satu tinjuan keras ia layangkan dan berhasil membuat lawannya tumbang.
Empat orang kini terkulai lemas di depannya.
Ada perasaan bersalah, tapi ia juga tidak tau harus bagaimana lagi selain melawan mereka.
"Sorry, tapi gue harus ngelakuin ini," tutup Yohan memandang tepat ke arah Jibeom yang terkulai lemas.
Setelah itu Yohan menaiki motornya dan pergi meninggalkan keempat orang itu.