2. Temu

23.7K 1.8K 39
                                    

"Sebentar lagi aku nyusul. Masih ada yang pengen diomongin." perintah Irina pada manajernya.

"Kenapa? kotraknya masih ada yang mau direvisi atau ditambah ?" Tanya Rangga dengan raut wajah bingung. Baru saja pihak Irina menandatangani kontrak dan setuju untuk melaksanakan tur di tiga puluh kota. Namun sepertinya Irina masih belum terlihat puas.

"No, urusan kerjaan udah beres kok." Irina menggeleng dan tersenyum.

Rangga menyandarkan tubuh ke sofa, "Terus?" tanyanya.

Irina berpindah duduk ke sisi Rangga, "Let's talk about us." katanya sambil menempatkan tangan pada paha Rangga.

Paham akan maksud Irina, Rangga menyandarkan tubuhnya. Merasa tenang karena setidaknya urusan bisnis mereka sudah aman. "Menurut aku, itu bukan ide yang bagus, Na." ujarnya sambil menatap Irina. "Nanti kalau kamu udah gak seterkenal sekarang, mungkin boleh kita coba." imbuh Rangga dengan sedikit candaan. Irina adalah wanita cantik yang berbakat, tidak ada ruginya jika bisa menjalin hubungan dengan wanita itu. Namun, berhubungan dengan Irina hanya akan merepotkan. Akan ada banyak mata yang memperhatikan mereka.

Merasa tertantang, Irina dengan keras kepala makin mendekatkan tubuhnya pada Rangga. Jari tangannya memutar mutar di dada, bibirnya mendekat pada telinga Rangga, "Kamu terlalu khawatir. Tenang, gak bakal ada yang tahu." bisiknya menggoda.

Tiba tiba pintu ruangan terbuka.
"Ngga, temenin ketemu Mbak Pur- " Sela Arya terputus. Dia sama terkejutnya dengan Irina yang sedang menatap dengan mata bulatnya. Arya mundur satu langkah, "Ups, Sorry." ucapnya salah tingkah namun terdengar jahil.

Irina berdeham dan menjarakkan tubuhnya yang sedari tadi menempel pada Rangga. "Aku balik dulu." ucapnya cepat dan salah tingkah. Ia berdiri lalu melangkah keluar pintu dengan langkah tergesa, Arya merapatkan badannya pada bingkai pintu membiarkan Irina lewat. Sungguh bunyi hak sepatu wanita itu terdengar menyeramkan.

"Bye, Na." balas Rangga. Namun, Salam perpisahannya mungkin tidak terdengar oleh Irina. Wanita itu menghilang dengan cepat.

"Bos gue emang paling top!" Arya bertepuk tangan lalu menjulurkan kedua jempol tangannya pada Rangga.

Rangga melempar gumpalan tisu ke arah Arya yang bicara asal asalan. "Apaan sih lu!" Ucapnya kesal. "Jadi alasan lu kesini apa? Bukan cuma buat tepuk tangankan?"

Kembali pada fokus utama, Arya teringat akan tujuan awalnya, "Oh iya!!! Mbak Puri! Temenin gue ketemu Mbak Puri, Ngga!"

Rangga menghela napas berat mendengar nama itu. Mbak Puri, Puri Adelia adalah penyanyi senior yang sampai sekarang masih eksis. Sebelum menjadi penyanyi solo seperti sekarang, beliau merupakan anggota dari grup vokal wanita yang terkenal di tahun 80-an bersama dua anggota lainnya yaitu Disty dan Vini. Setelah grup mereka bubar, hanya Puri yang melanjutkan karirnya sebagai penyanyi.

Sudah dua tahun terakhir perusahaan Rangga mempromotori konser tunggal Mbak Puri. Pengalaman tahun lalu, beliau menyebabkan kepanikan besar pada tim dengan mengancam akan membatalkan konser hanya karena burung Beo yang dia minta sebagai hiburan di ruang tunggu memiliki warna yang tidak senada dengan dekorasi ruangan. Beruntung saat itu ada salah seorang tim yang keluarga jauhnya memelihara berbagai jenis Beo. Hingga Beo yang berwarna senada bisa didapatkan.

Kejadian terulang, Mbak Puri tidak akan tenang jika belum meminta yang aneh aneh. Kali ini permasalahan ada pada tidak tersedianya bunga tulip yang Mbak Puri request, Arya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkannya. Namun, jenis Tulip Saxatilis memang sedang tidak musim.

Sejam kemudian mereka tiba di kediaman Puri. Cinta juga ikut bersama Rangga dan Arya. Manajer Mbak Puri mempersilahkan mereka masuk.

"Ada apanih?" tanya Mbak Puri dengan nada ramah.

Ada Apa Dengan Rangga ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang