BAB 1
KIRANA melangkah memasuki gedung besar bertuliskan 'SMA Triguna' itu dengan sedikit tidak bersemangat. Masih ada rasa tak rela ketika ia harus menuruti kemauan mama yang menyuruhnya untuk pindah sekolah secara tiba-tiba. Kirana sendiri masih nggak paham, kenapa mama tiba-tiba berniat memindahkan sekolahnya. Mama nggak tahu aja, Kirana susah untuk beradaptasi di lingkungan baru.
Tapi akhirnya, walaupun secara ogah-ogahan, Kirana setuju pindah sekolah. Lagi pula setuju nggak setuju juga bakalan tetap pindah kan? Mana berani Kirana melawan mama yang cerewetnya panjang kali lebar itu.
Alasan mama selalu begini,
'Mencari pengalaman baru, Ran. Jangan muter di sana terus! Siapa tahu kamu lebih beruntung di tempat baru, kan?'Yah... Benar juga. Siapa tahu di sekolahnya yang baru, Kirana bisa mendapatkan sesuatu yang baru yang tak terlupakan, yang tidak pernah ia dapatkan di sekolah lamanya.
Cowok ganteng, misalnya.
Biar kelihatannya kalem-kalem begitu, Kirana tuh pecinta cogan akut! Setiap malam sebelum tidur, Kirana selalu berdoa agar selalu dipertemukan oleh laki-laki tampan di mana pun ia berada. Sampai akhirnya, seseorang menyeletuk dengan tidak sopannya.
"Mau cogan-nya banyak juga percuma, lo gak bakal dapet!"
Siapa lagi kalau bukan Bagas, kakak Kirana. Ah, biar aja. Dasar sirik.
Sambil tetap berjalan, Kirana sedikit menundukkan kepalanya, memperhatikan penampilannya agar tidak ada yang salah sedikit pun. Kan nggak lucu kalau hari pertama masuk langsung dapet bad impression dari orang-orang. Apalagi ini di sekolah yang menurut Mama, adalah sekolah yang terbilang populer di kota ini.
Dan, bruk!
Kirana meringis. Tangan kanannya mengelus-ngelus kepalanya, nyeri. Dengan kesal, ia mendongak, hendak mengeluarkan makian bagi siapa pun yang menabraknya. Padahal, salah Kirana juga. Siapa suruh jalan sambil nunduk.
Tapi nyatanya, bibirnya hanya terkatup ketika dilihatnya berdiri seorang pangeran di hadapannya. Nggak, nggak. Ini bukan Kirana yang terlalu lebay. Tapi memang laki-laki itu yang keterlaluan gantengnya. Bagas yang katanya mirip Louis Partridge aja kalah.
Lalu, apakah setelah kejadian tabrakan ini Kirana akan mempunyai kisah romantis ala-ala sinetron dengan laki-laki itu?
Nggak!
Alih-alih minta maaf sambil memberikan senyum manis, laki-laki itu malah melengos, pergi meninggalkan Kirana yang terbengong tak percaya di tempatnya.
"Ah, hai! Bisa minta tolong?"
Teriakan Kirana sukses membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya, menoleh. Dan...
ASTAGHFIRULLAH.
Kirana hampir pingsan karena ketampanannya.
Nggak, jangan begini.
Kirana harus kalem.
Laki-laki itu diam, tidak bergerak dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Matanya menatap Kirana, seolah sedang menunggu Kirana melanjutkan omongannya.
"G-gue anak baru, gue gak tau di mana letak kelas gue. Ja-jadi, lo bisa anterin gue? Gue—"
"Gak bisa, gue buru-buru."
Dan dengan tidak pedulinya, laki-laki itu kembali melangkahkan kakinya, melenggang pergi.
"Eh! Lho, kok pergi???"
Terlambat. Kini punggung cowok itu sudah menjauh. Langkah lebarnya meninggalkan Kirana yang berdiri lemas di tempatnya.
Untuk kesekian kalinya, Bagas berhasil membuktikan perkataannya.
***
Kirana merenggangkan otot-otot tangannya. Ia baru saja selesai mencatat materi yang terpapar di papan tulis. Diliriknya gadis cantik yang kini menjadi teman semejanya. Dia masih sibuk menulis. Oke, tak apa. Kirana tak akan mengganggunya.
Kirana menenggelamkan kepalanya di kedua tangannya yang dilipat ke atas meja. Catatannya sudah selesai, dan pelajaran ini sebentar lagi akan selesai. Jadi tak apa kan kalau Kirana merebahkan dirinya sebentar saja?
Tapi, sebuah tepukan di bahunya membuat Kirana kembali tegak.
"Ngantuk, ya?"
Ternyata teman semejanya. Kirana melirik nametag di dada kiri gadis itu. Tertulis sebuah nama lengkap di sana. Deandra Ananda.
Kirana tersenyum. Kepalanya menggeleng kecil.
"Pegel aja."Deandra tertawa kecil. "Setelah ini pelajaran Bu Desi, lho. Dia bakal ngoceh panjang lebar kalo ada anak muridnya yang tiduran di meja. Oh ya, nama lo Kirana, ya? Salam kenal, gue Deandra, bisa dipanggil Dea."
Kirana tersenyum lebar. Tangannya menerima jabatan tangan Dea. Dea terlihat sangat ceria dan periang, berbeda dengan Kirana yang akan menjadi lebih pendiam dan malu-malu ketika pertama kali bertemu dengan orang baru.
"By the way, lo nggak salah pilih sekolah."
Kirana menoleh, menatap Dea yang kini tengah merapikan alat tulisnya.
"Di sini tempatnya anak-anak dengan tampang yang lumayan banget. Nggak cuma itu, anak-anaknya juga ambisius semua."
Bola mata Kirana membulat. Dalam hati, Kirana melonjak senang. Ia akan menarik kembali kata-katanya yang bersikeras menolak untuk dipindahkan ke sekolah ini. Sepertinya, ia tidak akan menyesal. Baiklah, untuk kali ini, mama lolos. Pilihan mama memang oke.
Bagas, doakan adikmu yang cantik ini mendapatkan setidaknya satu cowok ganteng di sekolah ini, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teluk Alaska [Hiatus]
Teen FictionLove Different Religion. Kirana dan Gabriel terjebak di status itu. Saling mengingatkan kewajiban yang berbeda satu sama lain. Saling mendoakan dengan cara yang berbeda satu sama lain. Mungkin memang terdengar sepele. Namun jika ini terjadi pada kal...