BAB 7

2.3K 321 77
                                    


BAB 7

MALAM ini seperti yang mama bilang, Gabriel datang ke rumah Kirana untuk mengajak Kirana pergi, entah ke mana. Gabriel mengabaikan pertanyaan Kirana. Tiba-tiba saja Gabriel datang ketika Kirana masih bersantai di atas kasur, bahkan ia masih memakai masker wajah. Tidak heran jika Gabriel mengirim pesan bertubi-tubi kepada Kirana yang isinya hanya menyuruh gadis itu untuk cepat-cepat selesai.

Sedangkan mama dan Gabriel asyik mengobrol-ngobrol di ruang tamu, Kirana masih bersolek ria di kamar.

Setelah Kirana menyelesaikan sentuhan terakhir di wajahnya, Kirana mengambil tas yang diisi dompet dan ponsel. Sekali lagi, Kirana menatap dirinya di cermin sebelum ia mengambil kets putih di lemari sepatunya dan segera turun ke bawah.

Begitu sampai di bawah, seperti biasa, Kirana langsung dicerocosi oleh mama.

"Kebiasaan deh, lama banget kalo dandan. Gak usah cantik-cantik gitu, Gabriel gak bakal ngelirik yang lain, kok!"

"Kita cuma temen!" Kirana manyun. Serius deh, menghadapi mama Kirana tuh harus ekstra sabar banget.

Perhatian mama beralih kepada Gabriel yang sedari tadi hanya tertawa kecil. "Sana, berangkat. Keburu sore. Inget, jangan macem-macem dan pulang tepat waktu! Tante—"

Mungkin ocehan mama akan berlanjut sampai jam tengah malam kalau saja Kirana tidak cepat-cepat memotongnya dan mendorong punggung Gabriel untuk segera berangkat.

***

Kirana merasakan pegal di kedua kakinya setelah ia diajak berkeliling toko buku bersama Gabriel. Padahal belum sampai satu jam mereka berkeliling di toko buku, tapi memang dasar Kirana-nya aja yang kurang olahraga. Dikit-dikit, capek. Dikit-dikit, ngeluh. Dikit-dikit, minta berhenti. Untungnya Gabriel sabar banget menghadapi cewek manja seperti Kirana. Contohnya tadi, pas Kirana liat konter es krim yang gak jauh dari toko buku.

"Kak, udahan dulu, ya? Mau beli es krim."

Akhirnya walaupun dengan setengah hati, Gabriel mau menemani gadis itu mengantre di konter es krim. Masalahnya, Kirana sampai menunjuk-nunjuk konter es krim dengan puppy eyes-nya. Kan bisa berabe kalau Kirana tiba-tiba nangis di tengah mall kayak gini.

Kini, Kirana dan Gabriel kembali berjalan beriringan di toko buku setelah Kirana menghabisi es krimnya—dan juga es krim milik Gabriel. Kirana melirik sedikit ke Gabriel yang berada di sebelahnya. Kirana menelan salivanya begitu melihat cowok berkaus hitam dengan celana jeans hitam itu sedang sedikit menunduk sambil membenarkan rambut hitam pekatnya.

Kenapa cowok ganteng tuh selalu bertambah gantengnya kalau pakai yang serba hitam?!

Gabriel mendongak, menatap Kirana seolah menyadari kalau sedari tadi gadis itu sedang memperhatikannya. Cepat-cepat, Kirana mengalihkan pandangannya, tidak mengizinkan Gabriel melihat wajahnya yang memerah malu.

"Nyari buku apa, Kak?" tanya Kirana, berbasa-basi. Ia mengedarkan pandangannya, pura-pura melihat buku-buku.

"Ensiklopedia Sastra."

Kirana memilih berpisah dengan Gabriel. Sedangkan Gabriel sibuk menjelajahi rak buku bagian ensiklopedia, Kirana sibuk menjelajahi rak buku bagian novel remaja. Saat ini Kirana memang lagi masa-masa kasmaran, jadi wajar aja kalau dompetnya menipis demi membeli buku percintaan remaja.

Kirana menyapu pandangannya ke buku-buku yang berderet di rak, berharap menemukan buku incarannya sejak jaman purba. Kali ini, ia tidak boleh kehabisan stok lagi. Lalu akhirnya, matanya menangkap buku bersampul biru cerah di rak bagian atas. Itu dia! Kirana memekik girang, matanya membulat besar. Dan kalian harus tahu, buku itu benar-benar hanya bersisa satu. Itu artinya, Kirana harus beli sekarang juga.

Kirana mendongak, kemudian terhenyak ketika ia menyadari ternyata tinggi tubuhnya dan tinggi rak buku itu sangat jauh. Mungkin dibutuhkan dua orang dengan tinggi seperti Kirana lagi untuk bisa menggapai buku di rak paling atas itu. Mau Kirana loncat-loncat juga gak bakalan sampai, yang ada Kirana malah dilihatin sama orang-orang.

Dan tiba-tiba, buku itu hilang dari pandangannya karena sebuah tangan kekar mengambil dengan entengnya. Kirana menoleh cepat, menatap sang pelaku dengan tatapan tajam.

"Udah tau pendek, ya gak usah sok-sokan mau ngambil buku yang di atas."

Gabriel.

Kirana mengerucutkan bibirnya mendengar ejekan itu. "Raknya aja yang ketinggian!"

Gabriel tertawa. Tangannya mengacak-acak rambut gadis itu dengan gemas, yang tanpa ia sadari kalau perlakuannya itu berhasil membuat jantung Kirana melorot.

"Nih." Diserahkannya buku itu kepada Kirana.

"Lho, lo gak jadi beli?" tanya Kirana heran, tapi tangannya tetap menerima buku itu.

"Siapa yang mau beli?" tanya Gabriel. Dia berjalan mendahului Kirana, keluar dari area toko buku, dengan buku Ensiklopedia Sastra di tangannya.

"Gue ngambilin buat lo, kok."

Kirana boleh terbang sekarang juga?

***

Hai.
Sejauh ini, suka sama ceritanya, nggak?

Ada yang harus aku perbaiki? Comment aja, ya!

Teluk Alaska [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang