BAB 4

2.7K 345 154
                                    


BAB 4

KIRANA turun dari motor yang membawanya ke gerbang rumah. Bibirnya terus mengeluarkan makian pelan. Dasar Gabriel gila! Jantung Kirana nyaris copot! Bukan karena terlalu senang diantar laki-laki seganteng Gabriel, tapi karena skill menyetirnya yang sangat mengancam keselamatan! Beruntung Kirana sampai ke rumah dengan anggota tubuh yang masih utuh.

Kirana berdiri di depan gerbang rumah, menunggu sampai Gabriel pulang. Tapi bukannya pergi, Gabriel malah membuka helmnya dan ikut turun dari motornya.

Kirana mengernyit, terkejut. "Ke-kenapa?"

Gabriel diam. Seperti sebelum-sebelumnya, lagi-lagi Gabriel menatap lekat manik mata Kirana. Kirana mengangkat sebelah alisnya, berusaha tetap cool meskipun sebenarnya jantungnya sangat berdebaran.

Apa Gabriel akan menyatakan perasaannya? Apa Gabriel terkena love at first sight dengannya? Ah, mungkin Gabriel akan meminta nomor ponselnya, lalu akan mengiriminya pesan-pesan manis dan akan mengajaknya mengobrol melalui telepon. Lalu mereka akan menjalin hubungan yang bahagia—

"Mau pipis."

GUBRAK!

Mata Kirana membulat lebar, terkejut. Pipinya memerah, menyadari ia sudah memikirkan hal yang aneh-aneh. Apa-apaan ini?! Ada apa dengan pikiran Kirana?!

"O-oke."

Cepat-cepat, Kirana berbalik badan dan berjalan memasuki halaman rumahnya, sedangkan Gabriel mengikutinya di belakang. Baru saja tangan Kirana akan membuka kenop pintu, pintu sudah dibuka duluan dari dalam. Dan munculah sang mama yang sepertinya baru saja pulang dari kantor karena blazer cokelat favoritnya masih melekat di tubuhnya.

"Hai, Kirana? Kok telat pulangnya? Nggak pakai ojek? Mama baru mau jemput," tanya mama bertubi-tubi, wajahnya sedikit khawatir. Kirana menyengir lucu, kemudian menyalami mamanya dan diikuti dengan Gabriel. Hingga perhatian mama beralih kepada Gabriel. "Oh, Kirana sudah mendapat teman baru?"

Gabriel mengangguk sambil tersenyum manis. "Gabriel, Tante."

"Kelas 11 juga? Sekelas sama Kirana?"

"Kelas dua belas, Tante."

HAH?!

Kirana yang sedang meletakkan sepatunya di rak sepatu, langsung menoleh cepat. Matanya melotot, mulutnya terbuka lebar. Tapi cepat-cepat ia menutup lagi mulutnya sebelum lalat sempat masuk.

Jadi, Gabriel... kakak kelasnya?

Detik berikutnya, mama dan Gabriel sudah hilang di ambang pintu, sedangkan Kirana masih melongo heran di dekat rak sepatu.

***

Ting.

Dentingan halus dari ponselnya membuat Kirana membuka matanya yang tadi sempat ia pejamkan sebentar. Kirana beranjak dari kasur dan mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, lalu membukanya. Dan dua notifikasi terbaru dari LINE membuatnya terhenyak.

Gabriel menambahkan anda sebagai temannya.

Gabriel:
Halo, cantik.

INI GABRIEL?

Dari mana Gabriel mendapatkan ID-nya? Lalu, apa katanya tadi? Cantik? Cih. Kenapa sikapnya mendadak berubah drastis dari sebelumnya?!

Bales nggak, ya?

Lalu, ting.

Satu pesan lagi dari Gabriel.

Gabriel:
Kenapa dibaca aja, cantik?

Kirana mengernyit. Dasar cowok aneh! Tadi sok-sok cuek, sekarang malah sok manis! Menggelikan. Kirana mencibir, tapi tetap tangannya mengetikkan balasan.

Kirana:
Oh, iya, Kak.
Kok bisa dapet ID Line gue?
Lo... stalker ya?

Kirana tersenyum kecut, mengingat Gabriel adalah kakak kelasnya. Masih terbayang di pikirannya saat ia dengan begitu percaya dirinya mengomeli Gabriel yang padahal niatnya baik ingin menolong.

Siapa sangka kalau ternyata Gabriel adalah kakak kelas Kirana.

Ah, jangan ingatkan Kirana tentang pesan terakhirnya untuk Gabriel itu. Biar aja, dasar tukang stalker. Pasti cowok itu penasaran dengan Kirana, setelah itu berusaha mencari-cari kontak Kirana, dan berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengirimi Kirana pesan.

Gabriel:
Lho?
Oh. Itu bukan gue. HP gue dipegang temen tadi.

Oh.

Kirana menggigit ujung bantal kuat-kuat. Malu, malu, malu! Pipi Kirana memanas. Makanya, jangan ke-geer-an duluan, Kirana!

Bales, jangan, bales, jangan.

Atau Kirana langsung blokir nomornya saja?

Ah, jangan! Bisa-bisa ia di-cap sebagai adik kelas yang kurang ajar.

Kirana:
Eh, oh... Itu tadi salah kirim...

Kirana bodoh!

Ah, iya. Makasih buat yang tadi ya.

Tidak. Itu hanya basa-basi Kirana saja agar topik pembicaraannya dapat teralih.

Gabriel:
Iya.
Tidur gih. Night.

Kirana menutup ponselnya. Bola matanya nyaris melompat keluar, sedangkan kini kedua tangannya memegang dadanya—memeriksa apakah jantungnya masih berdetak normal setelah membaca pesan itu.

Kirana tidak salah baca, kan? Barusan, Gabriel mengucapkannya selamat malam?

Duh, tapi inget, Ran. Jangan geer dulu!

Teluk Alaska [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang