BAB 14
HENING.
Itu suasana yang menyelimuti Kirana dan Gabriel saat ini. Selama perjalanan menuju rumah Gabriel, keduanya tidak ada yang membuka topik. Tidak ada suara sama sekali. Semuanya, hening.
Kirana diam. Gabriel diam.
Kirana tidak suka keheningan, tapi ia hanya bisa diam saat ini. Ia sulit menemukan topik yang bisa dibahas bersama Gabriel. Maka, tangannya bergerak untuk menyalakan radio. Lalu terdengarlah suara si penyiar radio yang ceria dan merentet.
"Apa kabar Sahabat Radio Wijaya?
Bertemu lagi bersama saya Aldi di Radio Wijaya! Gimana nih, kabar hari ini? Pastinya tetap sehat dan semangat kan? Seperti biasa, Aldi bakal nemenin pagi kalian dengan lagu-lagu lokal yang kece abisss! Nah, Aldi punya satu lagu mellow tentang pasangan yang berbeda agama nih, Guys! Kata orang-orang, LDR yang paling sakit tuh LDR yang beda tempat ibadah. Hmm, bener sih, sakit dan rumit pasti rasanya menjalani hubungan dengan yang berbeda agama. Nah, lagu ini cocok untuk kalian yang sedang mengalami Love Different Religion, nih! Ditemani dengan secangkir kopi panas ya, biar tambah nikmat, hihi."Kirana mengatupkan bibir, diam-diam ia melirik Gabriel. Cowok itu tetap diam, fokus menyetir. Meskipun sebenarnya tanpa Kirana sadari, Gabriel sama sekali tidak fokus. Fokus Gabriel terbuyar karena kalimat-kalimat dari penyiar radio itu.
"Aku untuk kamu
Kamu untuk aku
Namun semua apa mungkin
Iman kita yang berbedaTuhan memang satu
Kita yang tak sama
Haruskah aku lantas pergi
Meski cinta takkan bisa pergi"Gabriel mengetuk-ngetukkan jari-jemarinya di stir mobil. Perasaannya mulai tak nyaman. Entah kenapa kalimat-kalimat dari si penyiar radio serta lirik dari lagu itu sangat menohoknya.
Mengingat Kirana yang sempat menjauh tempo lalu. Saat Kirana mendadak tidak membalas sama sekali pesan dari Gabriel, bahkan membaca saja tidak. Gabriel yakin sekali, itu karena patung salib di kamarnya. Kirana melihat patung itu saat dua hari lalu gadis itu berkunjung ke rumahnya.
Ah, lalu apa yang perlu Gabriel kesalkan dari lagu ini? Itu lagu tentang pasangan yang berbeda agama, sedangkan jelas-jelas Kirana bukan pasangannya. Bahkan Gabriel tidak memiliki pasangan.
"Bukankah cinta anugerah
Berikan aku kesempatan
Tuk menjaganya sepenuh jiwa"Klik.
Gabriel mematikan radio itu dengan gusar, membuat Kirana menoleh dan mengernyit bingung. Kirana menatap Gabriel, sedangkan Gabriel berusaha untuk tidak menoleh.
"Kenapa dimatiin radionya?" tanya Kirana akhirnya.
"Lagunya gak enak."
Kirana mengernyit lagi, tapi kemudian ia mengangguk paham, enggan bertanya lebih lanjut lagi.
Berikutnya, suasana kembali hening. Gabriel yang masih sibuk menyetir, dan Kirana yang kini kembali memalingkan wajahnya ke kaca mobil.
***
Setelah Kirana menyelesaikan tugas yaitu menemani Daniella bermain, Gabriel tiba-tiba mengajak Kirana untuk berjalan-jalan di taman kota sambil membeli es krim. Mumpung Daniella sudah terlelap di kamarnya. Kirana menyetujui dengan senang hati, mengetahui Gabriel sudah mau berbicara dengannya. Pasalnya, tadi cowok itu benar-benar mendiamkannya dan membiarkan Kirana mengurus Daniella sendiri. Cowok itu sibuk sendiri dengan laptopnya.
Kini, Kirana dan Gabriel sedang berjalan beriringan sambil menikmati es krim vanilla dan udara sore yang sejuk. Sore ini, taman kota tidak terlalu ramai sehingga suasananya agak sepi dan tenang.
"Ini udah es krim yang keberapa, ya?" tanya Kirana sambil terkekeh. Ia mengingat bagaimana sabarnya Gabriel menemani Kirana untuk menambah es krim lagi. Bahkan, Gabriel sampai mentraktir setiap es krim yang ia pesan.
Gabriel menoleh, menatap wajah Kirana dari samping. Bibir pink-nya tak berhenti menyesap es krim vanilla di tangannya. Rambut panjangnya dibuat sedikit berantakan oleh angin. Meskipun begitu, kecantikan Kirana tidak berkurang sedikit pun.
"Kenapa suka banget sama es krim?" tanya Gabriel.
Kirana berhenti menyesap es krimnya. Wajahnya tampak berpikir. "Waktu kecil, gue nggak suka banget sama es krim, bahkan jijik. Soalnya es krim itu cair. Padahal, gak semua es krim itu cair, ya?" katanya sambil terkekeh.
Kirana berhenti sejenak, ia menghabiskan sisa es krim terakhirnya. Lalu, bibirnya melengkungkan senyuman.
"Gue punya sahabat cowok yang suka banget es krim. Sampai suatu ketika, gue ngambek sama dia. Terus, dia bujuk gue pake es krim," lanjut Kirana. "Dia bilang, dalam hidup itu, kita harus merasakan hal-hal yang manis. Sama kayak es krim, kalau pun nantinya hal manis itu bakalan cair dan hilang, itu bakal menjadi sebuah kenangan manis."
Gabriel bergeming, matanya fokus menatap kilatan mata Kirana yang berbinar. Bahkan sampai selesai cerita pun Kirana masih menampakkan senyuman manisnya.
Sespesial itukah cowok itu?
"Siapa namanya?"
Kirana menoleh, menatap Gabriel dengan sebelah alis terangkat.
"Cowok itu."
"Revan."
Deg.
Tubuh Gabriel membeku. Nama itu mengingatkan Gabriel pada masa lalunya. Rahang Gabriel mengeras, tangannya mengepal kuat. Sekuat tenaga ia menahan dirinya untuk tidak berteriak sekarang juga.
"Dia lagi sibuk sama kuliahnya di Belanda. Setahun lagi, dia pulang ke sini."
Gabriel menggeleng kuat, berusaha mengusir jauh-jauh masa lalu itu, tidak mau luka lama kembali datang.
Ada banyak nama Revan di dunia ini. Revan yang Kirana maksud, bukan Revan yang telah menghancurkan kebahagiaannya di masa lalu.
Ya, semoga saja begitu.
***
Gabriel menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah Kirana. Diliriknya Kirana yang sudah terlelap di jok sebelahnya. Gabriel menghela napas. Melihat wajah Kirana yang terlelap tenang, membuat emosi Gabriel perlahan luntur.
Emosi? Entahlah. Tiba-tiba saja emosinya sangat meluap ketika Kirana menceritakan tentang Revan di depannya. Ada rasa tidak terima begitu mengetahui ada cowok lain yang bisa membuat Kirana tersenyum tanpa henti. Apalagi nama itu... ah, sudahlah. Terlalu menyakitkan untuk diingat.
Gabriel mengubah posisinya menjadi
menyamping. Mata Gabriel meneliti wajah cantik Kirana. Bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, bibir pink mungilnya, serta lesung pipit yang selama ini selalu menjadi favoritnya.Lalu tiba-tiba, ada sesuatu yang berdesir di hatinya. Sesuatu yang membuat Gabriel akhirnya tersadar, ia memiliki perasaan yang berbeda kepada Kirana. Perasaan yang dulu hanya ia rasakan saat bersama Nana, mantan kekasihnya.
Perasaan aneh itu membuatnya bimbang.
"Ran?" panggil Gabriel pelan, hampir berbisik. Dibelainya dengan lembut rambut Kirana.
"Kalau gue jatuh cinta sama lo, gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teluk Alaska [Hiatus]
Teen FictionLove Different Religion. Kirana dan Gabriel terjebak di status itu. Saling mengingatkan kewajiban yang berbeda satu sama lain. Saling mendoakan dengan cara yang berbeda satu sama lain. Mungkin memang terdengar sepele. Namun jika ini terjadi pada kal...