BAB 12
"ABANG El!"
Begitu pintu kamar dibuka, seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 5 tahun berlari kecil sambil berseru kegirangan. Gadis kecil itu merentangkan kedua tangannya, berlari menuju pelukan Gabriel.
"Halo, Daniella," sapa Gabriel sambil tersenyum. Seketika aroma stroberi tercium semerbak begitu Gabriel memeluknya. "Wih, wangi banget. Baru mandi, ya?"
"Iya, kan nanti mau jalan-jalan sama Abang El!" Dengan suara cadelnya, Daniella berkata riang. Bahkan gadis kecil itu memperlihatkan jejeran gigi-gigi putihnya itu.
"Oh ya, Daniella. Kenalin, ini Kak Kirana," kata Gabriel sambil melirik Kirana, menyuruh Daniella berkenalan dengan Kirana. Kirana tersenyum. Ia ikut berjongkok di sebelah Gabriel, menyamakan tinggi tubuhnya dengan tubuh Daniella. Diulurkannya tangan Kirana, mengajak Daniella berkenalan.
"Hai, cantik. Aku Kirana."
Daniella tersenyum lebar, hingga lesung pipit tersembul di kedua pipinya. Ia membalas uluran tangan Kirana.
"Halo, Kakak Cantik. Kakak pacarnya Abang El, ya?"
Kirana terkekeh. Dicoleknya hidung Daniella. "Kamu nih, kecil-kecil udah tau aja soal pacar! Aku temenan doang sama Abang El." Kirana melirik Gabriel, ia mengikuti gaya Daniella yang memanggil Gabriel dengan panggilan 'Abang El'.
"Tapi-tapi, Kakak perempuan yang pertama kali diajak ke sini sama Abang El," kata Daniella dengan suara cemprengnya.
Kirana agak terkejut, tapi kemudian ia menutupinya dengan tertawa. Tanpa menjawab ucapan Daniella, Kirana menggendong gadis kecil itu dan membawanya ke sofa yang berada di ujung kamar. Sesaat kemudian, Kirana dan Daniella sudah sangat akrab. Bahkan mereka bercerita dan bercanda ria tanpa mengajak Gabriel sama sekali.
Tapi, itu bukan suatu masalah untuk Gabriel. Cowok itu bahkan tanpa sadar tersenyum melihat keakraban Kirana dan Daniella.
"Kata Abang El, nanti Abang El mau ajak Ella jalan-jalan. Kak Ran ikut, ya!" pinta Daniella di sela-sela obrolan mereka.
Kirana berpikir sebentar. Ia ingin sekali ikut dan bercanda ria bersama Daniella lebih lama lagi. Apalagi ketika melihat wajah Daniella yang penuh harap, membuat Kirana tak dapat menolaknya. Namun rasa lelah dan kantuk merajalela di tubuhnya, membuatnya harus cepat-cepat pulang ke rumah dan beristirahat.
"Ikut yaa, Kak Ran!" kata Daniella lagi, kali ini dengan nada lebih memohon.
Kirana tersenyum, tangannya membelai rambut ikal berwarna cokelat terang Daniella. "Maaf ya, Ella. Aku gak bisa ikut."
"Yahhh...." keluh Daniella. Wajahnya kini murung, bahkan matanya berkaca-kaca.
"Ella, aku belum izin sama orangtua. Aku juga ada banyak tugas yang belum aku selesaiin. Gak papa ya?" tutur Kirana lembut, tangannya tak berhenti mengusap rambut halus Daniella. "Aku janji, besok pagi-pagi aku ke sini main sama Daniella!"
Mata Daniella langsung membulat, meskipun masih tersisa kemurungan di wajahnya. "Janji ya, Kak Ran?" Daniella mengacungkan jari kelingkingnya.
Kirana tersenyum, lalu mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking Daniella. Meskipun sebenarnya di dalam hati ia tidak yakin akan menepati omongannya.
"Ella, jangan maksa Kak Kirana, ya? Dia kan juga punya urusan sendiri." Gabriel muncul, lalu menggendong Daniella yang duduk di pangkuan Kirana.
"Aku nggak maksa, kan Kak Ran sendiri yang bilang." Daniella mengerucutkan bibirnya.
"Gak papa, Kak. Gue kosong kok, besok," kata Kirana, lalu tersenyum kepada Gabriel.
"Yaudah, izinin Kak Ran pulang, ya? Hari ini jalan-jalan sama Abang dulu. Ella siap-siap, sana. Abang mau mandi," kata Gabriel sambil menurunkan Daniella, lalu melesat menuju kamar mandi.
Kirana melirik jam tangannya. Jarum jam sudah di antara angka lima dan enam. Kirana meringis. Bisa-bisa mama mengomel-ngomel karena belakangan ini Kirana selalu pulang terlambat.
Dan, kringgg.
Dering ponselnya mengejutkan Kirana, apalagi ketika nama 'Mama' tertera di kontak penelepon. Kirana mendesah, tuh kan.
"Halo, Ma?"
"Kok belum pulang, Sayang?"
"Iya, anu—" Kirana menggantung kalimatnya. Otaknya berputar mencari-cari alasan. "—bentar lagi pulang, kok." Tapi malah hanya itu yang reflek keluar dari mulutnya.
"Mau Mama jemput? Kamu lagi di mana?"
"Nggak usah, Ma!" jawab Kirana cepat. Bahaya kalau mama tahu anak gadisnya berada di rumah laki-laki sampai jam segini. "Aku lagi di jalan, kok."
"Yakin, ya?" Terdengar nada tidak percaya pada kalimat itu. Lalu, terdengar hembusan nafas di seberang telepon. Kirana yakin, pasti mama sangat kerepotan karena harus bekerja dan harus mengontrol hidup Kirana dalam waktu bersamaan.
"Yaudah, hati-hati ya, Sayang."
Tuut.
Kirana menghela napas setelah telepon ditutup. Cepat-cepat, ia merapikan tasnya dan bergegas pergi. Tapi sebelum itu, ia melirik kepada Daniella yang kini sudah asyik membaca komiknya.
"Ella, aku pulang, ya? Ada urusan di rumah. Besok pagi-pagi aku ke sini, oke?" pamit Kirana, yang disahuti dengan anggukan ceria dari Daniella.
Kirana tersenyum, entah kenapa hari ini ia lebih banyak tersenyum dari biasanya. Mungkin bertemu Daniella adalah salah satu alasannya.
Sekali lagi, Kirana mengelus kepala Daniella sebelum benar-benar melangkah keluar dari kamar Gabriel.
Tapi, ada satu hal yang membuat langkah Kirana terhenti.
Sebuah patung salib menggantung di tembok kamar sebelah lemari milik Gabriel.
***
ada yang pernah ngalamin kayak Kirana? rasanya sad banget sih, i kno the feels bcs i've feels it hshshs 😷
KAMU SEDANG MEMBACA
Teluk Alaska [Hiatus]
Novela JuvenilLove Different Religion. Kirana dan Gabriel terjebak di status itu. Saling mengingatkan kewajiban yang berbeda satu sama lain. Saling mendoakan dengan cara yang berbeda satu sama lain. Mungkin memang terdengar sepele. Namun jika ini terjadi pada kal...