BAB 15
MALAM ini hujan turun cukup deras, membuat Kirana terpaksa harus menahan perutnya yang kelaparan karena tidak ada makanan di rumah. Kirana memang sendirian seharian ini. Mama tadi pagi tiba-tiba saja ada panggilan dari kantornya yang mengharuskan ia pergi dan belum pulang sampai sekarang. Mbok Ratih, pembantunya, sudah dari seminggu yang lalu dia pulang ke rumah dengan alasan ada urusan.
Kirana menutup pintu balkon. Ia duduk di kursi dan meletakkan cokelat panas di meja bundar sebelah kursi. Lumayan, untuk sedikit mengisi perutnya.
Diseruputnya pelan-pelan cokelat panas itu, minuman favoritnya dan Revan sejak kecil. Biasanya kalau hujan seperti ini, Revan yang selalu membuatkan cokelat panas dan mereka menikmatinya berdua di balkon. Namun sekarang, Kirana harus membuat cokelat panas sendiri untuknya. Meskipun rasanya sedikit berbeda.
Bicara tentang Revan, Kirana jadi teringat Gabriel. Kedua cowok itu memiliki banyak kesamaan. Sifatnya, cara berbicaranya, cara berjalannya, benar-benar mirip.
Ah, dan satu lagi. Mereka berdua senang mengacak-ngacak rambut Kirana.
Ting tong.
Suara bel terdengar dari bawah. Kirana mengernyit, matanya melirik jam di dinding kamarnya. Jam sembilan malam, siapa yang datang ke rumahnya malam-malam begini? Tidak mungkin itu mama, karena mama sendiri bilang ia akan pulang dini hari.
Ting tong.
Kirana mengambil ponselnya di nakas, kemudian menuruni tangga dengan cepat. Kirana berjalan ke arah pintu dengan jantung berdebaran. Dengan hati-hati, tangannya terulur untuk menyibak gorden jendela dan mengintip di sana.
Lalu, hufffttt. Kirana mengembuskan napas lega ketika ternyata Gabriel yang datang ke rumahnya. Kirana membuka pintu, lalu muncullah sosok Gabriel dengan rambut sedikit basah terkena hujan dan tangan menggenggam plastik berisi martabak manis. Dan tak lupa, cengiran khas terlukis di bibirnya.
"Ngapain ke sini?" tanya Kirana sambil mengernyit.
Gabriel cemberut. "Suruh masuk dulu, atuh! Dingin, nih."
Kirana cengengesan, ia segera memberi jalan untuk Gabriel masuk dan menutup pintu.
"Duduk dulu," kata Kirana mempersilakan. "Jaket lo basah, lepas dulu. Nanti sofanya ikutan basah."
Gabriel mengangguk patuh. Sambil menunggu Kirana, Gabriel asyik melihat-lihat foto-foto masa kecil Kirana yang terpajang di dinding ruang tamu. Dari Kirana masih bayi, sampai berumur kira-kira 10 tahun. Saat Kirana masih imut dan masih suka cemberut. Gabriel jadi terkekeh sendiri.
Lalu, pandangan Gabriel jatuh pada satu bingkai foto yang paling besar dari yang lain. Di sana, terpampang foto kecil Kirana dengan seorang laki-laki. Di bawahnya tertulis dengan huruf sambung, 'Kirana dan Revan'.
Gabriel membuang muka, mendengus kasar. Lagi-lagi, Revan. Ia kembali duduk, berusaha menahan emosinya. Tidak, itu hanya foto. Tidak seharusnya ia emosi.
Kirana datang. Dengan kedua tangan memegang nampan berisi dua gelas cokelat panas dan sebuah handuk kecil di bahunya. Diletakannya nampan itu di meja, lalu diserahkannya handuk kecil itu kepada Gabriel.
"Buat rambut," jelas Kirana, ketika Gabriel menerimanya dengan bingung.
Kirana menempatkan pantatnya di sebelah Gabriel. "Ngapain sih ke sini?"
"Kenapa? Gak suka banget, ya?" tanya Gabriel. Ia kini sudah asyik menyeruput cokelat panasnya.
Kirana menggeleng acuh. Dibukanya perlahan bungkusan martabak, lalu dicomotnya satu. "Tapi kalo ada martabak sih, suka-suka aja."
"Oh ya, Mama mana? Itu martabak gue bawain buat Mama lho, bukan buat lo."
Kirana cemberut. "Ada panggilan dari kantornya. Yaudah, martabak ini buat gue semua!"
Gabriel terkekeh, tangannya mengacak-ngacak rambut Kirana. Entahlah, mendadak hal itu sudah menjadi kebiasaan untuknya.
Detik berikutnya, tidak ada obrolan lagi. Kirana sudah sibuk dengan ponselnya sambil tetap mengunyah martabak. Sedangkan Gabriel melamun, tangannya mengetuk-ngetuk cangkir cokelat panas yang dipegangnya.
"Ran," panggil Gabriel.
"Hmm?" gumam Kirana menyahuti, tanpa menoleh.
"Rannn."
"Apaaa?" sahut Kirana, tapi matanya tetap tidak lepas dari ponselnya.
"HP-nya bisa diumpetin dulu, nggak? Gue mau ngomong."
Kirana mendongak. Melihat raut wajah Gabriel yang mendadak serius, Kirana langsung menutup dan meletakkan ponselnya di atas meja.
"Apa?" tanya Kirana, memajukan sedikit wajahnya.
Gabriel diam. Tangannya terus memainkan cangkirnya, perasaan gelisah dan bimbang berkecamuk di hatinya, sedangkan otaknya terus berputar memikirkan sesuatu.
"Kenapa?" tanya Kirana lagi, kali ini suara dan tatapannya melembut.
Gabriel menelan salivanya. Ia menarik napas panjang, lalu dibuangnya perlahan. Dengan gemetar, suaranya terangkat.
"Apparemment, je commence à tomber amoureux de toi."
***
Kirana membenarkan posisi tidurnya. Sekarang pukul sebelas malam, dan ia masih tidak bisa tidur. Padahal mama sudah berteriak di telepon sejak tadi menyuruhnya untuk tidur. Tapi, kalimat Gabriel yang tidak jelas itu membuat Kirana dihantui rasa penasaran. Dia tuh ngomong apa, sih?
Iya, setelah mengatakan kalimat tidak jelas itu, dengan tanpa dosa Gabriel malah pamit pulang, meninggalkan Kirana yang masih bengong di tempat. Gabriel memang sempat mengirim pesan kepada Kirana yang sepertinya berisi kalimat itu juga. Hanya itu, setelah itu menghilang, padahal Kirana sampai meneleponnya dua kali.
Kirana mengubah posisinya lagi, kali ini menjadi terlentang. Ia melirik ponselnya di atas nakas. Apa tanya ke Dea aja, ya? Siapa tahu dia masih online.
Kirana membuka kontak Whatsapp Dea. Di sana tertera terakhir aktif 2 menit yang lalu. Dengan segera, Kirana mengetikkan sebuah pesan untuk Dea. Disalinnya pesan dari Gabriel yang berisi kalimat itu, kemudian dikirimkan ke Dea.
Kirana
11.05 | Deaaaa
11.05 | udah tidur? katanya kan lo jago bahasa luar gitu, gue mau nanya
11.06 | ini artinya apa?
11.07 | "Apparemment, je commence à tomber amoureux de toi"Kirana menggigit bibirnya. Centang satu, itu berarti Dea sudah tidak online lagi. Kirana menghela napas, ditutupnya aplikasi Whatsapp, lalu beralih ke Instagram.
Lalu tiba-tiba, ting.
Balasan dari Dea!
Dea
11.10 | wkwk, itu bahasa Prancis
11.10 | artinya, 'Sepertinya, aku mulai jatuh cinta padamu.'
11.11 | cie cieee, ada cowok yang ngomong itu ke lo, ya?Kirana bergeming. Alisnya mengernyit tidak mengerti. Dibacanya ulang pesan itu, sampai tiga kali. Sampai Kirana terhenyak, sampai Kirana benar-benar tersadar kalau Gabriel....
Eh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Teluk Alaska [Hiatus]
Teen FictionLove Different Religion. Kirana dan Gabriel terjebak di status itu. Saling mengingatkan kewajiban yang berbeda satu sama lain. Saling mendoakan dengan cara yang berbeda satu sama lain. Mungkin memang terdengar sepele. Namun jika ini terjadi pada kal...