BAB 19

1.3K 177 56
                                    

BAB 19

SUDAH 6 bulan berlalu.

Sudah 6 bulan Kirana melalui hari-harinya bersama Gabriel.

Sudah 6 bulan pula Kirana berhasil menghadapi rintangan yang berdatangan selama ia berhubungan dengan Gabriel.

Ah, ralat.

Baru 6 bulan.

Selama 6 bulan itu pula, Kirana selalu dibuat tersenyum oleh perlakuan Gabriel padanya, meski itu hanya sebuah pesan sederhana sekalipun. Pesan sederhana seperti ini, contohnya.

'Kirana udah sholat? Princess gak boleh telat ya, sholatnya!'

Lalu, Kirana akan membalasnya seperti ini.

'Siap, Bos! Kamu udah siap-siap? Hari ini hari minggu, waktunya kamu ke gereja, kan? Jangan sampe telat!'

Saling mengingatkan kewajiban yang berbeda, membuat Kirana semakin sadar, bahwa perbedaan besar itu memang ada, dan mungkin tidak akan bisa diganggu-gugat. Keyakinan yang berbeda ini tentunya menjadi penghalang besar bagi hubungan Kirana dan Gabriel, apalagi setelah berita bahwa mereka resmi pacaran sudah tersebar seantero sekolah. Banyak teman-teman Gabriel yang tidak mendukung hubungan keduanya. Bahkan beberapa dari mereka ada yang menunjukkan rasa ketidaksukaannya secara terang-terangan.

Kirana tahu, hubungannya dengan Gabriel tidak akan mungkin bertahan lama. Mungkin saja, suatu saat nanti Gabriel akan lelah dengan semuanya dan memilih untuk menyerah. Lalu pada akhirnya, akan memilih untuk bersama perempuan lain yang lebih pantas dengannya.

Kirana hanya bisa meyakinkan diri sendiri bahwa Tuhan selalu mempunyai rencana yang baik untuknya.

Pagi itu setelah selesai sholat Subuh, Kirana melipat mukena dan sajadahnya, lalu menaruhnya lagi di lemari kecil khusus alat sholat. Setelah merapikan rambutnya, ia keluar dari kamar dan menuruni tangga.

"Wah, wangi pancake, nih! Siapa yang masak?" tanya Kirana begitu hidungnya mencium aroma kesukaannya. Ia mengintip dari balik tembok dapur. Di sana mama dan Mbok Ratih sedang bereksperimen di dapur sambil bercengkrama riang.

"Mama gak mau kalo Kirana yang masak pancake. Mama gak mau lagi lidah Mama ternodai dengan pancake yang asin!" ledek mama dengan nada yang dramatis, matanya mendelik jahil pada Kirana. Mama dan Mbok Ratih memang udah kapok nyobain pancake buatan Kirana. Seminggu yang lalu, Kirana berhasil menciptakan pancake terasin di dunia. Kirana sendiri sampai ingin muntah rasanya.

"Aku mau ke rumah Gabriel nanti siang, Ma. Boleh, ya?"

Sambil mulutnya menyuap sepotong kecil pancake, Kirana meminta izin kepada mama. Pagi itu seperti biasa, Kirana melalui sarapannya hanya berdua dengan mama dan Mbok Ratih di meja makan.

"Ah, kebetulan!" seru mama, seperti baru teringat sesuatu. "Mama mau kumpul di sana, ada keperluan. Cuma bertiga sih. Mama, Tante Karin, sama Tante Cleo."

"Tante Cleo?" Alis Kirana mengernyit. Biasanya mama hanya menyebutkan nama Tante Karin. Namun kali ini, sepertinya mama mendapat teman baru. "Siapa? Kok aku gak pernah denger?"

"Temen Mama jaman SMA. Dan temen Tante Karin juga. Ternyata Mama dan Tante Karin tuh satu SMA dulu! Tapi gak saling kenal karena kelasnya jauhan," jelas mama. "Sekalian reunian gitu, hihi."

Teluk Alaska [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang