Sudah hampir lima belas menit berlalu ketika Namira dan Yoongi mulai sama-sama sibuk dengan makan malam mereka. Tak ada yang bicara satu sama lain, mungkin karena mereka telah kehabisan begitu banyak energi setelah pergulatan panjang mereka yang panas dan menggairahkan.
"Bagaimana pemeriksaanmu? Kau masih melakukannya dengan teratur, kan?" akhirnya Yoongi membuka suara, mungkin perutnya sudah cukup terisi dan tenaganya sudah di recarge kembali. Namun ia berbicara tanpa menoleh dan masih sibuk memasukkan soup hangat kemulutnya.
Namira menganguk, dengan sedikit terburu ia menelan kuah soup yang memenuhi mulutnya. "Pekan depan aku akan ke Amerika."
Terdiam sesaat Yoongi pun menoleh, seolah meminta penjelasan lebih dari kata-kata yang terlontar dari mulut Namira barusan. "Aku harus bertemu dokter Edwardo dokter spesialis saraf, dokter Chan bilang beliau bisa membantu, jika melihat kasus lumpuhku yang sudah terlalu lama."
"Kenapa baru sekarang? Setelah tujuh tahun berlalu." Yoongi masih menatap Namira meminta penjelasan.
Karena memang benar seperti apa yang dikatakannya barusan kenapa baru sekarang dokter Chan menyarankan dokter Edwardo atau siapapun itu yang tidak ia kenal dan tinggalnya cukup jauh dengan Korea.
"Sebenarnya bukan baru." Namira menunduk. "Dokter Chan sudah merekomendasikannya sejak lama."
"Hanya saja......" Namira menggantung ucapannya. "Saat itu aku sedang tak ingin sembuh."
"Kenapa?" ditatapnya Namira dari ujung matanya, sambilnYoongi menegak segelas air putih dimulutnya.
"Bukan apa-apa aku hanya merasa kelumpuhan ini pantas untuku."
"Namira...."
"Tapi tenang saja, sekarang aku akan berusaha untuk sembuh, karena ada kau Yoon, maka aku pasti akan sembuh."
Pancaran kepercayaan dan harapan yang berkilat begitu besar dimata Namira membuat dadanya serasa diremas. Jika saja Namira tau apa yang diperbuat Yoongi dibelakangnya akankah harapannya masih sebesar itu?
"Nami.... Aku ingin kau berjanji satu hal padaku." mata hitam kelam Namira menatapnya seolah membius hatinya yang ingin berbicara, membuat Yoongi harus diam sejenak guna mengatur gejolak hatinya "Berjanjilah, bahwa apapun yang akan terjadi diantara kita kelak, kau harus sembuh, bukan untukku, tapi untukmu, untuk masa depanmu."
"Sayangnya duniaku sekarang hanya ada disekitarmu Yoon, jadi kaulah alasan kenapa aku ingin sembuh, tapi jika kau berkata demikian aku akan tetap berjanji untukmu, aku pasti sembuh. Akan ku buat diriku pantas untukmu Yoon."
"Namira..."
Semakin menatap kesungguhan Namira dalam setiap kilatan obsidiannya dan mendengar cara bicaranya, membuat Yoongi makin sesak. Yoongi merasa Namira telah merajut mimpi yang begitu indah dengannya di masa depan. Lalu bagaimana caranya menyampaikan kalau selama ini yang ia lakukan hanya kebohongan semata.
"Yoon bagimana pekerjaanmu di Jepang?"
Ditanya seperti itu entah kenapa Yoongi merasa gugup, seolah sekarang dirinya akan ditelanjangi tiba-tiba titik-titik keringat muncul di dahinya.
Sudah lama ia tak berbohong. Selain satu kebohongan besar tentang perasaannya, yang tak kentara karena sejatinya ia menyayangi wanita dihadapannya jadi membahagiakannya juga masuk dalam daftar hidupnya."Bagus.." akhirnya ka meloloskan kata-kata pamungkas itu. "Semuanya berjalan lancar." lanjutnya dengan harapan Namira tak akan bertanya lebih jauh lagi, dan kebohongan tentang hubungannya dengan Adora tak terendus sama sekali.
"Apa Adora baik padamu?"
Skak mat.
Entah kenapa sekarang ia merasa tertembak mati. Kenapa Namira bertanya soal Adora, apakah hubungan yang ia tutupi dengan mudah dapat tercium olehnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
I CAN'T
General FictionSeorang Min Yoongi pria berandal yang mendadak tobat setelah jatuh miskin karena kebangkrutan perusahaan orang tuanya. Namun Tuhan masih berbaik hati mengirimkan sesosok malaikat dalam hidupnya. Lalu bisakah ia membalas budi dengan terus melayani n...