Namira meremat jemarinya, keringat dingin membuat kedua telapak tangannya basah. Ia sangat gugup, juga ketakutan membayangkan apa yang sedang dilakukan Yoonggi di dalam sana dengan wanita lain yang belum ia ketahui siapa. Tapi kecurigaannya tetap hanya pada satu orang.
Orang yang sama yang menghancurkan hidupnya di masa lalu.
Masih terdiam di depan pintu sebuah kamar hotel dengan kunci cadangan ditangannya, ia mencoba menenangkan dirinya, bahkan sesekali ia harus menarik nafas panjang sambil memegang dadanya yang sudah lebih dulu merasa sesak.
Meski begitu ia masih saja mencoba berharap apa yang ia fikirkan tak benar-benar terjadi.
Sejam yang lalu ia tiba di Kanzai- airport, karena ia mengikuti jejak Yoongi. Setelah mendapat informasi secara menyeluruh dari orang suruhannya Namira pun sampai di tempat ini. Tadinya ia berharap orang-orangnya bisa memberi penjelasan lebih tentang wanita yang menjemput Yoongi, tapi ternyata itu tak berhasil, karena wanita itu hanya menunggu di dalam mobil yang ia kendarai.
Sebenarnya ia tak berniat untuk mengikuti Yoongi hingga ke Osaka, tapi Bong Sai An mendesaknya untuk mengambil keputusan segera. Bukan apa-apa ia hanya ingin semua bisa terjawab dengan cepat. Wanita paruh baya itu tak ingin Namira terus membiarkan kebohongan pria bermarga Min itu berlangsung terlalu lama dan berlarut-larut. Jika memang Yoongi sudah tak setia untuk apa dipertahankan, hal itu justru akan lebih melukai nonanya dikemudian hari. Maka ia meyakinkan Namira untuk mencoba merelakan semuanya.
Lagi pula cepat atau lambat semua memang akan berakhir.
Jika saja, semua memang harus berakhir sejatinya jika boleh Namira berharap tidak dengan cara seperti ini. Tapi, Namira ingin Yoongi mendapatkan wanita terbaik. Bukan wanita penghancur seperti apa yang dia takutkan. Setidaknya ia ingin memastikan itu.
Meski Yoongi telah menyakitinya namun ia tetap ingin Yoongi bahagia, ia sangat sadar akan keadaan dirinya yang tak akan bisa membantu Yoongi dalam hal apapun, malah ia hanya akan menjadi beban.
"Namira....." seorang wanita paruh baya meremas pundaknya "Jika kau tak sanggup___"
"Akan kulakukan."
Tangannya terulur gemetar dengan kunci serep digenggaman. Dengan segenap kebulatan tekad ia mengarahkan kunci itu ke tempatya, tapi baru saja ia akan memasukkan kuncinya, ia menarik tangannya kembali.
Namira memilih mengetuk, setidaknya hatinya tak akan terlalu sakit jika Yoongi membuka pintu ketimbang ia mendobrak dan mendapati kekasihnya yang sedang bercinta dengan wanita lain.
Perlahan setelah ia mengetuk pintu, suara pintu terbuka pun terdengar nyaring.
"KAU!!"
"KAU!!"
Ucap dua wanita itu hampir bersamaan.
Tubuh Namira seketika terguncang kala mendapati siapa wanita yang berdiri di hadapannya dengan memakai gaun ketat yang mempertontonkan lekuk tubuhnya.
"Jadi apa yang kufikirkan selama ini ternyata benar Adora, jadi itu benar-benar kau."
"Kalau iya kenapa?"
"Tapi kenapa Adora, kenapa harus Yoongi?"
Adora tersenyum sinis "Karena Yo___"
"Siapa yang datang, baby?" suara Yoongi dari dalam kamar benar-benar seperti pisau yang langsung menusuk hati dan jantung Namira bersamaan. Ingin menyangkal semua penghianatan itu pun rasanya sudah tak bisa lagi, karena kenyataannya sudah terpampang begitu gambalang di hadapannya.
"Bukan siap___" sebelum Adora menyelesaikan kata-katanya Namira telah lebih dulu berhasil masuk ke dalam kamar itu. Adora hendak menarik tubuh Namira dan kursi rodanya tapi Bong Sai An mencegahnya, ia malah menjambak rambut Adora dan menariknya keluar kamar. Hingga ia menjerit kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I CAN'T
Fiksi UmumSeorang Min Yoongi pria berandal yang mendadak tobat setelah jatuh miskin karena kebangkrutan perusahaan orang tuanya. Namun Tuhan masih berbaik hati mengirimkan sesosok malaikat dalam hidupnya. Lalu bisakah ia membalas budi dengan terus melayani n...