tiga belas

1.3K 113 6
                                    

Ia duduk dikursi roda dekat dengan salah satu sisi ranjangnya. Masih memperhatikan Yoongi yang mondar-mandir mengepak baju, memasukkannya ke dalam koper besar miliknya. "Jadi berapa lama kau akan di Jepang, Yoon?", Namira masih berusaha membantu melipat beberapa pakaian meskipun hatinya tengah menangis karena ia tau tujuan Yoongi ke Jepang bukan hanya demi pekerjaan.

Ia menghubungkan sendiri seluruh kejadian yang ia dengar dan hadapi selama tiga hari belakangan.

Ya. Dan sesuai dengan apa yang ia dengar dari percakapan Yoongi bahwa ia akan meninggalkan Korea setelah tiga hari, itu berarti hari ini, dan Jepang adalah tujuannya. Jadi Namira sudah bisa memastikan wanita itu ada di Jepang, dan mereka akan bertemu di bandara.

"Belum pasti Nami, ada banyak hal yang harus aku urus di sana, beberapa proyek dan produk baru akan diluncurkan oleh Adora Company jadi aku harus di sana, paling tidak sampai lounching produk selesai dilakukan."

"Begitu, kah? Itu berarti kemungkinan memakan waktu lebih dari sebulan, benar 'kan?"

Yoongi pun mengangguk sementara Namira tersenyum pahit, tanpa Yoongi ketahui, karena pria itu terlalu sibuk.

"Mmm....Yoon, bolehkah aku ikut denganmu?"

Terdiam adalah gerakan refleks Yoongi ketika mendengar Namira bertanya hal yang akan mengusik privasinya.

"Tidak Nami, aku tak bisa membawamu serta. Kau tau sendiri saat mendekati lounching produk aku  pasti akan sangat sibuk jadi tak akan ada yang bisa menjagamu."

"Ada bibi___"

"Lain kali aku akan mengajakmu ke sana untuk jalan-jalan, hanya kau dan aku, hmm?" Yoongi menunduk mencium bibir Namira kemudian tersenyum manis, agar Namira tak merajuk kembali. "Aku tau kau akan mengerti situasinya, aku akan cepat kembali, untukmu."

"Baiklah." jawab Namira pasrah. Hatinya terasa semakin sakit menerima tindakan manis Yoongi. Pria dihadapannya benar-benar pandai bersandiwara. Liquid bening tiba-tiba menggenang di pelupuk matanya siap untuk tumpah. Tapi ia berusaha menahannya. Bahkan berulang kali ia menelan saliva hanya agar suaranya tak terdengar serak.

Inilah pertama kalinya ia merasa begitu sakit ketika akan melepas Yoongi menjauh dari sisinya, seolah pria itu kini tak akan pernah kembali lagi padanya.

"Paman Nam, aku sudah siap bisakah kau membantuku membawa barangku turun?" suara Yoongi di telpon membuat Namira kembali tersadar akan lamunannya, ia berusaha tersenyum kala melihat Yoongi mendekat ke arahnya "Mau mengantarku ke bandara?"

"Tentu saja Yoon."

"Itu baru wanitaku, berikan aku senyum terbaikmu sebelum pergi. Seperti biasa aku ingin pergi diiringi senyum manismu itu."

Mendengar permintaan Yoongi maka yang bisa dilakukan Namira hanya tersenyum, tersenyum sangat manis untuk seorang Min Yoongi yang mungkin akan meninggalkannya untuk segera menikah dengan orang lain seperti apa yang ia bincangkan dengan kekasihnya.

"Aku bantu kau berganti pakaian." Namira kembali tersenyum samar, kala menyadari ia terlalu banyak melamun sejak tadi. Ia pun mengangguk menerima tawaran Yoongi, karena mungkin apa yang akan dilakukan Yoongi hari ini adalah yang terakhir untuknya.

Sesaat kemudian Yoongi pun disibukan dengan kegiatannya membantu mengganti pakaian hangat untuk Namira, karena cuaca diluar cukup dingin.

"Eh, kakimu kenapa Nami?" sedikit tertegun kala mendapati bercak keunguan pada daerah tengkuk Namira, Yoongi pun terdiam sesaat mencoba memperhatikan lebih teliti, namun Namira mencegahnya, ia buru-buru menaikkan celananya.

"Itu kenapa?" kembali ia bertanya.

"Bukan apa-apa Yoon, hanya luka biasa, kemarin dokter Edwardo memintaku berlatih dengan keras dan aku terjatuh beberapa kali."

Tiba-tiba saja Yoongi berdiri sambil menyingsingkan lengan bajunya dan menatap nanar ke arah pintu "Wah...kurang ajar, dokter itu berani melukai wanitaku, aku harus bikin perhitungan." geramnya dengan tampang marah yang dibuat-buat.

Namira terkekeh sambil memukul lengan pria itu "Kau ini ada-ada saja."

"Kau tersenyum? Ah aku mendapatkan senyum manismu lagi." aegyo Yoongi membuat Namira tersenyum makin lebar. Mereka pun berpelukan dengan hangat.

"Aku akan merindukanmu Nami."

Benarkah?

Jika saja Namira mampu ia ingin sekali menanyakan kebenaran kata-kata manis Yoongi saat ini.

Namun ia hanya bisa memejamkan kedua matanya menikmati hangatnya pelukan Yoongi sembari berucap "Aku akan lebih merindukanmu Yoon."

"Semoga Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk bertemu lagi, tanpa wanita lain di sisimu." lanjut Namira dalam hatinya.

"Sudah, sekarang ayo kita berangkat, jika terus seperti ini bisa-bisa aku tak jadi berangkat dan berakhir memakanmu."

"Ck. Dasar CEO mesum, jangan sampai di Jepang sana kau memakan sekretrismu juga." canda Namira.

"Tak akan kulakukan Nami percayalah, meskipun dia menari telanjang di depanku."

"Kenapa begitu? Jangan bilang kau tak akan melakukannya karena tak ingin menyakitiku." karena hari ini kau sedang menyakitiku Yoon.

"Tentu saja tidak." jawab Yoongi sambil mendorong kursi roda Namira menuju mobil hitam yang sudah menunggu mereka di halaman depan. "Karena sekretarisku di sana sudah terlalu tua."

"Yoongii!!"

Pria itu tertawa terbahak kala Namira memukul lengannya dengan kesal "Lalu jika yang mendekatimu wanita muda kau akan bercinta dengannya?" Namira mencoba mamancing pengakuan Yoongi sekali lagi, tapi ia gagal.

Raut wajah Yoongi masih tampak polos dan tanpa dosa. "Kalau hal itu akan kupikirkan." jawab Yoongi sedikit bercanda tanpa ia tahu kata-katanya sekarang sangat melukai wanita yang bersamanya, hingga tanpa sadar setitik air mata telah jatuh membasahi pipi Namira.

Yoongi terkesiap melihat aliran air mata itu kala akan mengangkat tubuh Namira masuk ke dalam mobil. "Hei..kenapa ada permata jatuh di sini?" ia menangkap lelehan air mata itu.

"Kau menangis karena candaanku tadi? Atau karena tak ingin berpisah denganku? Kalau begitu aku tak jadi pergi saja, aku tak mau permata berharga ini berjatuhan dari mata indahmu." rayu Yoongi, dengan wajah yang dibuat-buat kesal.

Namira mendecak kesal "Ck. Dasar pembual kelas kakap, sudah cepat masuk mobil kalau tak ingin ketinggalan pesawat."

"Janji kau tak akan menangis lagi." Namira mengangguk yang kemudian dihadiahi satu kecupan singkat dibibirnya.

Paman Nam hanya tersenyum menatap kemesraan pasangan kekasih di kursi penumpang di belakang kemudianya. Ia selalu berharap agar nona mudanya itu selalu bahagia dan ia sangat senang kala mengetahui orang yang akan mendampingi nonanya kelak adalah pria baik seperti Yoongi.

Sementara Namseok tersenyum bahagia, lain lagi dengan Bong Sai An. Ia menatap kesal ke arah jendela, ia yang duduk di kursi depan samping kemudi merasa begitu muak melihat sandiwara Yoongi yang bahkan melebihi akting seorang aktor peraih piala Oscar, dan itu menjijikan. Tapi sayangnya meski kekesalannya sudah mencapai ubun-ubun ia tetap tak bisa melakukan apa-apa karena Namira melarangnya. Maka saat ini ia hanya bisa diam tanpa bicara dan hanya bertahan dengan ekpresi marahnya.

Butuh waktu 35 menit bagi mereka untuk sampai di bandara Icheon, karena melihat waktu yang sudah sedikit mendesak untuk boarding pass maka Yoongi pun berpamitan dengan tergesa dengan Namira.

Ia menunduk untuk mencium wanitanya sekali lagi "Aku akan sering-sering menghubungimu, jadi jangan terlalu bersedih aku tak suka melihatnya." pesannya sebelum masuk ke antrean.

Namira mengangguk.

Sekali waktu Yoongi masih tampak melambaikan tangan beberapa kali sebelum akhirnya ia menghilang dibalik pintu.

Namira tersenyum kecut. Sebelum kemudian meraih ponsel dalam tasnya, ia segera menghubungi seseorang.

"Pesawatnya berangkat satu jam lagi pastikan kau sudah di bandara saat pesawat itu landing, cari tau siapa yang menjemputnya, dan ikuti mereka,  cari tau tempat mereka menginap, aku akan menyusul lima belas menit setelahnya, siapkan juga anak buahmu untuk menjemputku."

Tbc.

I CAN'TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang