dua belas

1.3K 113 5
                                    

"Eh non Namira, anda di sini?" dengan tergesa Namira menghapus air matanya dengan kedua tangannya ketika dilihatnya paman Nam berjalan tergopoh ke arahnya "Bukannya tadi nona sudah di bandara, kenapa nona kembali?"

"Keberangkatanku ditunda paman, lagi pula dokter yang akan menanganiku nanti, besok akan datang berkunjung ke Rumah Sakit Seoul jadi kami akan bertemu di sana sebelum ditentukan pemeriksaan lebih lanjut."

"Itu bagus sekali, tuan Yoongi pasti sangat senang mendengarnya, tadi tuan Yoon sempat uring-uringan karena berangkat terlalu pagi dan tak ikut mengantar anda ke bandara."

Senyum Namira terpatri tipis di wajahnya. Bibi Bong tau itu, tapi tidak dengan paman Nam yang sibuk menceritakan bagaimana Yoongi menggerutu sepanjang perjalanan karena kliennya tak mau rapatnya dimundurkan dan ia harus berjalan pagi-pagi sekali hingga meninggalkan Namira yang juga tengah bersiap untuk keberangkatannya.

"Tuan Yoon sangat menyayangi anda ya?" paman Nam tersenyum dengan sumringah dan wajah berapi-api kala menceritakan tentang majikan barunya setelah Wuujin meninggal. Sementara Namira mendengarnya samar dengan tak berminat "Anda harus bersyukur karena memiliki tuan Yoongi yang tak seperti almarhum tuan Wuujin." samar kembali didengarnya Namseok memuji Yoongi membuat Namira tersenyum pahit dan mengangguk samar mengiyakan perkataan pria berusia sebaya bibi Bong yang berdiri dibelakangnya.

"Ah...iya kurasa juga begitu paman, baiklah kalau begitu aku pamit dulu, aku harus bertemu dokter Chan hari ini." kilah Namira, ia ingin segera menyelesaikan perbincangan yang membuat hatinya seperti ditusuk sembilu.

"Begitu ya, kalau begitu biar aku antar nona,"

"Tidak usah paman, aku akan berangkat dengan bibi." Namira mengalihkan tatapannya yang berkabut ke arah bibi Bong maid pribadinya "Ayo bi."

"Ba..baik nona." ucap bibi Bong, "Namseok, sebaiknya kau awasi baik-baik majikanmu." sarkas wanita paruhbaya itu saat melangkahkan tungkainya sambil mendorong kursi roda milik Namira.

Sementara ditempatnya Namseok tergugu tak mengerti akan ucapan Bong Sai An.

"Kau tak apa-apa Namira?" Bong Sai An menatap iba pada wanita berparas cantik yang duduk disebelahnya. Bong Sai An memang kerap kali hanya memanggil nama saja pada Namira kala mereka tengah berdua.

"Aku pikir apa yang kufikirkan waktu itu salah." Namira menatap kosong ke arah jalanan di depannya, sementara sang sopir taxi tetap melajukan kendaraan dengan kecepatan standar tak perduli dengan percakapan dua penumpangnya. Ia juga tak terlalu berniat ikut campur karena itu bukan urusannya. "Aku pikir Yoongi berbeda, tapi sepertinya aku salah, waktu itu, kala kulihat dia mengobrol dengan seseorang lewat telpon di balkon kamar, aku sudah menaruh curiga, tapi aku mengabaikannya, karena aku yakin Yoongi tak akan menyakitiku." lanjut Namira terdengar serak karena ia tengah mati-matian menahan tangisnya. "Selain itu sikapnya juga tak pernah berubah padaku, jadi kupikir aku hanya terlalu parno, karena trauma masa lalu, tapi....."

"Namira...."

"Sepertinya hidupku tak akan pernah berubah, benar, kan bi." wanita itu tersenyum hambar, membuat bibi Bong pun menitikkan air matanya.

"Berhentilah berfikir demikian Namira, kau berhak bahagia, jika Yoongi melukaimu lepaskan dia."

"Rasanya tidak mudah melepaskan seseorang yang telah hidup bersama kita selama bertahun-tahun, bi. Apalagi sesosok pria baik seperti Min Yoongi."

"Dia bajingan Namira, aku tak setuju jika kau mengatakan dia pria baik-baik."

Kekehan samar kembali mengusik pendengaran bibi Bong, ia sangat tau Namiranya sedang sangat terluka "Bajingan ya..."

I CAN'TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang