dua puluh satu

1.4K 116 4
                                    

"Taka...apa kau yakin dengan semua ini?" Namira menatap sesosok pria yang kini tengah berdiri dengan setelan tuxedo putihnya.

"Aku sangat yakin Namira. Kita tak perlu bertunangan, yang perlu kita lakukan sekarang hanya mengucap janji pernikahan."

Sang wanita yang telah terbalut pakaian pengantin itu menghela nafas "Kau tau umurku tak lama lagi Taka, jadi jangan sia-siakan hidupmu."

"Diamlah!! Kau tau aku tak suka jika kau mengungkit lagi soal umur, memangnya siapa yang bisa tau umur seseorang. Kau sudah lihat Minami, dia yang di diagnosa hanya bis bertahan selama sebulan nyatanya sekarang telah kembali sehat."

"Jangan paksakan dirimu Taka, aku tau ini berat bagimu."

Taka tak mau bicara lagi, tapi ia malah menarik rahang wanitanya dan memagut bibirnya intens.

Namira membiarkan saja apa yang dilakukan Taka untuknya, mungkin ini bisa sedikit menenangkan hati sang pria yang ia tau sedang sangat terluka, dan mencoba menghibur dirinya sendiri.

Karena selama ini Taka sangat tau bagaimana keadaan Namira.

Kemoterapi telah ditempuh hingga beberapa kali oleh Namira, bahkan rambutnya pun harus dipotong pendek karena terlalu banyak yang rontok. Ia tampak seperti wanita tomboy dengan rambut pendek seperti itu. Namira bahkan hanya tinggal menunggu waktu untuk menggundul seluruh mahkota dikepalanya itu.

Disaat-saat ia begitu frustasi dengan hidupnya Taka tak pernah menyerah untuk membuatnya tetap berjuang.

Karenanya bahkan Taka jadi begitu akrab dengan para petugas medis yang merawatnya selama tinggal di rumah karantina khusus pengidap kanker.

Taka yang selalu hadir untuk menemaninya membuat Namira tak tega jika harus terus-menerus menolak ajakannya untuk menikah.

"Kau ingin ke Paris 'kan? Maka mari kita menikah, dan kita bisa berbulan madu ke sana."

Saat itu Namira fikir Taka hanya main-main. Tapi nyatanya dia serius.

Ketika di hari berikutnya Taka datang dengan gaun pernikahan juga tiket pesawat dan bukti bookingan hotel di Paris, maka Namira pun mengalah.

Ia mengangguk setuju.

Maka setelah seminggu jadilah ia di sini, di salah satu gereja di Seoul. Di dandani selayaknya pengantin. Dengan gaun putih yang cantik membalut lekuk tubuhnya yang tampak makin kurus.

Entah apa yang diinginkan Taka darinya ketika ia tahu Namira lebih memilih mewariskan seluruh perusahaan ke panti asuhan bukankah itu artinya Taka tak akan dapat apa-apa.

Tapi cinta bukanlah hanya soal harta, atau tubuh yang sempurna, tapi juga soal rasa. Mungkin karena itulah Taka menerima segalanya dengan ikhlas dan lapang dada karena ia sungguh-sungguh menyukai Namira.

Bukan hartanya atau fisiknya, tapi ini soal hatinya dan segala kekurangannya, Taka telah siap menerima semuanya, meski harus menentang keluarganya.

Mungkin itulah alasan kenapa ciuman itu kini terjadi diruang ganti Namira.

Seolah ingin menyalurkan seluruh rasa cintanya Taka masih tetap memagut dan menyecap bibir Namira dengan halus namun juga cukup intens, hingga suara ketukan pintu menyadarkannya.

Pintu pun perlahan terbuka. Menampilkan sosok Seungmi yang juga telah berpakaian rapi "Bisakah kalian lanjutkan ciumannya di depan altar saja?" godanya yang membuat Namira merona malu. Sementara Taka hanya tersenyum. "Ya sudah aku tunggu kau di altar Namira."

Namira mengangguk, kemudian Taka menarik kepalanya dan menjatuhkan satu kecupan hangat di keningnya "Dandani Namira dengan baik Seungmi, aku ingin dia tampil sangat cantik hari ini."

I CAN'TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang