DUA

13K 513 5
                                    

Mungkin sekarang orang-orang di sekitar gue, bahkan terdekat sekalipun, seperti keluarga gue... belum juga tahu, kalau sampai saat gue udah memasuki umur 16 tahun ini, gue masih suka ngayalin om gue itu.

3 tahun kemudian, sejak kejadian gue di hukum dengan cara yang menyimpang seperti itu, nyatanya malah membuat gue yakin akan orientasi seksual gue yang bener-bener menyimpang dari sebagaimana seharusnya.

Tapi dimana dia sekarang...?

"Pah, Pah..." Malam itu selepas makan malam, Stefan menghampiri Ayahnya yang sedang sibuk dengan laptopnya di ruang tengah.

"Kenapa?" tanya Papa.

"Pah, sekarang Om Devon dimana sih? Kok udah gak keliatan?" tanya Stefan.

"Oooh... sibuk dia itu"

"Hah? Sibuk ngapain, sampe natalan aja gak pernah ikut ngumpul?"

Papa melepaskan pandangannya dari laptopnya, sekarang dia malah ikut kepikiran.

"Jangan bilang, Papa sama Om Devon, udah lost contact ya?" tanya Stefan, ke inti.

Papa menghela napas sejenak. Kemudian dia merangkul pundak anak sulungnya tersebut. "Stefan... Mungkin papa gak salah kalau sekarang saatnya Papa kasih tau ini ke kamu..."

"Apa, Pah????" Stefan berapi-api, "Jangan bilang Om Devon udah mati ya?!"

"Hus! Sembarangan kamu!" jawab Papa.

"Terus kenapa dong?"

Sekali lagi, Papa seakan ragu untuk mengatakannya pada Stefan, "Mmm... Om Devon itu... dia..."

Stefan masih menunggu dengan penasaran. Dia kenapa sih, ah.

"Dia itu punya pemikiran sendiri, dan suka nekat untuk ngambil jalannya sendirian. Yaa bisa di bilang... sedikit liar!"

Stefan malah terkesima, "Wih... emang macho abis!"

"Yaa... bisa di bilang begitu. Dia pernah gagal untuk masuk tentara, makanya mungkin dia kecewa. Dan sekarang, dia itu bisa di bilang... mmm... traveler lah! Hobinya itu berpergian"

Membayangkannya saja, mata Stefan sudah berbinar-binar. "Emangnya... dia belum nikah-nikah, Pah?"

"Setahu papa sih belum... kan tadi papa bilang, dia itu punya pemikiran sendiri!"

Stefan manggut-manggut, sok paham.

Papa melanjutkan, "Dulu aja nih... dia itu berani banget ngejawab Opa"

"Oh ya?"

"Iya! Opa itu... gak setuju dia jadi tentara. Opa maunya dia jadi dokter. Tapi ya... gitulah, om kamu! Mungkin dia juga malu, karena dia gak bisa masuk tentara, akhirnya dia ngelampiasin semuanya lewat traveling"

Stefan berpikir sejenak, "Papa gak punya kontaknya?"

"Gak punya sama sekali, Stefan. Malah harapan Papa, dia bisa cari Papa dan tau alamat rumah kita ini, itupun kalau memang dia udah gak mau balik ke rumah Opa"

Stefan menghela napasnya, dia malah jadi gamang, "Kasian ya Om Devon"

"Loh, kok kasian?" tanya Papa.

"Yah, Pa! Papa juga kalau ngerasain kegagalan dan gak dapet dukungan, emang gak kasian diri sendiri?"

Papa tersenyum, sedikit bangga pada anak sulungnya itu, "Nih, kamu jawab-jawab begini, Papa jadi inget Om kamu tau gak!"

Stefan tertawa kecil. Sedikit banyak, dia merasa bangga disamakan dengan Omnya tersebut.

"Kamu belum terlalu tau Om kamu sih..." ungkap Papa sambil kembali melanjutkan aktifitasnya.

MISTAKES (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang