EMPAT PULUH ENAM

2.1K 131 23
                                    

"Di makan pizzanya, Om Epoooonnnn..." ujar Stefan yang sedang duduk bersandar pada dada pamannya sambil memakan sepotong pizzanya.

"Iya...nanti dimakan. Yang penting Epan dulu" ujar Devon, "By the way, tadi gimana di sekolah sama kak Randai? Seru gak?"

"Seru!" jawab Stefan.

"Apanya yang seru?" tanya Devon.

"Kak Randai baik banget. Makanya tadi aku tampar" ujar Stefan.

Devon terbatuk seketika, "Hah? Kamu tampar?"

"Iya" aku Stefan.

"Epaaan, kok gitu sih? Gak boleh gitu, ah. Kasian kak Randai udah suka rela jagain kamu. Tapi malah di tampar sama kamu"

"Iya. Tadi Epan juga udah minta maaf kok sama dia"

"Yang bener?"

"Iya, Om Epoooonn..."

"Terus di maafin gak sama dia?" tanya Devon.

"Ya di maafinlah... kak Randai kan super baiiik" ujar Stefan.

"Tapi jangan terlalu di kasarin kak Randainya ya... kasian dia, Epan"

"Iya iya... Epan janji deh, tadi yang terakhir"

"Iya. Nanti kan kalau Om Epon udah gak ada, Epan bisa Om Epon titipin ke kak Randai" ujar Devon.

Stefan mendongak ke arah Devon, "Kok Om Devon ngomongnya gitu sih?"

Devon mengangkat bahunya.

"Pasti masih masalah donor-donoran kan?" ungkap Stefan, "Om... udahlah, gak usah dipikirin. Pokoknya aku gak mau ya, sampai Om Devon donorin hati Om buat aku"

"Tapi ini permintaan terakhir Opa, Fan... Om Devon juga gak bisa nolak"

"Tap.."

"Supaya keluarga kita utuh lagi. Epan sendiri yang bilang, Epan gak suka keluarga berantem-berantem gini. Toh, hati Om Devon tetep berharga kan, bisa ada di tubuh Epan. Om Epon sayang sama Epan, loh"

"Iya, tau... tapi kalau untuk nyakitin Om Devon lagi, Epan gak kau bikin kesalahan lagi, Om"

"Bukan kesalahan. Tapi kesempatan buat Om Devon untuk memperbaiki semuanya" ujar Devon. "Lagian, Om Epon sama sekali gak ngerasa tersakiti, kok!" Devon melingkari tangannya ke perut Stefan, mencium rambut Stefan dengan lembut. Sesekali mencium tengkuk leher Stefan dengan halus.

Sementara Stefan terdiam dan berpikir. Apa memang ini sudah jalan satu-satunya. Apa memang ini sudah benar untuknya. Apa memang ini awal dari semua. Atau bahkan malah akhir dari segala. Stefan gak mungkin menerima begitu saja hati Devon. Tapi dia juga tidak bisa menolaknya, demi keutuhan keluarganya.

"Liburan yuk... mau gak?" bisik Devon  sambil menciumi leher Stefan.

"Berdua aja?" tanya Stefan.

"Maunya gimana?" tanya Devon. "Om Epon terserah Epan loh"

"Maunya sih berdua"

"Yaudah, beldua aja cama Epan!" Devon terus menciumi leher dan pipi kiri Stefan.

"Kak Randai gak di ajak, Om?" tanya Stefan.

"Mmm... ajak jangan ya?"

"Ajak aja, Om"

"Bener?"

"Iya. Kasian dia, masa kebagian susahnya doang, jagain aku. Enaknya enggak"

"Iya ya. Yaudah Om ajak juga"

Stefan tersenyum gembira, "Terus mau kemana?"

"Lombok aja ya, apa Bali?"

"Terserah Om Devon, yang penting gak nguras tabungan banyak"

MISTAKES (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang