DUA PULUH

5.5K 293 17
                                    

SPECIAL CHAPTER

Keesokan harinya, Stefan pergi ke sekolah di antar oleh Devon. Kebetulan, ini adalah hari pertama Devon bekerja di perusahaan advertising di bilangan kota Bogor.

"Asiiik nih ya... udah mulai kerja" ledek Stefan pada Devon yang duduk dengannya di kursi belakang milik taksi online.

"Puji Tuhan, Epaaan" kata Devon sambil mengacak-acak rambut keponakannya itu.

Stefan sedikit terkesiap ketika Devon memanggilnya dengan sebutan Epan. Dia tersenyum lalu kemudian bersandar pada sisi pamannya itu. Sejurus Devon pun merenggangkan tangannya dan menerima tubuh Stefan sehangat-hangatnya.

Lalu Stefan bersuara, "Maafin Epan ya... kalau selalu nakal. Bandel. Bikin susah. Epan sayang banget sama Om Devon"

"Iyaaa... Saya juga sayang sama kamu. Fokus saya sekarang adalah kamu. Setidak-tidaknya sampai kamu bisa sukses dan tumbuh dewasa berkat usaha tangan saya sendiri. Saya ingin buktikan ke keluarga, ke semua, kalau saya bisa jadi sosok orang tua yang baik buat kamu, Epan. Karena sudah tidak ada cara lain dalam hidup saya yang harus saya lakukan, selain menata hidup kamu bersama saya"

Stefan menengadah ke atas, menatap pamannya lekat-lekat. "Memangnya Om gak mau menikah? Om mau sendirian aja? Sampai tua?"

Devon memalingkan pandangannya dari Stefan, dia memandang lurus ke depan sambil mengelus-elus lengan Stefan. Kemudian dia berkata, "Saya hanya ingin punya kamu, sekarang saya sadar... bahwa keberadaan kamu di hidup saya, itu sudah cukup"

"Tapi pada akhirnya nanti tetep aja kan, kita harus berpisah..." ujar Stefan lirih.

"Tidak apa-apa, Stefan. Tanpa dipikirkanpun... perpisahan selalu datang setiap waktu"

Stefan kembali mendongak dan memandangi pamannya itu lekat-lekat.

Lalu Devon melanjutkan, "Yang penting... kita hargai saja dan nikmati waktu yang kita punya saat ini"

Stefan semakin mengeratkan pelukannya pada Devon. Begitu juga dengan Devon yang hanya bisa menikmati sentuhan hangat dari Stefan, dan mencium kening keponakannya itu.

~

Setibanya di sekolah Devon turut mengantar Stefan sampai di depan kelasnya. Dan lagi, orang-orang beramaian sibuk memperhatikan Devon dari kejauhan. Sekali lagi, Devon hanya bisa memberikan senyuman segan pada murid-murid yang menikmati senyumannya balik.

"Mulai deh, tebar-tebar pesona lagi" cetus Stefan.

"Bukan tebar pesona, tapi segan. Memberikan senyuman" jawab Devon.

"Gak boleh, jangan senyum-senyum. Nanti pada naksir sama Om Devon!"

"Gapapa senyumannya buat orang lain, tapi hatinya buat Epan ya?"

Stefan tersenyum mendengarnya. "Jadi baper kan"

"Jangan bawa perasaan, bawa rasa sayang aja" ledek Devon lagi.

"Ini... Om Devon jadi tukang gombal gini kenapa sih?"

"Karena kamu gak tau masa muda saya kayak gimana sih"

"Wah, pasti playboy berat"

"Gak juga sih"

"Terus?"

"Cuman banyak yang naksir aja, tapi saya cuma cuek dan sok dingin aja"

Stefan menyengir, "Dasar!"

"Hai, Fan..." sesosok suara berhasil menghentikan obrolan Stefan dan Devon, dan juga sukses merubah raut wajah Stefan.

"Elo! Udah sembuh lo?" tanya Stefan ketus, tanpa melihat sedikitpun raut wajah orangnya.

MISTAKES (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang