"Pokoknya Opa akan cari siapapun pendonor yang cocok dan bagus untuk cucu opa. Epan jangan sedih ya. Epan pasti kuat lebih dari Opa" bisik Opa Darius pada telinga cucu tersayangnya tersebut.
"Papi inget kan, untuk mendapatkan Epan dulu. Kita sangat bersusah payah" ujar Mami sambil menangis dan mengenang masa dahulu betapa susahnya dia untuk menunggu kehamilan pertamanya. "Mami gak siap kalau sampai kehilangan Epan, Pi..."
Papi langsung memeluk istrinya itu. "Sssshhh... jangan mikir yang aneh-aneh Mi..."
"Gimana gak mikir yang aneh-aneh. Epan anak mami, Pi. Papi harusnya ngerti dong" ujar Mami histeris.
"Tante... Tante yang tenang ya. Tante harus kuat. Demi Epan juga, Tante" ujar Bara.
Mami mengangguk, menghabiskan sisa tangisnya.
Lalu tak lama kemudian, Stefan pun membuka matanya secara perlahan. Membuat seisi ruangan langsung menghampirinya.
"Kokoh..." Mami menghampirinya. Begitu juga dengan Papi dan Opa Stefan.
"Mami... kok disini?" tanya Stefan, ringkih.
"Koh Epan... kokoh pulang ya sama Mami ke Jakarta. Mami mau rawat kokoh. Mami kangen sama kokoh" pinta Maminya penuh isak tangis.
Dalam hati Bara dan Jeff, mereka bertirakat dalam hati agar Stefan tidak mengiyakan permintaan Maminya tersebut. Mereka masih sangat menyayangi Stefan.
"Opa..." ujar Stefan ketika dia melihat Opanya tersenyum kepadanya.
"Hello, my grateful grandson..." ujar Opa lalu mengelus kepala Stefan.
"Epan kenapa, Opa? Epan sakit apa?" tanya Stefan.
"Epan gak sakit apa-apa. Epan cucu Opa yang paling kuat!" ujar Opa Darius.
"Tapi dada Epan sakit, Opa..." ujar Stefan sambil menitihkan air matanya.
"Kokoh.. Kokoh jangan nangis... Sadha yakin kokoh pasti dapet pendonor hati" ujar Sadha, polos.
"Sadha..." Mami langsung menarik Sadha pelan, guna memperingatkannya agar tidak berbicara yang aneh-aneh pada Stefan.
"Apa? Jadi maksudnya... hati Epan bermasalah??? Iya, Pi? Mi??? Jawab..." Stefan mulai panik, "Bar..."
Bara menatap Stefan dengan memelas. "Fan..."
"Gak mungkin... gak mungkin..."
"Stefan... tenang, Fan..." ujar Bara.
"Om Devon mana??? Om Devon mana???" tanya Stefan.
"Stefan... kamu tidak perlu menanyakan lagi dia dimana. Dia tidak ada gunanya buat kamu" ujar Opa.
"Opa... Om Devon itu satu-satunya Om aku, Opa! Mana dia? Aku mau ketemu dia" ujar Stefan.
"Kokoh... Kokoh istirahat dulu ya..." ujar Mami.
"Gak! Aku gak mau istirahat sampe aku ketemu Om Devon! Jeff... mana Om Devon?" tanya Stefan.
"Ada diluar, Fan..." ujar Jeff. "Mau gue panggilin dia?"
Stefan membuang mukanya. "Aku mau Opa yang manggilin dia"
Opa Darius gelagapan ketika Stefan meminta itu darinya. "Mm... Epan, cucu Opa...."
"Ayo Opa... Tolong panggilin Om Devon" ujar Stefan. "Opa gak mau ini jadi permintaan terakhir Epan ke Opa, kan?"
"Epan jangan bilang begitu... Opa gak mau kehilangan Epan..." ujar Opa Darius.
"Yaudah, tolong panggilin Om Devon"
Bara memperhatikan Stefan secara saksama. Dia bertanya-tanya mengapa Stefan begitu kukuh untuk bertemu dengan pamannya itu. Bara merasa tidak berguna sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES (END 21+)
General FictionWARNING : LGBT CONTENT 21+ CERITA DEWASA UNRATED!!! HOMOPHOBIC, GO OUT PLEASE! Ketika kamu mengejar suatu kesalahan dan kesalahan itu malah membuatmu menjadi teralihkan pada kesalahan yang lain. Sedang kesalahan yang lalu, masih setia mencarimu. Pad...