DUA PULUH ENAM

4.1K 268 16
                                    

Tak tanggung-tanggung Bara langsung menghampiri rumah Devon untuk meminta penjelasan tentang apa yang diungkapkan Stefan. Sampai setidaknya dia tahu bahwa keponakannya itu telah tinggal bersamanya dan dia tidak lagi harus memusingkan segala urusan Stefan. Karena mulai sekarang, Bara berniat untuk mengalihkan segala tanggung jawabnya untuk Stefan seorang. Ia tidak peduli lagi jika nantinya harus berakhir bagaimana. Entah nantinya Stefan harus kembali lagi ke rumah pamannya itu. Yang jelas, Bara hanya ingin Devon tahu bahwa keponakannya itu telah aman bersamanya dan ia yakin tidak akan ada sakit walau sehelai rambut pun pada Stefan.

"Devon!!! Keluar lo!!! Devon!!!" teriak Bara di depan rumah Devon.

DOR DOR DOR!!! Pintu beberapa kali di pukulnya secara kasar. Bara bahkan tidak peduli lagi jika dirinya nanti akan babak belur atau mati di tangan orang yang telah melukai hati Stefan.

"DEVOOONNN!!!!" Bara berulang kali teriak, namun tetap tak ada jawaban.

"Orangnya gak ada di rumah, A!" teriak salah satu tetangga di depan rumah Devon.

Bara berbalik dan langsung menghampiri tetangga itu. "Hah? Gak ada?"

"Iya, A"

"Kemana dia, Kang?" tanya Bara, penasaran.

"Teu ngarti. Waktu itu sih, dia pergi bawa koper. Terus, dia menitip kunci rumahnya sama saya" kata si Akang.

"Serius, kang?"

"Iyah. Dia bilang kalau ada yang dateng kesini, namanya Stepan, dia bilang titip aja kuncinya sama dia katanya"

Bara diam seribu bahasa. Sialan tu orang. Main kabur gitu aja lagi. Ngentot. "Ya udah, makasih kang"

"Sama-sama"

~

"Om Devon pergi dari rumah?" ulang Stefan, tak percaya setelah mendengar penjelasan Bara.

"Gue juga kaget. Kenapa dia malah kabur gitu aja ninggalin lu" ucap Bara.

Stefan bergeming sejenak. Kenapa dia bisa pergi dari rumah. Apa dia memang benar-benar sudah menyerah. Apa dia sama sekali sudah tidak peduli lagi dengan Stefan. Kenapa semuanya jadi begini.

"Terus dia kemana ya, Fan?" tanya Bara.

Pertanyaan Bara tadi malah membuat Stefan bertanya-tanya. Kemana perginya Om Devon. Kenapa dia tega pergi meninggalkan keponakannya disini.

"Apa dia balik ke Jakarta?" tanya Bara.

"Gak mungkin, Bar! Karena dari dulu, dia gak pernah suka sama Jakarta" jawab Stefan.

"Pengecut tu orang! Abis pake langsung buang! Brengsek!" cetus Bara.

Stefan tersenyum paksa kepada Bara. Dia menggenggam tangan Bara dengan hangat. "Yang penting ada kamu disini. Aku tinggal punya kamu sekarang, Bar!"

Bara menatap Stefan dengan lamat. Dia merasa bahwa sudah saatnya sekarang dia menata hidup bersama Stefan. Memperbaiki segala sesuatu yang pernah rusak. Serta menjaga dan melindungi Stefan dari apapun. Bara pun turut memeluk Stefan dengan erat dan penuh haru. Untuk sekali dalam hidupnya, dia merasa bersyukur atas momen bahagia ini, walau harus melalui beberapa proses kesedihan.

~

Stefan duduk di pinggir kolam renang rumah Bara untuk menyepikan diri dari apapun. Dia menekuk kedua kakinya sambil melamun. Lamunannya sesedikit berubah menjadi tangisan kecil. Ya. Tangis. Dia lelaki, dan dia menangis. Mungkin bagi beberapa orang menangis hanyalah untuk seorang yang lemah, tapi percayalah, letak kekuatan kita sebenarnya ada pada jatuhnya air mata.

MISTAKES (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang