"Darimana aja kamu? Jam segini baru pulang ke rumah???" tanya Devon pada Stefan ketika keponakannya itu sudah tiba di rumah pada pukul tujuh pagi.
"Om, nanti aja ya marahnya, plis. Aku buru-buru mau ke sekolah" ujar Stefan sambil mencoba melangkah menuju kamar mandi, namun Devon menarik tangannya.
"Tunggu"
"Duh, Om. Plis, Om. Aku udah terlambat ini"
"Kamu habis dari mana??"
"Dari rumah sakit"
"Beneran rumah sakit? Sampai pulang pagi begini?"
"Iya, Om. Demi Tuhan. Aku terpaksa nginep di rumah sakit. Bara gak ada yang jagain. Kasian kan dia"
"Tapi bisa gak sebelumnya kamu kabarin saya dulu? Jangan seenaknya gini dong"
Stefan tersinggung dengan ungkapan Pamannya barusan. "Seenaknya???"
"Ya!"
"Aku kayak gini tuh baru kali ini loh, Om. Gak tiap hari"
"Ya, I get it! Justru karena ini pertama kali, saya gak mau sampai kamu harus ngelakuin kesalahan yang sama berkali-kali, hanya karena saya gak berani menegur kamu! Ngerti kamu?!"
"Hapeku lowbat, Om! Mati total! Ngerti gak sih?"
"Emang gak ada charger?"
"Gak ada! Udah aku mau siap-siap sekolah" Stefan masuk ke kamar mandi dan buru-buru mengguyur badannya yang sudah lengket.
Sedangkan Devon mencoba mengatur emosinya dan membuang napas gerahnya. Lalu kemudian dia beralih pada kamar Stefan dan mengambil handuk kering yang tergantung di balik pintu kamar Stefan. Lalu dia beralih ke depan pintu kamar mandi sambil membawa handuk kering tersebut. Terdengar suara air jatuh beberapa kali darisana. Tentunya Stefan yang ada disana tengah menyirami dirinya sendiri. Lalu Devon mengetuk pintu kamar mandi itu beberapa kali. Kemudian pintu kamar mandi itu pun terbuka, muncul setengah kepala Stefan yang menclinguk ke luar, lalu dia memandangi Pamannya yang berdiri di ambang pintu.
"Apa, Om?" tanya Stefan.
Tanpa jawaban apa-apa, Devon memberikan handuk itu pada Stefan.
Stefan sedikit terkesiap dengan perlakuan Omnya yang sedikit perhatian padanya. Lalu dia pun mengambil handuk itu dari tangan pamannya. "Oh ya. Thank you"
"Nanti biar saya yang antar kamu ke sekolah"
"Gausah Om, gapapa. Aku bisa sendiri"
"Biar saya!" ujar Devon, sedikit meninggi.
Stefan terdiam sejenak, memperhatikan pamannya dengan sedikit heran. "Oke"
Devon manggut-manggut.
"Om mau ikut mandi bareng sama aku?"
Mendengar kalimat dari keponakannya, Devon sedikit tersenyum menahan tawa, lalu ia pun menggeleng. "Saya udah mandi lebih dulu dari kamu"
"Oh.. oke! Aku lanjut lagi ya?"
Devon mengangguk. Kemudian Stefan menutup pintu kamar mandi dan melanjutkan mandinya. Sesekali Devon berpikir, mengapa dia bisa memiliki keponakan yang mempunyai satu paket kelakuan yang membuatnya geleng-geleng kepala sendiri.
~
"Saya sudah jelasin semuanya sama guru piket. Jadi kamu masuk aja nanti di jam pelajaran ketiga" ujar Devon pada Stefan di koridor kelas. Sementara beberapa siswi di kelas lain yang sedang tidak ada guru saat itu, sibuk menguntit dan kepo dengan sosok paman Stefan yang begitu karismatik.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES (END 21+)
General FictionWARNING : LGBT CONTENT 21+ CERITA DEWASA UNRATED!!! HOMOPHOBIC, GO OUT PLEASE! Ketika kamu mengejar suatu kesalahan dan kesalahan itu malah membuatmu menjadi teralihkan pada kesalahan yang lain. Sedang kesalahan yang lalu, masih setia mencarimu. Pad...