"Stefan... aku teh mau ke kantin, kamu mau ikut?" tanya Rahayu pada Stefan yang masih sibuk menyalin catatan tugas-tugasnya.
Lalu Stefan dengan mata yang mondar-mandir pada buku tulis itu berkata, "Belum dulu Yu, kamu aja"
"Atau kamu teh mau nitip makan atau minuman?" tanya Rahayu pada Stefan lagi.
"Aku mau ngirit dulu, Yu, mau beli paket internet" jawab Stefan, masih fokus menulis.
"Kamu teh mau beli paket internet sampe gak makan di sekolah?"
"Internet kan penting, Yu, buat sekolah kan juga penting"
Hening sejenak, rupanya Rahayu berpikir. "Atau teh begini saja, aku traktir kamu makan di kantin, asal kamunya juga ke kantin. Gimana?"
Stefan berhenti melakukan aktifitasnya, dia menyunggingkan senyum, "Gak usah Yu, makasih banyak. Dengan kamu bawa semua buku catatan aja, kamu udah bantu banyak"
Rahayu tersenyum malu kala dipuji Stefan seperti itu. Lalu dia berujar lagi, "Atuh belajar kan, tidak baik juga kalau terlalu di forsir, Stefan. Nanti kamu teh malah sakit, jadi susah nulis lagi"
Stefan kemudian tersenyum lalu manggut-manggut. "Oke deh, tapi kali ini aja ya kamu nraktir aku. Besok-besok gak usah"
"Menih ge'er pisan, siapa juga atuh yang mau nraktirin tiap hari" ledek Rahayu.
"Sooook atuh, mangga" jawab Stefan membalas ledekan Rahayu.
Rahayu dan Stefan tertawa bersama.
~
"Lagian kamu teh kan belum pernah ke kantin ya?" tanya Rahayu pada Stefan ketika mereka tengah menyusuri koridor sekolah menuju kantin. Stefan hanya bisa berjalan sambil sedikit menunduk karena dia sekarang tengah jadi pusat perhatian para siswa lain di kelas-kelas. Mereka memberikan tatapan penasaran pada Stefan, berikut juga tatapan yang menyiratkan-mengapa Stefan mudah akrab dengan Rahayu. Tapi bagi para siswa itu, terang saja Stefan bisa kecantol dengan Rahayu, toh Rahayu adalah bunga di sekolah ini. Tak heran Stefan hanya memilih Rahayu sebagai teman barunya di sekolah ini.
"Menih teh gagal mau deket sama si Stepan" ucap salah satu siswi yang sedang memperhatikan Stefan dan Rahayu yang sedang berjalan-dari balik jendela kelasnya.
"Sudah atuh, jangan di pikirin!" jawab teman di sebelahnya, "Memang sudah dasarnya, yang gareulis teh berjodoh sama yang kasep! Tah!"
"Menih jahat pisan"
"Yang penting mah, jujur"
Sedang Stefan masih merasa sedikit canggung untuk berjalan ke kantin bersama Rahayu.
"Tolong di maklumi ya, mereka semua teh sepertinya ngefans sama kamu" ujar Rahayu pada Stefan.
Stefan menyunggingkan senyumannya, "Ke kamu kali"
"Da itu teh kebanyakan perempuan, pasti naksirnya teh ke kamu, Stefan" ujar Rahayu lagi pada Stefan.
Stefan manggut-manggut, "Mungkin mereka kepengin jadi kamu"
"Ah, yang ada-ada saja kamu teh" Rahayu tersipu malu.
~
Sepulang sekolah Stefan pun berniat pulang ke rumah seperti biasanya. Namun kali itu, salah satu teman kelasnya yang bernama Bobi memanggilnya dan menghampirinya.
"Ada apa?" tanya Stefan pada Bobi.
Bobi mencoba mengatur napas, "Kamu teh di cariin"
"Sama siapa?"
"Sama Pak Gorut" ujar Bobi sambil menyebut salah satu nama guru sejarah.
"Kenapa?" tanya Stefan lagi.
"Teu ngarti nyak, hayulah saya temenin ke ruangannya"
"Oh, oke!"
Setelah menjajaki beberapa koridor yang membuatnya bingung, Stefan pun buka suara, "Ini sebenarnya kita tuh mau kemana sih, Bob?"
Lalu tiba-tiba Bobi menarik kerah kemeja Stefan dan menyandarkannya di tembok ujung sekolah. Lalu Bobi bersuara sedikit kencang, "Booosss!! Boosss!!!"
Sejurus kemudian dari balik tembok, keluarlah seseorang yang Stefan tahu bernama Bara. Bara ini adalah teman sekelas Stefan yang hanya sekadar ia tahu, tanpa mengenalnya. Stefan juga merasa bahwa Bara dan beberapa temannya yang lain begitu menjaga jarak dengannya. Walau sebenarnya, Stefan juga ingin berteman dengan mereka.
"Heh, anak baru! Lo itu jangan terlalu songong ya! Apalagi di depan Rahayu! Asal lo tau, gue itu udah suka lama sama Rahayu! Jadi gue minta, lo jauhin Rahayu! Ngerti?"
"Bukan gue yang ngejar-ngejar Rahayu!" jawab Stefan seadanya.
Lalu kemudian Bara pun menghajar Stefan habis-habisan. Bobi juga ikut turun tangan. Mereka berdua memukuli Stefan hingga babak belur, dan Stefan terbujur lemas di tempat itu.
~
Stefan pulang dengan raut wajah yang berantakan. Dia begitu kacau dan melemah. Tapi dia tidak terlalu begitu memikirkannya, karena dia tahu, sebagai statusnya sebagai murid baru, dia pasti akan mendapatkan hal ini.
"Ya Tuhan, Stefan!!! Ini... kamu kenapa sampai seperti ini?" tanya Devon begitu melihat keponakannya itu sudah setengah sadar dengan luka-luka di tubuhnya.
Stefan hanya diam tak menjawab apapun.
"Berantem sama siapa?" tanya Devon
Stefan tak menjawab dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Lalu dia menjatuhkan badannya di atas kasurnya.
"Stefan..." Devon memanggil-manggil sambil mengetuk pintu kamar Stefan, namun Stefan tak menggubris. "Kamu kenapa sih?"
Stefan benar-benar lelah dan suntuk. Dia butuh istirahat dan tidur.
~
Pukul tiga pagi, Stefan terbangun dari tidurnya. Dia sempat meringis begitu rasa sakit masih menyerang area wajahnya. Dia lupa dia sama sekali belum melakukan apa-apa, termasuk membersihkan luka di wajahnya. Stefan pun keluar kamar dan matanya langsung ke arah meja makan. Disana ada sebungkus ketoprak yang sepertinya sudah di beli sejak tadi sekali, tapi Stefan tak peduli. Dia amat lapar dan langsung saja menghabiskan ketoprak tersebut. Lalu dia beralih ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dan seketika dia keluar dari kamar mandi, sejurus dia melihat seorang perempuan keluar dari kamar Devon. Disimaknya baik-baik perempuan yang terlihat begitu cantik itu, lalu Stefan bertanya dengan gusar, "Kamu siapa?"
Perempuan yang sepertinya berusia dua puluh lima tahun ke atas dengan pakaiannya yang begitu tipis dan ketat. Bibirnya berwarna merah karena lipstik yang tebal. Kulitnya putih pucat. Setelah Stefan bertanya, dia terlihat gelagapan dan bingung.
"Ngapain dari kamar Om saya? Masuk darimana?" Stefan begitu mencecar. Hingga kemudian keluarlah Devon dari kamarnya, hanya menggunakan celana boxer dan telanjang dada. Ia sama terkejutnya melihat Stefan, "Stefan... k-kamu udah bangun?"
"Ini siapa, Om?" tanya Stefan, tak menggubris pertanyaan pamannya barusan.
Belum sempat di jawab oleh Devon, perempuan itu bersuara, "Mungkin lebih baik saya segera pergi"
"Oh, dengan senang hati, Mbak! Silahkan!" tutur Stefan tegas.
Wanita itu melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu.
"Stefan, kamu bisa sopan sedikit, gak?"
"Aku tahu diri, Om. Aku cuma numpang tinggal sama Om Devon disini. Tapi bukan berarti Om juga bebas bawa perempuan lain keluar masuk ke dalam rumah ini" tegas Stefan.
PLAK!!! Devon menampar Stefan keras sekali, dan itu mampu membuat Stefan bungkam. Sementara Devon kini malah merasa bersalah, dia ingin meminta maaf kepada Stefan, namun Stefan sudah lebih dulu masuk ke kamarnya.
tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES (END 21+)
General FictionWARNING : LGBT CONTENT 21+ CERITA DEWASA UNRATED!!! HOMOPHOBIC, GO OUT PLEASE! Ketika kamu mengejar suatu kesalahan dan kesalahan itu malah membuatmu menjadi teralihkan pada kesalahan yang lain. Sedang kesalahan yang lalu, masih setia mencarimu. Pad...