TIGA PULUH TIGA

3.3K 193 19
                                    

"Gak perlu repot-repot, Om!" ujar Stefan, "Lagian kalau saya membutuhkan sesuatu, saya bisa mengandalkan Bara, kok"

Mendengar Stefan berkata seperti itu, Devon tertegun dan bagai tidak ada gunanya untuk keponakan itu.

Sementara Bara, tersenyum syukur pada Stefan. Dia berkata nyaris tanpa suara, "thank you, Fan"

"I love you, Baraaaaa" balas Stefan berteriak.

Jeff memandang geli pada Stefan dan Bara. "Kalian tuh bisa gak sih, tau tempat. Ini tuh rumah sakit. Gak sopan banget"

"Bilang aja lo sirik!" jawab Bara pada Jeff.

"Enggak!"

"Sudah sudah... jangan berantem. Disini rumah sakit. Bukan arena tinju" sergah Om Devon.

"Om Devon ada perlu apa kesini?" tanya Stefan.

Devon terkesiap, sejenak dia melirik ke arah Jeff di sampingnya. Jeff mengangkat keningnya, seakan menyuruhnya melakukan sesuatu apapun itu untuk meluluhkan hati Stefan.

"Saya kangen sama kamu, Fan" ujar Devon, "Setahun lebih kita gak ketemu. Apa kamu gak kangen sama saya?" tanya Devon.

"Kangen?" ulang Stefan, menatap remeh. "Kayak pernah denger"

"Fan... please... maafin saya banget. Saya memang kasar sama kamu. Tapi saya yakin dan janji, kalau saya akan berubah" pinta Devon.

Lalu Stefan memegang kedua tangan Devon. Hal itu sontak membuat Bara dan Jeff tertegun. Stefan tersenyun pada Devon, "Saya sudah memaafkan anda. Anda tenang saja"

Devon mengernyitkan kening, sedikit heran dengan sikap Stefan. Begitupun dengan Bara dan juga Jeff. "Jadi?"

"Yaudah. Itu kan kau Om Devon? Sudah aku lakuin. Sekarang tolong... biarkan saya tenang, Om" tegas Stefan.

"Kamu mau saya benar-benar pergi dari hidup jamu, Fan?" tanya Devon, tanpa sadar bahwa matanya sudah berkaca.

Melihat air mata Devon, hati Stefan sedikit terenyuh. Lalu dia membuang muka untuk menahan tangisnya dari pandangan Devon.

"Saya minta maaf. Tolong, Fan... Tolong maafkan saya. Kembalilah pada saya"

"Apa??? Kembali sama Om Devon???" ulang Stefan.

Devon mengangguk melas.

"Dulu dulu Om kemana aja? Waktu natal kemarin? Waktu paskah? Bahkan yang ambilin rapor aku aja Mamanya Bara, Ooomm!!!"

Devon hanya bisa diam tanpa kata. Sekarang hanya ada penyesalan yang membludak juga.

Stefan semakin terisak tangis. Sedang Bara maupun Jeff mencoba mengerti bahwa ini bukan waktunya mereka buka suara. Biarlah Paman dan Keponakannya ini yang saling bercakap-cakap.

"Aku pikir Om akan ngejar aku waktu aku kabur saat itu. Ngemis-ngemis, minta maaf ke aku. Om akan bilang ke aku kalau Om salah udah ngomong kasar sama aku. Paling enggak... Om dateng ke sekolah, nyamperin ke kelas aku. Aku pasti bakal layanin kok"

"Stefan..."

"Makasih banyak ya Om udah dateng kesini sekarang. Malah semakin bikin aku sadar... bahwa yang aku liat sekarang bukan lagi seseorang yang harus aku hormati. Tapi seorang pengecut yang udah gak ada apa-apanya di mata aku" jelas Stefan.

Devon semakin menitihkan air matanya sejadi-jadinya. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia malu. Dia malu sekaligus rindu. Tapi dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Bara... Jeff... aku mau istirahat" ujar Stefan sambil kembali tiduran di atas ranjangnya.

"Stefan..." panggil Devon lirih.

MISTAKES (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang