XIX

3.8K 541 52
                                    






"Maaf eomma, kurasa aku tidak bisa menjaga Minho hyung"

Setelahnya lelaki berwajah tupai tersebut mulai mengiris pergelangan tangannya dengan perlahan. Ia menekannya dan menggerakkannya secara perlahan guna memperdalam luka agar dirinya benar-benar kehabisan darah dan berhenti bernafas.

Rasa sakit yang ia buat seakan tidak sebanding dengan perjalanan hidupnya selama ini. Tangis kembali menghiasi wajahnya. Dirinya terduduk lemah, tangannya sudah gemetar hebat serta jangan lupakan ponsel yang terus berbunyi sedari tadi.

Pisau yang ia gunakan sudah tergeletak dilantai dengan darah yang menghiasi bagian tajamnya. Si manis bersandar pada meja yang terdapat disana, matanya mulai terasa berat. Lalu dapat ia dengar suara pintu terbuka serta langkah kaki mendekat kearahnya.

"Kau datang terlalu cepat, Daehwi" lalu matanya benar-benar terpejam setelahnya.










.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Matanya perlahan terbuka. Mengedipkan beberapa kali guna membiasakannya dengan cahaya.

Tangannya hendak ia angkat guna menggapai langit-langit yang nampak begitu putih oleh cahaya. Namun begitu ia sudah sadar sepenuhnya, ia menyadari bahwa ini bukanlah surga ataupun neraka, melainkan sebuah ruangan. Ia menatap tangan kanannya yang diinfus dan tangan kirinya yang ditutupi oleh kain kasa.

Dirinya tersenyum getir saat menyadari bahwa ia masih saja selamat dari kematian. Ia menatap setiap sudut ruangan, dan ia dapat menyimpulkan bahwa dirinya dirawat di ruangan khusus satu orang saja.

Tidak ada seorang pun di ruangannya. Lalu pikiran itu kembali datang. Ia menduduk paksa dirinya lalu melepas infusannya dengan sekali tarik.

Tangannya meraih sebuah gelas yang terdapat di nakas lalu membenturkannya pada meja nakas hingga membuat gelas tersebut terpecah belah. Ia meraih salah satu pecahan tersebut dan mulai membuka kasa yang menutupi lukanya itu.

Setelah terbuka sepenuhnya ia mendekatkan pecahan tersebut, hendak menekan dan memperdalam luka yang belum sepenuhnya kering itu sebelum akhirnya pintu kamarnya terbuka.

"Kalau ingin mati silahkan, aku akan menontoninya disini" lelaki tersebut duduk di kursi yang berada disebelah kasurnya.
Ia menatap tangan simanis yang kini memegang pecahan gelas dengan gemetar.

"M-minho hyung.... M-maaf aku masih h-hidup" tangis lelaki berwajah bak tupai itu kembali datang. Matanya menatap sedih kearah lelaki yang baru saja mendudukkan dirinya.

"Aku akan memperhatikanmu, melihat bagaimana kau mengiris lenganmu hingga membuat kau tidak sadarkan diri.... Silahkan lanjutkan-"

Ia menatap kearah tangan simanis yang hendak menggerakkan tangannya guna memperdalam luka tersebut.

"Dan aku akan mengikutimu setelahnya"

Dan pergerakkannya pun terhenti. Si manis menatap Minho dengan wajah terkejut. Lelaki yang masih mempertahankan ekspresi datarnya itu memperlihatkan sebuah pecahan yang kini ia genggam dan hendak mengarahkannya kearah pergelangan tangan kirinya.

Jisung menggeleng ribut, ia meletakkan pecahan yang dipegangnya lalu menepis benda yang dipegang oleh Minho.

"Jangan bodoh! Biarkan manusia benalu dan menyedihkan sepertiku lenyap dari dunia ini"

"Dan biarkan lelaki bodoh ini ikut kemanapun orang tersayangnya pergi"

Jisung kembali menggeleng, tangisnya tidak kunjung berhenti, ia menundukkan dirinya dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

"Hiks... Aku tidak baik untukmu.... S-seharusnya aku mempertemukan kalian lebih awal.... Hikss..... Aku bodoh.... Sikapku terlalu buruk.... Hiks"

Minho berdiri, ia mencondongkan sedikit tubuhnya guna menarik si manis kedalam pelukan. Tangannya kian aktif mengelus surainya, beberapa kali ia mengecupi pucuk kepala Jisung secara acak.

"Berhenti seperti ini, maaf karena aku melontarkan kalimat buruk padamu, maaf... Saat itu aku sedang marah dengan keadaan"

Dapat ia rasakan tubuh simanis sedikit gemetar, isakkan pun masih terdengar walau suaranya sedikit terendam oleh pelukannya.

"Kehidupanmu sungguh berharga. Kau telah mengalami banyak hal yang begitu menyulitkan. Tuhan sengaja tidak membiarkanmu mati karena inilah saatnya kau untuk merasakan bahagia yang sesungguhnya. Tolong percaya itu.... Jika kau terus merasa seperti ini, aku akan benar-benar merasa bersalah"

Ia melepas pelukan itu lalu menangkup kedua pipi gembil si manis. Ibu jarinya bergerak menghapus jejak air matanya. Ia mengecup bibirnya sekilas lalu menatap mata sembab simanis.

"Aku sungguh menyayangimu, tolong maafkan aku"

Simanis menggeleng. "Bukan salahmu, a-aku yang salah.... S-seharusnya aku menghargai nyawa yang telah diberikan orang lain untukku ini.... M-maaf kan aku-"

"Aku juga menyayangimu" setelahnya simanis menutup matanya dengan tubuh yang terjatuh diatas kasurnya itu.

Minho yang terkejut lantas menatap selang infus yang terlepas dari tangan Jisung.

"Astaga, bagaimana bisa aku tidak menyadarinya"



.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Flashback.

Minho membuka pintu cafe dengan tergesa. Kakinya melangkah cepat guna mencari keberadaan sang kekasih. Ia membuka setiap bilik kamar mandi dengan kasar lalu berlalu kedapur begitu tidak menemukan orang yang ia cari.

Langkahnya sedikit melambat begitu melihat ponsel simanis tergeletak diatas meja. Ia mendekatkan dirinya dan betapa terkejutnya begitu dirinya menemukan Jisung tengah terduduk dengan mata terpejam serta tangan yang mengeluarkan banyak darah.

Ia memasukan ponsel simanis kedalam saku jaketnya lalu mengangkat tubuh Jisung ala bridal style. Kakinya melangkah cepat, tidak ingin membuat darah yang keluar semakin banyak hingga nantinya akan menyebabkan simanis kehilangan banyak darah.

Setelah meletakkan Jisung si kursi penumpang, ia melihat Daehwi yang tergesa menghampirinya dengan raut khawatir.

"Ada apa sebenarnya, hyung? Mengapa Jisung hyung memintaku untuk datang?"

Minho mengernyit. "Jisung memintamu untuk datang?"

Yang ditanya menganggukkan kepalanya cepat.

"Tidak ada waktu untuk menjelaskan, tolong bersihkan darah yang terdapat didapur" lalu ia segera masuk kedalam mobilnya meninggalkan Daehwi yang masih bingung ditempat.

































ᴅᴇᴍᴇᴀɴᴏʀ [ᴍɪɴsᴜɴɢ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang