IX

3.6K 579 32
                                    


Disinilah Jisung sekarang, terduduk diatas ranjang disebuah apartemen yang entah berada dimana.

Matanya menatap pintu kamar takut-takut. Walau dirinya baru saja mengunci pintu kamar tersebut, namun ia tidak yakin sang ayah tidak dapat masuk begitu saja.

Kedua tangannya sejak tadi saling menggenggam. Ia merutuk dalam hati karena harus keluar tanpa membawa ponsel yang diberikan Minho.

Dirinya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 3 sore. Ini berarti sudah dua jam sejak kepergian sang ayah.

Dan tidak lama kemudian terdengar suara ketukan. "Hei sayang, buka pintunya. Ada yang perlu kita bicarakan."

Yampun, mendengar itu saja membuat Jisung cukup ketakutan.

"Buka selagi aku berkata lembut!" Nadanya mulai mendingin. Jisung akhirnya menurut dan membukakan pintu untuk sang ayah.

"Apa?" Tanyanya didepan pintu.

"Tidak ingin bicara didalam saja?"

Jisung menggeleng sebagai jawaban.

"Perusahaan appa sedang ada masalah"

Jisung mengernyit mendengarnya. Setauhunya jika perusahaan appa nya ini ada masalah pasti akan langsung muncul diberita. Terlebih perusahaannya itu tempat naungan para artis. Oh, apa dirinya yang sudah terlalu lama tidak membaca berita.

"Saham appa turun drastis. Jadi, ada yang perlu appa lakukan"

"Apa?"

"Bisakah membiarkan appa masuk terlebih dahulu?"

Entah mengapa Jisung mengangguk dan membiarkan sang ayah masuk kekamarnya.

Sang ayah duduk ditepi ranjang sedangkan Jisung berdiri menatapnya.

"Kau tidak penasaran mengapa appa tahu dimana dirimu?"

Jisung menggeleng, ia sudah tahu kalau ayahnya ini pasti menyuruh orang untuk mencari keberadaannya. Akan sangat mudah bagi ayahnya itu untuk menyuruh orang lain.

"Silahkan katakan apa inti dari kau yang membawaku kemari?!" tanya Jisung.

"Kasar sekali, kau tidak ingin pulang memangnya? Ingin terus tinggal bersama lelaki itu?"

Jisung mengangguk pasti. Dari pada tinggal bersama keluarganya yang justru membuat dia merasa tidak aman.

"Baiklah, mari ikut denganku dan lihat apakah ia bisa mendapatkanmu atau tidak" ujarnya lalu beranjak dari sana yang langsung diikuti Jisung dengan rasa ragu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jisung menatap sebuah tempat yang menurutnya cukup luas namun kurang pencahayaan ini. Dirinya seperti berada di sebuah stadion sepak bola namun bedanya ini lebih kecil. Ia menatap semua orang yang sedang duduk dari ujung-keujung. Semuanya memakai topeng, sang ayah pun sama. Hanya dirinya yang tidak.

Lalu dibawah sana muncul lah seseorang yang juga memakai topeng sebatas mata. Dirinya memegang mic, lampu menyorot kebawah sana.

"Selamat malam tuan dan nyonya yang hadir diacara pelelangan kali ini-"

Mendengar itu Jisung langsung tersadar dimana dirinya berada. Wajahnya langsung ia kesampingkan guna menoleh ke sang ayah sembari memasang ekspresi bertanya.

"Sst, maaf appa harus melelangmu, sayang. Ini untuk kebaikan perusahaan. Tidak mungkin appa harus melelang artis-artis appa"

Dan Jisung membeku seketika. Tubuhnya gemetar, tangannya meremat kedua sisi pakaiannya. Matanya memanas seakan ingin mengeluarkan air mata, dan jantungnya berdetak lebih cepat.

ᴅᴇᴍᴇᴀɴᴏʀ [ᴍɪɴsᴜɴɢ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang