Bab 9

266 23 0
                                    

Toko kue yang kami tuju berada di depan komplek sebelah di seberang jalan raya, persis di samping pasar buah.

Aku mendorong stroller menuju toko kue. Sesampainya di sana, aku mulai memilih beberapa kue yang akan ku beli.

Sementara itu Davina meminta ijin pergi ke pasar buah karena ia ingin membeli oleh-oleh buah untuk dimakan bersama-sama di rumahku.

"Eh, Frey. Ada kue lumpur tuh. Enak kayaknya," kata Rayden.

"Wah, boleh juga Ray. Titip Maira bentar ya, gue mau ambil baki," kataku.

"Oke," balas Rayden.

Setelah aku mendapat baki untuk tempat kue yang akan ku beli, akupun menghampiri Rayden. Ku lihat Rayden berusaha menggoda Maira, dan sesekali Maira tertawa. Ngeliat pemandangan itu aja, bikin aku makin jatuh hati.

"Nih, bakinya. Kuenya taroh aja disini," kataku.

Rayden menaruh lima buah kue lumpur. Lalu, aku mengambil lima buah lemper, lima buah nagasari dan lima buah kue lapis. Aku meletakkan kue-kue itu ke baki yang dipegang Rayden.

Selanjutnya, kami pergi ke kasir untuk membayar belanjaanku.

"Semuanya tiga puluh lima ribu mbak," kata kasirnya.

Aku merogoh tas lalu menyerahkan sejumlah uang yang di sebutkan kasir tadi.

Tiba-tiba, ada suara celetukan dari arah belakang kami.

"Wah, jalan-jalan sama anak istri ya mas," ujar ibu-ibu yang baru masuk toko.

Aku dan Rayden seketika berpandangan. Tanpa sadar pipiku nge-blush.

"Oh, maaf Bu. Dia teman saya, nah bayi ini adik sepupu saya," ujarku sambil meringis.

"Oalah, maaf ya Nak. Ibu kira kamu istrinya mas ini," ujar ibu itu.

"Hehehe, bukan Bu," ucap Rayden.

Setelah keluar dari toko kue, kami berjumpa Davina yang baru keluar dari pasar buah.

"Udah selesai belanja buahnya?" Tanya Rayden.

"Sudah. Gue beli buah naga, stroberi, sama pisang mas buat kita makan sama-sama di rumah Freya," jawabnya.

"Asik, pesta buah nih. Oh iya, karena kita semua keknya belum sarapan, kita makan Laksa Bogor kuy. Tuh, warungnya di depan pasar," ajakku.

"Pas banget gue laper sekarang," kata Rayden.

Kami berempat (plus Maira) berangkat menuju warung yang terletak di depan pasar buah.

Sementara kami makan, Maira sangat tenang di stroller nya. Matanya yang biru menunjukkan tanda-tanda mulai mengantuk dan mulutnya tidak berhenti minum susu di botol.

"Selamat pagi semua, gue boleh ikut makan bareng?" Ujar sesosok perempuan.

What? Dia lagi? Kenapa kami selalu berjumpa dengan dia lagi, sih.

"Eh, Frey dia nguntit kita keknya. Abisnya dari kemaren yang nongol dia, sekarang dia lagi. Huft!" Protes Davina.

"Gue juga sebel, Vin!" Protesku.

"Eh, Tyara. Boleh kok, kalo mau makan bareng," kata Rayden.

Raut wajah Tyara tampak senang dan puas mendengar jawaban Rayden. Dia pun memesan menu yang sama dengan kami.

"Eh, lo gue telpon dari tadi kok nggak diangkat?" Tanya Tyara.

"Oh, ponsel gue ketinggalan di rumah Freya," jawab Rayden.

"Kok bisa? Emang Lo tadi abis dari rumah dia?" Tanya Tyara dengan wajah kesal.

"Emang iya," jawab Rayden enteng.

"Oh iya, kalian kan tetanggaan mungkin elo abis main dari rumahnya Freya. Mmm, Rayden ini bayi siapa? Gue penasaran dari tadi, sejak gue liat postingan terakhir sosmed lo yang foto bareng mereka berdua," kata Tyara.

"Itu adek sepupunya Freya," jawab Rayden.

"Ih, lucu banget. Foto bertiga yuk. Bakal lucu banget ini foto tar," ajak Tyara.

Sabar Freeey, sabar. Innallaha ma'as shobirin...

Sebelum aku benar-benar tidak bisa mengendalikan emosiku, lebih baik aku lakukan langkah ini.

"Sorry, Ray, kak Tyara. Gue sama Maira pulang dulu. Vin, ini uang Laksa yg tadi. Titip bayarin ya kalo lo kelar makan," ujarku sambil beranjak dari kursi.

Bersambung...

Freya's Sincere Love - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang