Bab 21

234 21 0
                                    

"Ya, gue ingat. Lo Reino, temennya Rayden kan?"

"Iya," jawabnya sambil tersenyum lebar.

Reino mengulurkan tangannya, "Salam kenal, gue Reino Ferdian."

Aku mengatupkan kedua tanganku sembari menjawab, "Gue Freya. Lengkapnya, Freya Adelia Russell."

"Russel? Ah, pantas wajah lo seperti bule. Udah gitu, cantik lagi," pujinya.

Aku merasa tidak nyaman berada di dekat Reino, keliatan banget dia ngejar-ngejar aku. Sebaiknya aku kabur dari sini. Tapi gimana caranya? Ya Rabb, please help me...

Eh, itu kan Om Adrian. Aku ada ide.

"Maaf ya, Reino. Gue harus pergi." Ujarku terburu-buru.

"Lho, mau ke mana Frey?" Sebelum tangan Reino menarik lenganku, aku buru-buru melakukan manuver kilat. Aku lari sekencang-kencangnya menuju Om Adrian.

Ku lihat raut kekesalan memenuhi wajah Reino. Ya sudahlah, aku tak peduli. Yang penting aku selamat dari kejaran cowok itu.

Aku berjalan menemui Rayden.

"Ray, lo tau nggak tadi gue ketemu temen lo, Reino." Ujarku ngos-ngosan.

"Yang bener, Frey! Wah, lain kali kalo lo ketemu dia, mending hindari Frey. Dia itu terkenal playboy di kampus kita."

"Gue udah ngira, Ray. Habisnya dia keliatan banget ngejar-ngejar gue," jawabku.

"Ya udah, yang penting lo nggak apa-apa. Yuk, ke sana. Kita udah ditungguin semua orang." Kata Rayden.

****
Hari ini, setelah puas mengunjungi Merlion Park kami menuju suatu restoran yang menyajikan menu masakan oriental.

Aku terkejut ternyata restoran itu merupakan rekomendasi dari Raihan. Dan yang lebih mengejutkan adalah, Raihan ikut dalam rombongan kami. Tentu saja, orang yang paling bahagia pada momen ini adalah Davina.

Ku lihat Raihan diterima dengan sangat baik oleh kedua orang tua Davina. Mereka terlihat akrab, padahal baru bertemu hari ini.

"Wow, Vin. Lo pinter juga ngambil hati si Raihan sampai dia mau gabung sama kita," pujiku.

Davina tersenyum bangga mendengar pujianku.

"Kata Vina, nak Raihan ini dosen di Singapore Management University ya?" Tanya Tante Dita, Mama dari Davina.

"Iya, Tante. Alhamdulillah," ucap Raihan.

"Kalo Om boleh tahu, nak Raihan usianya berapa? Saya kagum karena masih muda sudah jadi dosen," tanya Om Ben.

"Tahun ini saya 25 tahun, Om."

"Maasyaa Allah, di umur segitu sudah sukses. Om kagum sekali," kata Om Ben.

Raihan semakin akrab dengan orang tua Davina. Ia juga menceritakan beberapa peristiwa dalam hidupnya, seperti kuliah S1 yang ia tempuh hanya dalam waktu 2,5 tahun, dan semuanya terkejut saat Raihan mengatakan bulan depan ia akan pulang ke Bogor.

****
Hari ini kami sudah harus kembali ke Indonesia.

"Nggak ada barang yang ketinggalan, Vin?" Ucapku sambil membereskan koper.

"Nggak ada kok, Frey," balasnya.

Kami tiba di airport Changi. Raihan juga ikut mengantar kami ke airport. Dia berkata, akan mengunjungi kami jika ia pulang ke Indonesia.

"Ciye, dia mulai naksir elo, Vin," ejek Rayden.

"Hihi, jangan-jangan bulan depan lo dilamar, Vin." Candaku sambil menenteng koper.

"Aamiin... Eh!" Davina menutup mulutnya karena malu.

Setelah melalui proses yang cukup panjang di airport, kami mengucapkan perpisahan pada Raihan dan masuk ke dalam pesawat.

Di dalam pesawat...

"Ini semua gara-gara elo, Vin. Suruh siapa bagasi lo overweight lagi, kan kita jadi lama di airport," protes Rayden.

"Iih, bawel deh," ujar Davina.

Setelah beberapa jam perjalanan darat dan udara, kami akhirnya sampai di rumah.

Lusa, kami sudah mulai kuliah dan kembali menjalankan aktivitas seperti biasanya.

Bersambung...

Freya's Sincere Love - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang