Bab 36

266 17 0
                                    

~Flashback~

"Mama nggak nyangka Tyara bisa sejahat itu sama Freya. Mama masih maklum kalo dia sensi sama kamu karena dia naksir Ray, tapi kalo udah main fisik dengan menjegal Freya waktu itu, udah keterlaluan," kata Mama nggak terima.

"Freya juga nggak nyangka, kak Tyara bisa sejahat itu sama Freya," ucapku sambil menghapus air mataku.

"Freya nggak usah sedih. Kalau memang Rayden jodohnya Freya, nggak akan ke mana kok, Nak." Kata-kata Mama begitu menenangkan.

🌾🌾🌾

Setelah menempuh 16 jam perjalanan, kami tiba di airport. Aku segera mengenakan jaket bulu merah muda milikku. Kami tiba di kota Bonn pukul sembilan malam waktu setempat. Sampai di rumah nanti aku harus segera sholat Maghrib.

By the way, kota tempat kelahiranku ini memang sedang mengalami musim semi, tapi hari ini suhunya mencapai sembilan belas derajat Celcius! Dulu aku terbiasa tidak memakai jaket ataupun mantel di suhu seperti ini, tapi karena aku sudah lama tinggal di Indonesia, tubuhku serasa perlu beradaptasi lagi.

Kakek menjemput kami dan ia membawa mobil Van kesayangannya. Ia tahu aku membawa serta teman-temanku ke sini.

"Großvater!" Pekikku senang.

"Meine liebe Enkelin!" Kakek berteriak dan memelukku.

Setelah adegan drama pertemuan kembali antara Ayah, aku, dan Kakek selesai, Kakek mengantar kami ke rumah.

🌾🌾🌾

Kami sampai di rumah milik Ayah. Mataku terus menatap ke arah rumah bercat pink dengan dua lantai itu.

Memoriku teringat dulu Ayah pernah bercerita, setelah ia menikah dengan Mama, ia membeli rumah itu karena ingin mandiri dan tak ingin bergantung pada Kakek dan almarhumah Nenek.

Dan di rumah itulah aku tumbuh dari bayi hingga remaja, sampai Ayah  memutuskan untuk pindah dan bekerja di Indonesia, membawa Mama dan aku hingga saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan di rumah itulah aku tumbuh dari bayi hingga remaja, sampai Ayah  memutuskan untuk pindah dan bekerja di Indonesia, membawa Mama dan aku hingga saat ini.

"Wah, jadi rumah ini punya Om Ivan. Bagus banget," puji Davina.

"Lo bilang bagus karena catnya warna pink kan Vin," kataku.

"Tau aja lo Frey. Tapi faktanya emang bagus kok, rumah ini kek tipikal rumah minimalis gitu. Oh iya berarti kita stay di sini, Om?" Tanya Davina.

"Iya. Ehm, Frey. Ajak teman-teman Freya masuk ya. Di luar dingin," kata Ayah sambil menyerahkan kunci pintu padaku.

"Nah, Om dan yang lain akan stay di rumah sebelah," Ayah menunjuk sebuah rumah yang terletak persis di samping rumah utama. Rumah tersebut memiliki pintu berwarna biru.

Ayah meminta Kakek untuk bermalam di rumahnya, namun Kakek tolak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayah meminta Kakek untuk bermalam di rumahnya, namun Kakek tolak.

"Ivander, antar Papa pulang. Lusa, Papa akan datang kemari untuk menemui Freya, cucu kesayangan Papa. Papa belum memberi Ginger makan malam, kasihan dia," pinta Kakek.

"Ssst, Frey. Ginger itu siapa?" Tanya Davina.

"Ginger itu kucing jenis Russian Blue peliharaan Kakek dan almarhumah Nenek," jelasku.

"Freya dan Vina jaga diri kalian ya, kunci pintu rumah. Kalau ada cowok yang mau masuk rumah jangan boleh. Kunci rumah sebelah Ayah titipkan ke Rayden. Ayah mau antar Kakek pulang, besok siang Ayah baru kembali. Hati-hati ya, Nak," ucap Ayah.

Aku memeluk Ayah, lalu masuk ke dalam rumah bersama Davina. Keesokan harinya, kejadian tak terduga datang menimpaku.

Bersambung...

-----------------

* Großvater artinya kakek.
* meine liebe Enkelin artinya cucuku tersayang.

Sumber: Google translate 😆

Freya's Sincere Love - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang