Bagian1:Heartbeat

3.7K 241 7
                                    

  Jungkook memasuki sebuah pekarangan rumah dengan mobilnya. Hakyung lantas keluar sebelum Jungkook membukakan pintu. Sejak ucapan pria itu, Hakyung sedikit enggan berbicara. Bukan marah padanya, namun lebih tidak percaya akan ucapan Jungkook. Disaat ia membuka pintu sudah banyak orang disana termasuk calon mertua dan calon suaminya, Jimin.

Hakyung membungkukkan badan sejenak. Memberi salam sopan kepada orang yang hadir. Hakyung tersenyum hangat. Sang ayah tersenyum, melihat kedatangan putri semata wayangnya yang membuatnya tersenyum.

"Bagaimana jika kita mulai?" Suara Tuan Park mengalun. Semua orang mengatakan iya.

  Setelah berbincang banyak, Jimin lantas beranjak dan menyematkan cincin berwarna emas mengkilap itu jari manis tangan kanan Hakyung. Keduanya tersenyum, tersenyum seolah keduanya senang. Nyatanya adalah acting yang diperlihatkan agar suasana tidak terlihat canggung dan mengerikan.

   Pukul 7 malam, Hakyung dan Jimin menyempatkan diri untuk berjalan jalan ditaman dekat rumah wanita itu. Bukan apa-apa, hanya saja berlama lama disana membuat atmosfernya dan Jimin sangat tidak enak. Bahkan sangat canggung. Ia dan Jimin memilih duduk disebuah bangku yang ada disana.

  "Mereka sangat bahagia." Tutur Jimin membuka suara guna memecah keheningan yang ada.

  Ia setuju lantas menganggukkan kepala. Ia juga melihat raut wajah sang ayah yang sangat bahagia. Bahkan bisa dikatakan berbinar haru.

   Hakyung diam, Jimin pun sama. Menikmati angin malam yang menerpa tubuh mereka. Suhu musim semi kali ini tidak terlalu dingin juga tidak terlalu panas.

  "Satu minggu lagi pernikahan kita. Ada yang ingin kau inginkan?" Jimin mudah sekali membuka topik pembicaraan, pikirnya.

"Tidak ada, hanya saja aku ingin pernikahan yang sederhana. Yang dihadiri oleh keluarga saja." Jawabnya menolehkan kepala menatap kearah Jimin. Pria itu tersenyum dan menganggukkan kepala.

  Hakyung cukup terkejut, bahkan degup jantungnya tidak berdetak normal. Jimin pandai membuat wanita takluk. Bahkan sekarang ia nampak tidak percaya akan Jimin yang masih setia tersenyum manis. Ini benar-benar tidak baik untuk jantung Hakyung.

  "Baiklah, ayo pulang. Sudah malam." Pria yang sopan. Hakyung berjalan canggung disisinya. Nampak jelas diguratan wajah Hakyung, jika wanita itu gugup. Dengan keberanian yang ada, Jimin lantas menggenggam tangan Hakyung. Menyalurkan kehangatan yang ada. Awalnya Hakyung ingin memprotes, namun diurungkannya kala melihat kembali senyuman Jimin.

.....

   Sudah seminggu dari kejadian tempo hari itu. Kini Hakyung tengah di dandani, dan benar saja Jimin menuruti perkataannya pada hari itu. Hanya mengundang beberapa tamu dan sebagian adalah keluarga. Namun sejak hari itu juga, sikap Jimin berubah dingin. Entah apa yang merasuki pria itu, tapi tidak maslah baginya. Ia tidak perlu bersusah payah mendapatkan perhatian Jimin. Karena sejatinya, ia tidak peduli akan hal itu.

Setelah berdandan, ia memakai gaun pengatin dan tepat saat perias menutup resletingnya, ayahnya masuk dan berucap.

  "Astaga, apakah ini putri ayah?" Tuan Lee sampai tidak mengenalinya.

The power of make up

Setelah cukup lama, akhirnya ia keluar dengan di gandeng oleh ayahnya. Berjalan kedepan menuju altar. Disana bahkan sudah ada Jimin dan seorang pendeta gereja yang akan melakukan pemberkatan.

 
..

     Setelah pemberkatan, Hakyung dan Jimin menuju kamar hotel. Membersihkan badan dan berganti pakaian. Jimin sudah melepaskan jas hitam miliknya, hanya menyisakan kemeja putih yang ujung lengannya sudah dilipat asal. Ia berjalan kearah Hakyung yang sudah mengenakan dress berwarna maroon. Jimin melihat Hakyung yang kesusahan saat menaikkan resletingnya.

  "Ingin ku bantu?" Tanya Jimin menatap Hakyung dari pantulan kaca.

  Hakyung mendadak kaku, kala merasakan tangan Jimin yang menyentuh pinggangnya. Menarik reeting keatas guna menutup punggungnya yang terekpos cukup lebar.

  Jimin tersenyum kala berhasil membantu Hakyung. Sedangkan wanita itu hanya bisa diam dan menatap Jimin yang mulai berjalan menjauh memasuki kamar mandi dari pantulan kaca.

Sial!

      Hakyung mengumpat lagi. Debaran jantungnya tidak juga mereda. Malah semakin menjadi kala Jimin keluar dari kamar mandi hanya dengan bertelanjang dada. Menampilkan dada bidang serta perut sixpacknya. Hakyung menelan susah payah airliurnya. Jimin menangkap kegugupan Hakyung, lantas tersenyum menyeringai. Berjalan pelan kebelakang tubuh Hakyung, memeluk pinggang Hakyung serta meletakkan dagu dibahu kiri wanita itu.

  "Tidak usah menemui para tamu jika kau masih ingin melihatku." Ucapnya menggelitik telinga Hakyung.

  Hakyung membulatkan mata, kekehan Jimin tidak bisa terpendam lagi. Tawa pria itu pecah kala melihat wajah merah Hakyung akibat ketahuan olehnya.

  Setelah adegan memalukan tadi, Hakyung keluar kamar bersama dengan Jimin yang menggenggam tangan kanannya. Pria itu sangat lembut dan perhatian. Bahkan siapa saja akan luluh padanya. Namun entah kenapa hatinya enggan merasakan apapun, hanya detak jantung saja yang merespon. Hatinya bahakn tidak merasa tersentuh kala Jimin mengusap peluh pada keningnya.

"Selamat." Suara Jungkook mengintrupsi. Hakyung menganggukkan kepala. Jimin tersenyum tipis. Merasa sedikit canggung akan atmosfer yang Jungkook ciptakan. Namun semuanya berubah kala kedatangan sepupunya, pria tampan bersurai hitam itu berjalan gagah dengan memasukkan sebelah tangannya kedalam saku.

  "Jimin, akhirnya kau menikah juga." Suara pria itu merangsek memasuki rungu Hakyung. Ditolehnya dan benar saja dugaannya. Seorang Kim Taehyung tengah berbicara dengan suaminya. Kim Taehyung yang 5 tahun lalu merenggut segalanya, merenggut sesuatu yang harus dijaganya.

    Refleks, ia meraih tangan kiri Jimin. Sebab Jungkook sudah meninggalkannya beberapa saat lalu. Menggenggam kuat tangan Jimin hingga pria itu menoleh. Menatap wajah Hakyung yang mulai memucat pasi.

  "Kau baik-baik saja?" Cengkraman Hakyung semakin kuat kala seringaian Taehyung nampak. Bahkan matanya tidak lepas menatap manik Jimin yang bertabrakan dengan manik Taehyung yang dibelakang Jimin.

  "Bagaimana kabarmu, musang putihku sayang?"Ucap Taehyung tanpa suara.

  Hakyung menggelengkan kepala pelan, memegangi kepala dengan sebelah tangan. Jimin panik, ia lantas mengangkat tubuh Hakyung secara bridal. Membawa tubuh Hakyung kekamar. Taehyung menyeringai dan menggumam.

"Aku memang memberikan mu kepada Jimin. Namun aku juga akan kembali mengambilmu, Hakyung-a." Tepat saat itu, Taehyung tersungkur akibat pukulan keras Jungkook.

  "Eoh? Kau rupanya?" Taehyung menyeka sudut bibir yang berdarah.

  "keparat! Apa yang kau lakukan disini?" Tangan Jungkook mengepal kuat.

  "Apa yang ku lakukan? Aku hanya datang keacara pernikahan sepupuku, itu saja." Seketika mata Jungkook melebar. "Ya, Jimin adalah kakak sepupuku." Seringaian Taehyung kembali terlihat.


































How about this......

Ini story yang entah keberapa yang ku buat? Gatel dari kapan hari pingin publikasi part 1 nya. Dan taraaaaa...

This is....

Semoga kalian suka..

Maaf jika ada kesamaan nama, latar, alur atau apapun itu. Ini real imajinasi author yah. Mohon dihargai....

Oh ya. Karakter Hakyung disini beda yah sama Hakyung yang di 'Snowball' story aku yang lagi satu...

Enjoy...

From me...
AstariRestina aka Reni 💜💜💜

Hologram [호로그람] || Ji-Hope Fanfiction(Belum Revisi) || LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang