Bagian8:His Friend?

1.9K 138 4
                                    

Maafkan atas Typo yang bertebaran.....

Enjoy....























"Kalian sudah saling mengenal?" Tanya ibu mertuanya."Syukurlah, oh iya Hakyung, Soojin ini juga teman Jimin." Hakyung menatap Jimin.

"Soojin-a, Hakyung adalah istri Jimin. Mereka baru saja menikah." Ujar Ibu mertua Hakyung. Soojin nampak terkejut, bahkan tidak percaya.

Tepat saat Hakyung diletakkan diatas brakar kembali. Ponsel Soojin berbunyi. Wanita itu mengangkat panggilan, tidak lama kemudian berpamitan karena ada hal yang harus diurus. Sepeninggalan Soojin, suasana mendadak canggung. Bahkan sangat terlihat pada raut wajah Hakyung yang nampak kesal.

"Ada apa, hem?" tanya Jimin lembut.

Tatapan Hakyung berubah sendu, entah kenapa ia sangat sensitif perihal Jimin. Terlebih temannya, Soojin juga mengenal suaminya. Ibu mertuanya meninggalkan ruangan, beralasan akan membelikan sarapan untuk Jimin.

"Kenapa kau tidak pernah mengatakannya?" Tatapan itu teralihkan kearah jendela besar.

Kekehan Jimin terdengar, Hakyung cemburu rupanya. "Maafkan aku, hem? Aku tidak tahu jika ia kembali. Dan aku tidak tahu juga bahwa kau mengenalnya." Tutur Jimin duduk disisi brakar.

Hakyung merangsek maju memeluk tubuh Jimin. Entah kenapa ia tidak ingin kehilangan pria itu. Apakah ia telah menerima Jimin sepenuhnya?

Jimin membalas pelukan Hakyung, ia mengusap surai dan punggung wanita itu. Ia bersyukur, Hakyung mulai menerimanya. Walaupun ia masih bisa merasakan keraguan Hakyung.

Soojin memukul stir mobilnya, ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pria yang pernah mengisi relung hatinya kini telah menjadi suami dari temannya. Sulit dipercaya.

"Sial!" Umatnya. "Jadi yang dimaksud Jungkook semalam adalah Jimin?" Terkanya mengingat perbincangannya dengan Jungkook.

"Sial! Sial! Jadi ini alasan Jimin memutuskan aku?" Ujarnya lagi. "Tidak, tidak ada yang bisa memilikinya. Jika aku tidak bisa, wanita itu juga tidak bisa, sekalipun istrinya adalah temanku." Monolognya.

.....

Taehyung sudah sadar, semalam ia baru sadarkan diri. Kini ia tengah di temani Seokjin, selagi menunggu keluarganya datang. Seokjin tidak yakin jika operasi yang kemarin berhasil, pasalnya Taehyung benar-benar menginginkan sebagian ingatannya hilang.

"Kau masih bisa mengenaliku, bukan?" Tanya Seokjin memastikan. "Seokjin Hyung?" Seokjin menganggukkan kepala. "Masih, hanya saja disini gelap Hyung, aku tidak bisa melihat apapun." Ini yang Seokjin takutkan, penglihatan Taehyung tidak berfungsi akibat pembuluh darah yang pecah.

"Aku tidak bisa melihat, Hyung." Bukan pertanyaan melainkan pernyataan. "Aku senang, sehingga aku tidak melihat Hakyung lagi." Ujarnya parau. Seokjin menatap Taehyung sendu. Ia tidak menyangka Taehyung begitu mencintai Hakyung.

Bukaan pintu ruang inap Taehyung terbuka, ia melihat Hakyung datang bersama Jimin. Namun Taehyung tidak merespon apapun. Hanya dia menatap lurus kedepan.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Jimin menatap Seokjin. "Seperti yang kau lihat." Jawab Seokjin seadanya.

"Taehyung." Suara lembut Hakyung memecah rungu Taehyung. Berbohong jika Taehyung tidak terkejut dengan Hakyung. "Kau baik-baik saja?" Tanya Hakyung menatap Taehyung.

"Kau dimana?" Taehyung membuat Hakyung dan Jimin terkejut. "Aku tidak bisa melihatmu, Kyung-a." Taehyung berkata jujur. Ia benar-benar tidak bisa melihat sama sekali.

Hari semakin siang, bahkan beberapa jam lagi matahari sudah merangkak ke ufuk barat. Akan segera menyinari belahan bumi yang lain. Hakyung sama sekali tidak beranjak dari kursi rodanya, ia bahkan sudah hampir dua jam menatap lurus kedepan. Menatap beberapa gedung tinggi yang berdiri kokoh di sisi gedung rumah sakit tempatnya dirawat. Dapat ia dengar langkah seseorang berjalan mendekat. Tangan itu menyentuh pelan bahunya, bahkan bibir tebal orang itu mencium puncak kepalanya.

"Jangan memikirkannya terus, dia akan baik-baik saja." bariton suara Jimin memecah rungunya. "Aku tidak terlalu memikirkannya, aku hanya memikirkan wanita yang datang tadi pagi." Hakyung tidak bisa berbohong jika yang diajak bicara adalah Jimin.

Jimin terkejut? Iya, pasti.

Bahkan pria itu nampak diam dan menghela nafad sejenak sebelum kembali angkat bicara.

"Jangan dipikirkan, dia hanya temanku." Ujar Jimin merengkuh bahu Hakyung. "Jim, aku takut." Tuturnya pelan. Jimin tahu arah bicara Hakyung. Apa sesulit ini menyakinkan Hakyung agar percaya padanya?

.....

Jungkook memasuki sebuah bar cukup terkenal di daerah Gangnam. Ia mencari seseorang disana. Tak berselang lama, ia melihat Soojin yang tengah duduk didepan meja bar dan menenggak sebotol minuman beralkohol. Jungkook langsung menarik paksa botol itu.

"Cukup Soojin-ssi, kau sudah mabuk." Ujar Jungkook menghentikan aktivitas Soojin. "Kau mengganggu, Jeon. Biarkan aku minum." Racaunya yang nampak kesal.

"Cukup!" Bentak Jungkook. "Apa seperti ini saat kau di LA? Minum minuman tidak jelas seperti ini? Astaga, cukup Soojin-ssi. Jimin sudah menikah. Biarkan dia bahagia."Jawab Jungkook yang terlihat geram.

Dengan terpaksa, Jungkook mengangkat tubuh Soojin ala bridal membawanya keluar dari bar itu. Jungkook merebahkan tubuh Soojin di jok penumpang belakang. Wanita itu sudah tidur dengan nafas teratur. Seberapa banyakkah pesona seorang Jimin, hingga membuat Soojin wanita yang terkenal acuh bisa luluh dengan mudahnya.

Hingga esok paginya, Jungkook bangun dengan badan yang terasa nyeri sebab ia tidur disofa ruang tv. Ia beranjak dan berjalan menuju kamarnya, dimana Soojin tidur semalam. Ia melihat wanita itu masih tidur dengan nyenyak, padahal sekarang sudah pukul 8 pagi lewat 7 menit. Didudukkannya bantalan duduknya di sisi ranjang berukuran king size itu. Jungkook mengamati wajah cantik wanita itu. Namun ia segera menepisnya, ia tidak mungkin menyukai wanita itu. Wanita dengan tingkat kecuekan lebih dari seorang SUGA BTS.

"Lukamu sudah mulai mengering, Hakyung-ssi." Ujar dokter Kim yang telah selesai mengganti perban pagi ini. "Siapa lagi kalau bukan aku yang merawatnya?" Jawab Jimin dengan bangganya. "Jangan dengarkan dia, Dok." Sahut Hakyung kelewat jujur.

Jimin mendengus kesal. "Hakyung-ssi, jika kau dalam waktu dengan dapat pulih dengan cepat, maka kau dapat diperbolehkan pulang dalam waktu dekat ini. Jadi semengat dengan proses terapi yang kau jalani." Unar Dokter Kim menjelaskan. "Iya dok." Jawab Hakyung sopan.

"Baiklah, aku kembali dulu. Jika ada apa-apa segera tekan belnya. Oh ya Jim, untukmu jaga Hakyung-ssi. Jangan teledor lagi." Ujar Dokter Kim Seokjin memperingatkan.

Jimin tersenyum dan menganggukkan kepala. Hakyung menatapnya saat dirinya kembali menolehkan kepala. Wanita itu tersenyum manis, hingga Jimin tidak bisa marah padanya.

"Kau yang terbaik, terimakasih telah merawatku." Kata Hakyung meraih kedua tangan Jimin. "Sejak kapan kau pandai menggoda hem?" Jawab Jimin yang menatap kedua manik Hakyung.

"Siapa lagi kalau bukan kau?" Ujar Hakyung kelewat santai. "Aku?" Jimin mengangkat sebelah alisnya. Hakyung menganggukkan kepala.

Jimin tersenyum lantas memeluk tubuh Hakyung. Dikecupnya puncak kepala sang istri. Ia tidak pernah menyangka akan sebahagia ini sebelumnya.

"Kau sudah gila, Soojin-ssi??!" Pekik Jungkook yang nampak kesal.

"Kau pikir aku akan tinggal diam, melihat orang yang kucintai menikah dengan orang lain? Tidak Jungkook! Aku tidak akan pernah membiarkan Hakyung bahagia dengan Jimin!" Soojin masih bersikukuh dengan argumennya. "Cukup! Kau keterlaluan, Soojin-ssi. Hentikan atau aku akan melaporkanmu kepolisi?" Ancam Jungkook tidak main-main.

"Silahkan, kau lapor polisi, atau Nuna kesayanganmu itu mati?" Soojin mengancam balik.


























































What happend? Soojin?

Hi hi!

💜

Hologram [호로그람] || Ji-Hope Fanfiction(Belum Revisi) || LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang